4.

102 50 42
                                    

Sejak Ara menerima sepucuk surat beserta coklat pada tempo hari, semakin hari ia menemukan kejutan tersendiri. Ia juga berpikir bahwa yang mengirim paket yang kurang bahan untuk di pakai tidak mungkin orang yang ia suka, tetapi coklat beserta sepucuk surat dengan inisial S membuat Ara ragu lagi bahwa Septian menyukai dirinya juga.

"Ra jangan marah ih, kan gue gak bermaksud buat cuma ngedukung lo sama Vano, gue cuma pengen lo gak kenapa-napa, jangan marah please." Kayla memohon maaf kepada Ara karena kesalah pahaman tempo hari itu.

"Hm." jawab Ara dengan gumaman saja, tanpa melihat ke arah Kayla.

"Ara, jangan cuekin gue, nanti gue bantu buat bikin progres lo kenyataan deh." Ucap Kayla dengan puppy eyes-nya.

"Ya." Hanya kata itu yang di berikan Ara kepada Kayla, lalu pergi meninggalkan-nya di depan kelas.

"Yaampun, baru sekali dia ngerajuk, minta maaf tulusnya susah banget." Prustasi Kayla lama-lama jika di diami Ara seperti ini.

"Ara ih, lo mah belum ikhlas ngasih maafnya, gue tau itu ih Ra." Kayla menghampiri bangku-nya dengan Ara itu, lalu duduk disamping Ara.

"Gak ikhlas dosa." Ucap Ara menatap Kayla, tanpa tersenyum seperti biasanya.

"Senyum dong kalo ikhlas." Balas Kayla.

Ara pun tersenyum melihat kelakuan Kayla yang tak mudah menyerah mendapatkan apa yang ia inginkan.

Dan seketika Ara berpikir, kapan ia seperti Kayla yang bisa tersenyum tanpa beban, tanpa ada masalah, tanpa tekanan. Ia juga ingin menjadi pribadi seperti itu. Tapi apa lah daya, terkadang seseorang tak bisa berpura-pura menjadi kuat kala batinnya terluka. Setiap orang berbeda.

"Ihhh gitu dong senyum, jangan cuekin gue lagi, gue gak sanggup sumpah." Teriak Kayla lalu memeluk Ara.

Ara pun membalas pelukan Kayla. Ia bersyukur bisa berteman bahkan bersahabat dengan Kayla, tak semua orang bisa mendapatkan seorang sahabat, hanya beberapa orang saja yang tulus menerima apa adanya yang ada di dalam diri.

"Terimakasih Kay." Ara tersenyum seraya melepaskan pelukannya.

"For?" Alis Kayla terangkat menandakan ia bingung.

"Everything."

Mereka berpelukan lagi. Seperti teletubies. Saling menumpahkan kebahagiaan yang teramat dalam.

---
H

ari melelahkan, di alami oleh setiap siswa siswi SMANI 3 ini. Mereka belajar dengan mata kantuk yang tertahan demi pelajaran yang sangat berguna. Lain hal nya dengan kelas Vano, satu persatu keluar dari kelas menuju kantin dengan alasan Izin. Hanya beberapa orang saja yang terdiam di kelas dan mengerjakan soal dari sang guru yang entah kemana.

"Untung aja si Epul pergi anjir, gue udah ngantuk dari tadi, mau tidur di meja, eh KM laknat ngebangunin terus." Gerutu Bima.

"Eh bentar deh, Van gimana taruhannya berhasil gak? Masa iya kita udah kasih lo waktu lama tapi gak macarin si Ara sih, lama kelamaan hadiah nya buat di bagi bagi aja deh." Tanya salah satu teman Vano.

"Susah anjir, lo kira gampang gitu macarin si Ara? Di tambah kehadiran si Septian, buat gue tambah susah aja." Geram Vano.

"Ah anjir cemen lo mah, cuma si Septian aja njir, gakda apa apa nya." Remeh Bimo, kembaran Bima.

"Au ah, liat aja nanti." Vano tersenyum devil ke arah teman-temannya. Mereka yang mengerti dari arti senyum itu hanya was-was. Apa yang di lakukan Vano kadang tidak masuk akal, dan di luar dugaan.

"Taiiiiii, lo mau ngerusak si Ara hah?!" Bima kesal dengan jalan pikiran Vano yang bisa seenak jidat.

"Siapa yang mau ngerusak si Ara? Gue gak ada niatan gitu, lo nya aja yang pikirannya negatif terus ke gue." Vano mendelik tak suka kepada Bima.

achieve timeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang