8.

69 20 25
                                    

Aku tidak akan melepaskanmu hanya untuk sebuah alasan basi. Kesalahan perlu dijadikan motivasi bukan intimidasi.

---

Ara melangkah mendekati dua insan yang sedang berceloteh ria. Ia heran, pasalnya Kayla yang menyuruh ia berpacaran dengan Vano, tapi Kayla sendiri yang dekat dengan Vano.

"Hai." Ucap Ara ketika berada di depan meja mereka duduk.

Septian menghampiri Ara. Ia hanya diam. Melihat apa yang Ara lakukan.

"Eh Ara-nya Vano. Sini duduk ba-bareng Vano." Vano menepuk-nepuk kursi sebelahnya.

"Gausah. Aku cuma mau nanya, kenapa kalian bisa berduaan?" Ara mengangkat satu alisnya.

"Ki-kita cuma kebetulan Ra." Balas Kayla.

"Gugup, kek yang keciduk." Yang berbicara bukanlah Ara melainkan Septian.

"So tau lu." Delik Vano.

"Ayo Sep, kita ke tempat lain aja. Mungkin mereka lagi merencanakan sesuatu." Ara menarik tangan Septian. Lalu melangkah pergi keluar tempat tersebut.

"Gimana nih Van, kalo Ara marah ke gue tanggung jawab lu." Ucap Kayla yang masih takut Ara marah.

"Anjir kenapa gue? Lo aja yang mau-maunya bantuin gue." Tukas Vano.

"Hah? Mau lo apa sih? Kenapa malah gue yang disalahin? Kan lo yang butuh bantuan gue, syukur-syukur gue bantuin bangsat." Kesal Kayla.

"Udahh, dia gak bisa marah kan? Nanti lo ngarang cerita aja. Bikin dia percaya lagi." Vano tersenyum sinis atas kalimatnya tersebut.

Vano memang licik, segala cara ia lakukan untuk mendapatkan Ara. Status Ara tak membuat Ia menyerah. Ia hanya ingin mendapatkan Ara. Ralat, ingin mendapatkan hadiah yang teman-temannya berikan.

---

"Ra jangan mikir macam-macam, bagus juga kan kalo mereka bersatu. Jadi hubungan kita gakda pengganggu." Ucap Septian.

Ara masih saja melamun, memikirkan kejadian tadi. Spekulasi buruk terus saja datang di otak Ara.

Sentuhan tangan di wajah Ara membuat Ia membuyarkan lamunannya.

Ara melihat sang empunya tangan yang hinggap diwajahnya.

"Makan dulu ya sayang." Septian tersenyum Manis, bukan tersenyum sinis seperti biasanya.

Pipi Ara memanas.

"Apaan sih Sep, jangan panggil sayang-sayang deh, jijik tau gak." Ucap Ara lalu memalingkan mukanya.

"Lah kenapa? Lagian sama pacar sendiri ini, kenapa jijik." Septian tersenyum kecil.

Ara yang melihat Septian senyum hanya menahan pipinya agar tidak memanas.

"Astagfirullah." Ara memalingkan muka.

"Kenapa? Udah-udah sekarang mending makan lagi." Ucap Septian lembut.

Septian bangga terhadap dirinya, karena telah memiliki Ara.
Tak terpikir memang, ia yang memacari Ara. Tak sedikit pun terlintas dibenaknya akan berpacaran apalagi dengan Ara.

achieve timeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang