🎃SEPULUH🎃

93 6 0
                                    

Pagi ini rasanya aku sangat malas untuk pergi sekolah. Kepalaku terasa berat, mataku juga sembab akibat menangis semalaman. Kalau tidak mengingat Andrew yang sedari tadi mengomel menyuruhku untuk segera bersiap ke sekolah, mungkin aku tidak akan bangun sekarang.

Aku menuruni tangga menuju meja makan. Sesampainya disana, kulihat papa dan mama sudah menyantap sarapan masing-masing. Bahkan Andrew sudah hampir menghabiskan sarapannya.

"Loh, Senja! Kamu gak makan nasi?" tanya Mama ketika aku hanya mengambil apel sebagai menu sarapanku.

"Gakpapa ma, Senja lagi diet." dustaku kepada mama, karna sejujurnya aku memakan apel karna aku sedang tak nafsu makan.

"Tumben diet. Patah hati ya, lo!" Seloroh Andrew. Aku tau kakakku itu pasti sedang menyindirku sekarang. Tapi ucapan Andrew hanya aku anggap angin lewat karna aku sedang tidak mempunyai tenaga untuk membalas Andrew.

"Andrew! Kamu apaan sih!" tegur mama, memeringati Andrew.

Andrew menaruh sendoknya, mengambil tas, kemudian berdiri dari duduknya.

"Ma..pa.., Andrew berangkat dulu!" pamit Andrew.

"Hati-hati, jangan ngebut kamu, ndrew!" tutur papa yang dibalas andrew dengan acungan ibu jarinya.

"Senja, buruan!" tutur Andrew tak sabaran.

Aku menghela nafas. Kuraih tasku yang tergeletak dikursi sampingku, kemudian menyampirkannya dipundakku. Aku berajalan menghampiri mama dan papa untuk berpamitan. Setelah itu mengikuti Andrew yang sudah lebih dulu berjalan keluar.

***

Selama perjalanan hanya hening yang terjadi didalam mobil.Tak seperti biasanya selama perjalanan kami menghabiskannya dengan berdebat. Aku menghabiskan waktu perjalanan untuk melamun, sedangkan Andrew lebih memilih untuk diam. Suasana hening itu terus berlanjut sampai ketika mobil Andrew berhenti tepat ditempat biasa dia menurunkanku.

Aku membuka seatbelt yang sedari tadi bertenger ditubuhku. Aku membuka pintu, hendak beranjak keluar. Tetapi gerakanku terhenti ketika Andrew menahan lenganku.

Aku menoleh, menatap Andrew yang juga menatapku. "Kenapa?" tanyaku.

Bukannya menjawab, Andrew justru diam sembari terus menatapku dalam. Aku terpengkur ketika baru menyadari bahwa Andrew memiliki bulu mata yang sangat lentik untuk ukuran cowok. Wajahnya sangat tampan. Mungkin jika tak aku tak mengingat bahwa dia adalah kakakku. Mungkin sejak dulu aku sudah menyukai Andrew dan menjadikannya pacarku.

Andrew menghebuskan nafasnya kasar. Membuatku mau tak mau tersadar dari segala lamunan unfaedahku.

"Lo kenapa sih, ndrew? Kerasukan setan ya, lo?!" gurauku.

"Gak usah sok tegar lo. Gue tau, hati lo lagi sakit sekarang!" ucap Andrew, membuatku sempat terkejut mendengarnya.

"M..maksut lo? Gue gak ngerti maksut lo. Siapa juga yang sakit hati!" kilahku. Berusaha menutupi fakta yang sebenarnya. Fakta bahwa semua perkataan Andrew itu benar. Aku memang sedang sangat sakit hati sekarang. Aku, patah hati!

"Gak usah akting! Akting lo gak bagus!"

Aku diam tak berniat membalas perkataan Andrew.

"Gue tau lo sedih. Dan semua itu karna Langit, kan?!" ucap Andrew. Menatapku dalam.

Aku mengalihkan pandanganku kearah lain. "Gue gak sedih!" ucapku kemudian keluar dari mobil Andrew.

"Berangkat gih, nanti lo telat lagi!" ucapku bermaksut mengusir Andrew untuk segera pergi.

Andrew mendengus, kemudian mulai menginjak gas mobilnya hingga berlalu dari hadapanku.

Sepeninggal Andrew, aku memilih untuk segera berjalan menuju gerbang sekolahku. Hal pertama yang aku inginkan adalah menemui Langit. Bedanya kali ini aku menemuinya dengan tangan kosong, tanpa kotak bekal yang selalu kubawa untuknya.

Aku mencari-cari sosok Langit dikantin sekolah. Tadi aku mencarinya dikelas cowok itu. Tetapi kata teman sekelasnya Langit pergi kekantin. Dan aku memutuskan untuk menyusul Langit kekantin.

Mataku menemukan sosok langit yang berada dipojok kantin. Ternyata Langit tidak sendiri, melainkan ada Azra yang duduk bersama cowok itu.

Aku menghela nafas dalam-dalam. Berusaha untuk meredam emosiku yang sudah hampir sampai puncak ketika kulihat Azra mengelap bibir Langit yang sedang mengunyah makanannya.

"Langit!" panggilku. Membuat dua sejoli itu menoleh menatapku.

Kulihat Azra cukup kaget melihat kedatanganku. Tetapi kemudian cewek itu menunduk, menyembunyikan wajah sok polosnya.

"Kenapa, mau ngasih bekal lagi. Gak lihat gue udah makan," Jawab Langit percaya diri.

"Gue kesini bukan mau ngasih lo bekal lagi, karna gue emang gak bikinin elo bekal!" seruku santai. Kulihat Langit cukup terkejut mendengar penuturanku. Tetapi bukan langit namanya jika dia tidak lintar merubah ekspresinya menjadi datar, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Terus, mau apa lo nyamperin gue?" tanyanya masih dengan wajah datar.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo!"

"Ngomong aja!" seru langit malas-malasan.

Aku menghela nafas panjang. "Gak disini. Gue mau ngomong 4 mata sama lo!"

Langit menatapku sinis. "Gue gak mau!"

"Please..." ucapku terus membujuknya.

Kulihat Langit menatap Azra sebentar, kemudian kembali menatapku. "Yaudah, ayo!" serunya langsung beranjak pergi.

Aku melangkah mengikuti Langit setelah sebelumnya aku sempat menyengol bahu Azra yang berdiri tak jauh dariku. Masih mending cuma kusenggol. Daripada kucakar wajah sok polosnya yangembuatku muak setiap kali melihatnya!

***

Aku terus mengikuti Langkah Langit yang ternyata mengarah ke taman belakang Smk Alaska.

Langit behenti melangkah, dan duduk dibangku yang berada dibawah pohon beringin yang berada di taman.

"Mau ngomong apa?" tanyanya, tanpa menatapku.

"Gue cuma mau tanya. Apa gak ada sedikitpun gue dihati lo?" ucapku menatap Langit dalam.

Mendengar penuturanku yang secara tiba-tiba membuat Langit menoleh menatapku hingga mata kami saling bertemu. Cukup lama kami saling tatap-tatapan tanpa ada satupun kata yang terucap dari mulut kami berdua. Hingga akhirnya tatapan kami terputus karna Langit yang lebih dulu memutusnya.

"Gak!" ucapnya jelas, padat, dan singkat.

"Sedikit pun gak ada? Setelah apa yang gue lakuin buat lo, lang?!" ucapku menatapnya tak percaya. Jadi selama ini semua kerja kerasku untuk melumpuhkan hati langit sia-sia?

"Iya, gak ada!" ucap langit santai.

Aku mengigit bibirku, mencoba menahan tangisku yang sebentar lagi akan pecah. "Apa Azra yang ada dihati lo. Makanya lo gak bisa kasih sedikitpun tempat untuk gue dihati lo?!" walaupun sakit, aku tetap berusaha untuk berani bertanya tentang hal itu kepada Langit.

Langit menoleh menatapku sekilas. Kemudian dia mengangguk. Membuat duniaku runtuh saat itu juga.

"Gue suka Azra!" ucapnya kemudian beranjak pergi meninggalkanku dengan sejuta rasa sakit yang menyerang tepat dihatiku.

Langit Senja (Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang