🎃DELAPAN🎃

98 4 0
                                    

"Elo gak mau mampir dulu, yan? Ketemu sama Andrew gitu. Gue yakin andrew bakal seneng banget liat lo," ucapku menawarkan Rian untuk mampir ke rumah. Bukannya apa-apa, rian baru saja mengantarku pulang dari bukit tadi, dan masa aku tidak menawarinya untuk mampir. Lagipula kulihat mobil Andrew sudah ada dirumah, dan andrew pasti sangat senang bila bertemu dengan Rian yang notabennya adalah teman masa kecil kami.

"Boleh deh, lagipula gue juga penasran sama Andrew. Kira-kira, masih dingin gak tuh bocah?!" ucap Rian.

Aku terkekeh pelan. Ternyata rian masih mengingat sifat Andrew yang satu itu. Sifat dingin yang tak pernah luntur dari diri seorang Andrew Sebastian.

"Lo liat sendiri aja deh. Yuk, masuk!" ucapku membuka pintu pagar lebar-lebar sebagai akses motor Rian masuk.

***

Aku membuka pintu lebar-lebar, dan mempersilahkan Rian untuk masuk kedalam.

"Assalammualaikum!" seruku, memasukki rumah.

Aku mengernyit ketika tak ada satu orang pun yang menyahut salamku. Suasana rumah begitu sunyi senyap. Kemana Andrew?

"Sepi banget rumah lo," seru Rian. Menatap sekeliling ruangan yang terlihat begitu sepi.

"Ho'o! Mama and papa baru pulang kalau malem. Tapi Andrew ada dirumah kok. Oh ya, lo tunggu sini, gue mau cari Andrew dulu!" ucapku kemudian melesat pergi untuk mencari keberadaan Andrew.

Aku melesat menaiki tangga menuju lantai dua. Sepertinya Andrew sedang ada dikamar!

Tok tok tok

"Andrew....Bukain pintu dong!" seruku. Mengedor-gedor pintu kamar Andrew.

Satu menit

Dua menit

Tiga menit

Lelah karna tak kunjung mendapat respon. Akhirnya aku memberanikan diri untuk masuk kedalam kamar Andrew. Aku tau, tindakanku ini akan mendapat amukan dari Andrew. Karna Andrew paling tidak suka ada orang yang masuk kedalam kamarnya tanpa seizin dari cowok itu.

Aku mengeleng-geleng kepala ketika melihat Andrew sedang tertidur pulas dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.

"Andrew, bangun lo!" ucapku mencoba membangunkan Andrew.

Berbeda denganku yang harus terjadi gempa bumi terlebih dulu baru bisa bangun. Andrew berbeda, dia akan langsung bangun hanya satu kali aku memanggilnya dan mengoyangkan lengannya.

Andrew mengucek-ngucek matanya. Kemudian melotot menatapku. "Heh? Siapa yang ngizinin lo masuk ke kamar gue?!"

"Gak ada sih, gue emang mau masuk kamar lo!" jawabku santai.

"Keluar lo!" titah Andrew.

"Apaan sih,"

"Keluar gue bilang! Cepet keluar!" ucap Andrew sembari mendorongku untuk segera keluar dari kamarnya.

Aku berdecak tak suka. Siapa dia bisa seenaknya mengusirku dari kamarnya. Sedangkan dia bisa seenaknya masuk ke dalam kamarku!

"Ck, lo apaan sih Ndrew? Pelit amat jadi orang. Gue kekamar lo itu mau bangunin elo!" gerutuku kesal.

"Siapa yang nyuruh lo buat bangunin gue?!" ucap Andrew datar.

Aku memutar bola mata malas. Terkadang tak asik juga memiliki kakak yang terlalu datar macam Andrew. Tak bisa dijahilin, yang ada malah aku yang dijahilin!

"Gue bangunin elo bukan karna ada yang nyuruh. Tapi, karna dibawah lagi ada tamu yang nyariin, elo!"

Kulihat Andrew melipat keningnya. Kemudian menatapku penuh tanda tanya.

"Lo liat aja sendiri!" ucapku seolah tau apa yang ada didalam otak andrew saat ini.

Andrew memutar bola matanya, kemudian melengos pergi menuruni tangga menuju ruang tamu dengan aku yang terus membuntut dibelakangnya.

Kulihat Andrew sempat mengernyit menatap Rian yang duduk santai di ruang tamu.

"Siapa lo?" tanya Andrew menatap tajam Rian.

Rian yang semula sibuk menatap ponselnya, akhirnya mendongak kemudian tersenyum menatap Andrew.

"Andrew! Woy, apa kabar lo? Lama gak ketemu lo makin ganteng aja. Btw, ternyata lo tetep dingin kek dulu ya!" seru Rian. Menghampiri andrew dan langsung memeluknya.

Andrew mendorong rian menjauh. "Siapa sih lo? Sok kenal banget. Senja, ketemu orang gila dari mana sih, lo?!"

Aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan tawaku agar tak meledak saat itu juga. Bagaimana tidak, Andrew mengucapkan kalimat itu begitu ringan tanpa beban. Dan lagi, wajah Rian yang cengo membuatku benar-benar ingin tertawa lepas.

"Tega banget lo ndrew sama sahabat lo sendiri. Lo lupa, dulu kita selalu sama-sama dalam suka maupun duka!" ucap Rian mendramatis.

"Asli najis banget gue dengernya! Siapa sih lo?"

"Lo lupa apa pura-pura lupa. Gue Rian, Andrian Gionard!" ucap Rian. Mencoba membantu Andrew untuk mengingat.

Andrew melotot. Kemudian tiba-tiba memukul rian tepat di rahang kirinya. Membuat Rian tersungkur kelantai.

Aku memelotot kaget. Kemudian menghampiri Rian yang sedang meringis kesakitan.

"Rian lo gakpapa?" tanyaku khawatir.

Rian mengeleng. Tetapi tetap saja dia meringis ketika aku menyentuh wajahnya yang memar.

Aku beralih menatap Andrew tajam. " Andrew! lo apaan sih? Rian ini sahabat kecil kita tau gak! Kenapa lo mukul dia? Gue tau lo setres, tapi jangan setres dalam hal kayak ginian dong!" seruku ketus.

Bukannya tersingung. Aku justru melotot tak mengerti ketika melihat Andrew malah berjalan mendekati Rian dan mengangkat tangannya tinggi.

"Andrew! Lo mau ngapain lagi sih?" omelku geram.

"Apaan sih lo, nja. Gue cuma mau meluk sahabat gue. Emangnya salah?" ucap Andrew santai. Kemudian mendekati Rian dan memeluknya layaknya pelukan antar cowok.

Aku mengernyit heran. Baru saja tadi dia memukul Rian. Kenapa sekarang Andrew malah memeluk Rian?

Tak ingin pusing memikirkan sikap andrew yang sulit ditebak. Aku bangkit, memilih untuk menuju dapur untuk mengambil minum.

"Dasar Andrew gila. Ada aja kelakuannya yang buat gue pusing tujuh keliling!"gerutuku.

Aku mengambil jus jeruk yang berada didalam kulkas. Kemudian mengambil beberapa cemilan, dan membawanya menuju ruang tamu.

Sesampainya diruang tamu. Aku menggeleng ketika melihat Andrew sudah bergelut dengan stik ps bersama Rian sebagai lawan mainnya.

"Yak, terus. Aduh kenapa kalah sih gue!" teriak Andrew sembari melempar stik ps nya ke lantai.

"Haha..., apa gue bilang. Lo itu tetap kalah dari gue! Payah lo, ndrew!" seru Rian yang langsung mendapat hadiah berupa lemparan bantal dari Andrew.

"Songong banget lo jadi orang. Gue tinju sekali aja udah pingsan lo!" cibir Andrew.

"Iya sih elo ninjunya sekali. Tapi, sekali tinjuan lo pake tenaga badak."

"Ngomongin apaan sih, gak jelas banget!" ucapku langsung nimbrung.

"Waah..., bawa apaan lo, nja?" tanya Rian menatap beberapa cemilan yang kubawa penuh minat.

"Tai! Udah tau cemilan sama jus jeruk, masih aja nanya!" jawabku sewot.

"Astaga galak amat sih lo, nja. Tetep aja lo ketus kek dulu!" seru Rian.

Andrew menonyor kepala rian pelan. "Mending, ketimbang lo. Tetep aja bego kek dulu!" seru Andrew membuat Rian memberengut kesal.

"Kenapa sih Ndrew. Lo terus aja nistain gue. Salah gue apa cobak?" ucap Rian mendramatis.

"Salah lo banyak. Banyak...., banget.
Gak kehitung deh salah lo sama gue!"

Aku mengeleng-gelengkan kepalaku. Melihat Andrew dan Rian yang terus saja berdebat membuat rasa kantuk diam-diam menyelimutiku. Tak tahan dengan rasa kantuk yang terus menyerang. Akhirnya aku duduk disamping Andrew, dan menyendarkan kepalaku di kaki sofa. Sejurus kemudian aku mulai memasukki alam mimpi.

Langit Senja (Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang