🎃DUAPULUHTIGA🎃

114 7 0
                                    

“Hai, sayang!”

Aku menoleh, memeperhatikan Langit yang baru saja datang menghampiriku di taman belakang sekolah.

Aku dan Langit resmi berpacaran setelah Andrew memberikan izinnya kepada kami. Lebih tepatnya setelah kejadian dimana Langit masuk kerumah sakit demi menyelamatkanku.

Aku tersenyum, menatap Langit yang dua kali lipat terlihat lebih tampan dengan seragam rapi cowok itu. Sebenarnya saat ini Langit sedang melaksanakan simulasi untuk mempersiapkan ujian nasional yang sebentar lagi akan dilaksanakan oleh murid kelas 12 seperti Langit. Oleh karna itu Langit memakai seragamnya dengan rapi, tidak seperti biasanya yang lebih sering tampil acak-acakan.

“Lagi ngapain?" tanya Langit. Duduk tepat disampingku.

“Lagi nafas! Kalau kamu?"

Ohya! Kalian harus tau, kalau sekarang aku dan Langit selalu menggunakan Aku-kamu jika berbicara. Lebih tepatnya semenjak kami resmi berpacaran.

“Apa ya...,Mm, lagi mencintaimu!" ucap Langit. Mengedipkan sebelah matanya kearahku.

Aku sontak mencubit pinggang cowok itu. Entah kenapa, aku selalu saja merasa salting saat Langit menggombal atau bersikap manis kepadaku. Jangan salah, langit itu ternyata sangat romantis. Sangat bertolak belakang dengan wajah datarnya. Dan langit sudah membuktikan itu semua. Pada saat hari ulang tahunku. Tepat jam dua belas malam, Langit datang ke jendela kamarku dengan kue berbentuk hati yang diberi lilin ber- angka 16, sesuai dengan umurku saat itu.

Saat kutanya kenapa Langit melakukan itu, dan tidak membuat pesta kecil untukku. Langit menjawab. 'Kalau buat pesta kayak gitu, udah terlalu ekstrim. Kebanyakan cowok-cowok udah ngelakuin itu u tul pacarnya. Dan aku itu kreatif, aku gak buat pesta karna aku sengaja oengen ngerayain hari bahagia kamu cuma sama aku aja. Cukup kita berdua.’ seperti itu kira-kira kata-kata yang langit ucapkan waktu itu. Dan aku hanya bisa tersenyum, sembari mengacak rambut Langit gemas.

“Gimana simulasi nya? Lancar? Bisa ngerjain, ngak?" tanyaku. Menatap Langit penasaran. Bukan apa-apa, aku hanya ingin cowok itu mendapat nilai yang baik. Dan semua itu kan, untuk masa depannya juga. Aku sebagai pacar hanya bisa mengingatkan Langit untuk belajar dan menyemanggatinya sebelum cowok itu pergi ke kelasnya.

“Bisa dong. Pacar kamu kan, pintar!” jawab Langit penuh percaya diri. Kadang-kadang aku jadi heran, sejak kapan Langit berubah jadi narsis?

“Narsis! Awas aja nilai simulasi jelek!”

“Gak bakal, percaya deh.”

“Hmm.., serahmu aja!"

“Senja, jalan,yuk!"

“Kemana?"

“Kemana aja, yang penting sama kamu!"

“Mm..., nonton aja gimana? Aku denger ada film baru yang tayang di bioskop!"

“Oke, kita jalan sekarang!" ucap Langit. Bangkit berdiri, menggengam tanganku, kemudian membawaku menuju parkiran tempat mobilnya terparkir.

            ***

“Gimana? Seneng gak?” tanya langit. Ketika kami baru saja keluar dari gedung bioskop.

Aku mengangguk, tersenyum lebar, dan bersiap menerjang Langit dengan pelukanku.

“Aku seneng....,banget. Makasih ya, sayang.” ucapku manja. Aku juga tidak tau persis, kapan aku memiliki sikap manja. Yang jelas, aku selalu saja manja bila berada didekat Langit. Entahlah, aku selalu merasa nyaman bila berada disamping cowok itu. Rasanya, tidak ada lagi tempat ternyaman yang bisa aku singgahi selain didalam pelukan hangat Langit. Sorry, kalau aku lebay. Tapi, itu lah perasaanku yang sebenarny.

“Kita pulang, yuk?! Udah malam, kamu harus istirahat!" tutur Langit. Yang kubalas dengan anggukan.

Aku tersenyum, mengecup pipi Langit sekilas. Ketika sikap mendapat sikap manis cowok itu yang membukakan pintu mobil untukku. Memang sederhana, tapi itu sudah cukup membuatku bahagia.

Selama perjalan menuju rumahku yang menyita waktu kurang lebih 30 menit. Langit selalu saja melemparkan candaannya yang membuatku tak berhenti-berhentinya untuk tertawa. Aku tak menyangka, ternyata seorang Langit yang cueknya keterlaluan, yang datarnya sedatar tembok dan dinginnya sedingin kutub, bisa membuat oranv tertawa dengan candaan garingnya.

Karna terlalu asik bercanda, aku sampai tak sadar kalau mobil Langit sudah berhenti tepat didepan pagar rumahku.

“Mau mampir?” tawarku. Ketika aku gan Langit sudah keluar dari dalam mobil.

“Udah malam, gak baik dilihat tetangga. Aku nitip salam aja buat mama dan papa!” tutur Langit yang kubalas dengan anggukan.

Langit memang cukup dekat dengan keluargaku. Bahkan mama dan papa menyuruh Langit memanggil mereka dengan sebutan 'mama-papa' ketika mereka tau bahwa aku dan Kangit sudah jadian. Dan satu lagi, mengenai Andrew. Kakak laki-lakiku itu sudah sepenuhnya merestui hubunganku dengan Langit. Langipula, sekarang dia sudah mempunyai Nayla sebagai pacarnya. Nayla dan Andrew memang sudah resmi berpacaran. Mereka jadian pada satu bulan, setelah peristiwa penyekapanku yang dilakukan oleh Geng Serigala dan Azra. Dan mengenai Azra. Aku sudah berdamai dengannya. Dan aku, juga sudah mencabut tuntutan kasus penyekapan yang melibatkan dia. Sehingga sampai saat ini Azra tidak ditahan oleh polisi.

   Aku tersenyum memperhatikan mobil Langit yang semakin menjauh. Setelah kurasa mobil Langit tak terlihat lagi, barulah aku berbalik melangkah memasuki rumahku.

Aku berjalan melewati ruang keluarga, menaiiki tangga menuju kamarku. Tanpa disengaja, aku berpapasan dengan Andrew yang baru saja mau menuruni tangga.

“Dari mana,lo?" tanya Andrew.

“Jalan, bareng Langit. Lo sendiri mau kemana, malam-malam gini?” tanyaku. Menatap Andrew penuh selidik. Bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan pukul 22:00, tetapi Andrew malah sudah rapi dengan jaket boomber kesayangannya.

“Kepo! Dah, gak usah ngurusin urusan gue!” tukas Andrew. Berjalan melewatiku.

Aku memutar bola mataku malas. Dasar Andrew, kalau urusanku saja dia selalu ikut campur. Tetapi giliran urusannya, aku sama sekali tidak boleh tau. Uhh, menyebalkan.

Tbc.

Maafkan author yang amatiran ini.
Salam,

                   Nuralia_023

Langit Senja (Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang