🎃DELAPANBELAS🎃

87 6 0
                                    

Aku menutup pintu mobil Rian yang baru saja mengantarku pulang kerumah.

“Thank's ya. Gue masuk dulu!” pamitku hendak beranjak pergi memasuki halaman rumahku.

“Senja, tunggu!” panggil Rian. Membuatku menghentikan langkahku dan berbalik menghadap Rian yang kelur dari dalam mobilnya, kemudian menghampiriku.

“Kenapa?” tanyaku.

“Mm...., nanti malam lo, free kan?” tanya Rian tiba-tiba.

Aku mengangguk. Karna malam ini aku memang sedang free, dan tak mempunyai janji dengan siapapun. “Enggak! Kebetulan gue lagi free malam ini. Emang kenapa lo tanya-tanya?”

“Enggak! Gue cuma mau ngajak lo, dinner!”

“Dinner? Malam ini?”

“Iya! Lo mau kan?”

“Mm..., oke deh! Gue mau!”

“Oke! Nanti malam gue jemput lo, jam set 7!”

“Iya! Buruan pulang, gih!” usirku.

“Iya-iya! Gue pulang!” ucap Rian. Berlalu menuju mobilnya.

Rian melambaikkan tangannya kearahku. Kemudian masuk kedalam mobilnya dan berlalu pergi meninggalkan halaman rumahku.

Melihat mobil Rian yang sudah tak terlihat lagi. Barulah aku berbalik. Melanjutkan langkahku memasukki rumah.

“Dari mana lo?” tanya Andrew yang muncul dari kamarnya ketika aku hendak masuk kedalam rumahku.

Aku menoleh, menatap andrew dengan cengiran khasku. “Dari rumah Rian! Bikin brownise bareng tante Ririn!”

“Oh ya? Terus, mana kue buat gue?”

“Nih!” ucapku sembari menyodorkan kantong keresek yang berisi beberapa potong brownise yang tadi kubawa dari rumah Rian.

“Makasih!” ucap Andrew. Mengambil ahli brownise itu, dan membawanya kedalam kamarnya.

Aku menggeleng mendapati kelakuan kakakku itu. Ternyata Andrew tak berubah. Tetap sosok andrew yang sangat menyukai kue buatan tante Ririn, sama sepertiku.

Aku membuka pintu kamarku, kemudian masuk kedalamnya. Jam setengah tujuh malam nanti, Rain akan menjemputku. Dan saat ini jam audah menunjukkan pukul 18:00 Wib. Masih ada waktu satu jam untukku bersiap-siap sampai rian menjemputku nanti.

                                 ***

“Lo gak salah, ngajak gue makan disini?” tanyaku. Ketika Rian malah membawaku ke sebuah restaurant mewah yang sangat romantis. Sebelumnya aku hanya mengira Rian mau mengajakku dinner direstaurant tempat biasa kami makan. Tetapi ternyata aku salah, Rian malah membawaku ketempat romantis seperti ini.

“Enggak! Gue emang mau ngajak lo, kesini!” seru Rian. “Wainters!” panggil Rian. Membuat seorang pelayan wanita datang menghampiri meja kami.

“Mau pesen apa, mbak, mas?”

“Pesen menu spesial yang ada disini, dua.” ucap Rian tanpa menunggu persetujuanku.

Pelayan itu mengangguk, kemudian meninggalakan meja kami.

“Lo, yang traktir, ya?!” selorohku.

Rian mengacungkan ibu jarinya. Kemudian tersenyum lebar hingga memperlihatkan dua lesung pipinya.

“Senja!” panggil Rian. Membuatku mendongak menatapnya.

“Apa?” tanyaku. Ketika Rian hanya diam menatapku dalam.

“Mm, sebenarnya gue pengen ngomong sesuatu sama lo!”

“Ngomong apa? Ngomong aja kalik,”

“Mm...., sebenarnya....sebenarnya gue..”

“Permisi mbak, mas. Ini pesanannya sudah datang!” seorang pelayan datang membawa pesanan kami. Membuat kalimat Rian terhenti diudara.

“Makasih!” ucapku tersenyum geli, ketika kulihat wajah Rian yang memeberengut seperti orang yang sedang menahan pup.

“Makan dulu ya. Nanti aja ngomongya. Gue laper nih!” ucapku. Yang langsung menyantap makanan dipiringku tanpa memperdulikan wajah Rian yang semakin kusut.

                                 ***

“Senja!” panggil Rian. Membuat gerakan makanku terhenti diudara.

“Apa sih. Manggil-manggil mulu. Gak tau apa, kalau gue lagi serius makan!” gerutuku kesal.

“Tap tapi..”

“Stop, atau gue pulang sekarang juga!” ancamku.

Dan berhasil. Rian langsung diam dan kembali memakan makananya tanpa nafsu.

“Senja, dah selesai kan makannya?!” ucap Rian. Membuatku menatapnya jengah.

“Udah! Emang lo mau ngomong apa sih? Serius amat keknya.”

“Jadi gini. Sebenarnya......”

“Sebenarnya?”

“Ehm! Sebenarnya gue, suka sama lo. Dari dulu, dari semenjak kita kecil, nja!” tutur Rian. Membuatku memelonggo tak percaya.

Apa? Rian suka sama gue? Gimana mungkin, kita bahkan sudah bersahabat sejak kecil!

“Gimana?” tanya Rian.

“Gimana apanya?”

“Lo mau gak jadi pacar gue?”

Aku menggigit bibirku bingung. Jawaban apa yang harus aku berikan kepada Rian. Aku bahkan susah menganggap Rian seperti saudaraku sendiri. Tapi, aku juga tak mau membuat Rian kecewa dan sakit hati.

“Senja, gimana? Lo mau kan, jadi pacar gue?!” desak Rian.

“Gue sayang sama lo, Rian!”

Tbc.

Langit Senja (Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang