🎃TUJUH🎃

103 6 0
                                    

     Bagai disambar petir di siang bolong. Hatiku bagai teriris-iris ketika melihat Langit memakan makanan dari kotak bekal yang dibawa oleh Azra. Baru aja cowok itu menolak bekal yang kubawa untuknya. Tapi sekarang dia malah enak-enakan makan makanan yang dibawa Azra.

Aku heran, sebenarnya apa salahku sehingga langit sangat anti terhadapku. Sudah satu tahun ini aku berusaha mati-matian untuk mendapat hati Langit. Tapi sepertinya semua usahaku akan berakhir sia-sia karna kehadiran Azra yang lebih dianggap oleh Langit.

    “Lo gak ngelabrak tuh cewek centil?” tanya Nayla.

“Enggak! Buat apa gue labrak dia. Kalau Langit bahkan lebih ngangep dia daripada gue!”Seruku kemudian berbalik pergi.

Nafsuku makanku sudah hilang. Menguap semenjak aku melihat pemandangan yang membuat hatiku sakit setiap kali mengingatnya.

Aku berjalan cepat menuju kelasku. Sesampainya aku dikelas. Aku berjalan cepat menuju bangkuku. Mengambil tasku, kemudian melengang pergi menuju parkiran.

Sepertinya aku akan membolos hari ini. Aku butuh waktu untuk sendiri. Aku butuh waktu untuk memikirkan. Memikirkan akan terus memperjuangkan Langit, atau melepasnya untuk Azra.

                                ***

      “A......., gue benci dia! Gue benci dia......” teriakku lepas.

Aku berdiri di sebuah hamparan rumput hijau, yang dipenuhi dengan berbagai jenis bunga yang berwarna-warni.

Tempat ini, adalah tempat favoritku saat aku dan Andrew masih kecil. Dulu, aku dan Andrew sering pergi kesini untuk bermain di hamparan rumput hijau yang luas ini. Dan sekarang, tempat ini tetap menjadi tempat favoritku.

“Gue benci sama lo......” teriakku lagi.

“Senja!” seru seseorang. Membuatku terkejut dan menoleh.

“Lo, Senja Caremely, bukan?” tanya seorang cowok, yang memanggilku tadi.

Aku mengernyit. Dari mana cowok itu mengetahui nama lengkapku?

“I..iya! Maaf, apa kita saling kenal?” tanyaku bingung.

Bukannya menjawab. Aku malah tersentak kaget ketika cowok itu malah memelukku erat.

Aku mendorong cowok itu paksa. Menjauhkannya dari tubuhku.

“Heh! Lo jangan kurang ajar ya! Main peluk-peluk orang aja!” omelku. Menatap cowok itu tajam.

“Sorry! Tapi elo beneran gak ngenalin gue?” tanya cowok itu.

“Gak! Gue gak kenal!” ucapku ketus.

“Gue Andrian Gionard! Masih belum ingat?”

Aku menutup mulutku tak percaya. Sejurus kemudian, aku sudah memeluk cowok didepanku itu erat.

“Rian...., gue gak nyangka bisa ketemu elo lagi!” ucapku. Bersamaan dengan melerainya pelukanku padanya.

Aku masih tidak percaya, melihat teman masa kecilku yang sudah lama menghilang, kembali hadir dihadapanku. Rasanya seperti mimpi!

Andrian tertawa. Mengacak-ngacak rambutku seperti saat kami masih kecil dulu.

“Gue lebih gak nyangka bisa ketemu lo lagi di tempat ini!” seru Andrian.

“Selama ini elo kemana aja? Hilang tanpa kabar. Gue sama Andrew nyariin elo tauk!” omelku.

“Sorry nja! Gue waktu itu gak sempet ngabarin elo sama Andrew. Waktu itu gue terlalu kalut, karna denger bokap sama nyokap gue mau cerai. Jadi, gue putusin buat pindah ke London, dan tinggal sama oma gue disana.”

Aku terkejut mendengar cerita Andrian yang sangat memilukan. Kasihan Andrian, harus menerima kenyataan pahit itu diusianya yang saat itu masih berumur tujuh tahun. Satu tahun lebih tua dariku.

“Sorry gue gak tau! Btw, apa kabar om Gio dan tante Ririn?” tanyaku mencoba menyingkirkan suasana canggung yang beberapa waktu lalu sempat menyelimuti kami.

“Mereka baik-baik aja! Papa tinggal di singapur, dan mama saat ini ada di jakarta!” ucap Andrian.

“Wah, kapan-kapan lo harus bawa gue ketemu sama tante Ririn. Gue kangen pengen makan kue buatan nyokap lo!” ucapku terkikik sendiri. Mengingat dimana dulu aku sangat menyukai kue buatan mama Andrian, yang sangat lezat. Bahkan, seringkali aku berebut kue dengan Andrew jika tante Ririn datang memberi kue ke rumah kami.

“Haha! Boleh-boleh. Pasti mama bakal seneng banget, kalau kue nya dihabisin sama lo!”

Setelah itu. Kami pun saling bercerita tentang kehidupan satu sama lain. Aku bercerita tentang hidupku, mulai dari Andrian yang tiba-tiba menghilang, sampai sekarang aku yang sedang merasa patah hati karna cowok. Sedangkan Andrian, dia dengan sabar mendengar curhatanku. Sambil sesekali dia memberi saran kepadaku. Kami terus bercerita hingga kami saling tenggelam dalam suasana mengenang masa-masa kecil kami.

Langit Senja (Complite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang