Nangis

51.1K 5.9K 1K
                                    

Vote, Comment and Happy Reading 💚

****

Apa Jaemin Marah pelipisnya terluka karena Jeno?

Jawabannya tidak. Jaemin hanya.. Takut mungkin? Karena Jujur, Selama menjalin hubungan Dengan Jeno, baru kemarin dia melihat Sisi lain Jeno yang seperti itu.

Cowok manis itu melirik jam di dinding kamarnya. Pukul tiga sore dan dia tau Jeno masih ada di depan rumahnya sejak tadi pagi.

Jaemin tidak ingin bertemu Jeno bukan karena Marah. Tapi karena dia tau, dia sudah membuat Jeno kecewa.

Sejujurnya Jaemin marah pada dirinya sendiri, kenapa dia tidak bisa tegas pada Xiaojun.

Tapi apa Jaemin menyesal karena masih saja bertemu dengan Xiaojun? Jawabannya tidak. Jaemin bukan tipe orang yang menjauhi orang lain hanya karena disuruh. Dia akan melakukannya saat dia ingin. Dan kalau boleh jujur, dia tidak ingin menjauhi Xiaojun.

Bukan, bukan karena Jaemin menyukai Xiaojun. Tapi karena Jaemin sudah menganggap Xiaojun sebagai kakaknya sendiri. Kakak yang dulu selalu melindungin Jaemin saat ia di cemooh hanya karena dirinya menyukai warna Pink di saat cowok-cowok seusianya dulu menyukai warna Hitam.

Dulu Jaemin hanya punya Renjun, Haechan dan Xiaojun sebagai sahabatnya. Waktu Xiaojun menyatakan perasaannya pada Jaemin sesaat sebelum dirinya pindah untuk bersekolah di Shanghai, Jaemin dengan tanpa ragu menolak.

Dan saat itu Xiaojun mengerti. Dia menerima dan minta Jaemin berjanji untuk tidak membenci dirinya karena sudah menyukai Jaemin dan tetap menganggapnya sebagai sahabat juga Kakak.

Jaemin mengiyakan saat itu. Bahkan Sampai sekarang.
Xiaojun sahabatnya, Xiaojun Kakaknya.

Tapi sekarang ada perasaan yang harus ia jaga. Perasaan milik Kesayangannya, Lee Jeno.

Dan Jaemin paham, dia harus memilih.

****

"Dari kapan lo disini?"

Jeno menoleh waktu ia mendengar suara Renjun yang baru saja datang ke rumah Jaemin, ada Haechan juga berjalan di sampingnya. Tangan kanan Cowok itu menenteng Paper Bag berlogo restoran Ayam Goreng Favorit Jaemin.

"Dari pagi." Jeno menjawab waktu dua anak itu ikut mendudukkan diri di Kursi teras Rumah Jaemin.

"Nggak di bukain pintu?" Haechan bertanya.

Jeno mengangguk. "Iya. Dia bilang dia nggak marah. Tapi kenapa nggak mau ketemu sama gue? Gue khawatir sama lukanya."

"Nana emang nggak marah, dia takut. Takut lo yang marah sama Dia."

Satu Alis Jeno terangkat mendengar ucapan Renjun. "Lo tau dari mana?"

"Semalem Waktu gue ngobatin lukanya dia bilang gitu."

Jeno menghela Nafasnya. "Gue emang marah, tapi bukan sama Pacar gue. Gue marah sama si Brengsek Xiaojun yang udah seenaknya nyium Nana!"

"Kak Dejun semalem itu mabuk, Jen."

"Mabuk atau nggak gue tetap nggak bisa terima kelakuannya, Njun! Bener kan Firasat Gue selama ini, kalo itu cowok pasti punya rasa sama Jaemin. Dan lo berdua tau itu kan? Bahkan Nana sekalipun."

Renjun dan Haechan saling melirik satu sama lain. Salah nih kayanya mereka datang kemari. Malah kena semprot Jeno.

"Kalian tau kan?!"

"Iya kita tau." Ini Haechan yang menjawab. Membuat Jeno mendengus sebal.

"Kalian tau dan masih aja ngebiarin Nana ketemu sama Xiaojun! Sahabat apaan lo berdua. Seharusnya lo berdua bisa nasehatin Jaemin buat nggak ketemu si Brengsek itu! Bukannya malah dukung! Nana tuh udah punya Gue!"

NOMIN TweetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang