❤ TUJUH

41 6 3
                                    

“BISAKAH kalian melihatnya? Di tempat ini, yaitu di Copper Box akan diadakan pertandingan antara tim SHARKS dan tim VIKINGS. Lihatlah tempat ini, dipenuhi dengan penonton.”

Seorang reporter menunjukkan para tim yang akan bertanding kearah kamera, “Itu, tim Basket yang terkenal di London. Tidak, tapi di seluruh dunia, tim VIKINGS!”

Dari pintu masuk, datanglah sekelompok tim basket yang memakai kaos berwarna hitam, dengan garis putih di leher dan tangannya. Mereka terlihat sangat hebat.

“Usia rata rata pemain mereka masih 21 tahun. Tapi, mereka berhasil memukau semua orang dengan permainan mereka bahkan kemampuan mereka tidak kalah dengan tim-tim NBA. Permainan seperti apa yang akan diperlihatkan tim VIKINGS di pertandingan mereka ini?”

Semua anggota tim VIKINGS berdiri di tengah tengah lapangan dan melambaikan tangannya, menyapa para penonton.

“Sedangkan di satu sisi, tim basket yang juga terkenal di seluruh dunia, tim SHARKS!”

Dari pintu masuk, datanglah lagi sekelompok tim basket yang memakai kaos berwarna putih, dengan garis biru tua di leher dan tangannya. Hal tersebut secara spontan membuat para penonton menjerit dan bertepuk tangan secara meriah.

Mereka telah sampai di tengah tengah arena dan melambaikan tangannya untuk menyapa para penonton.

“Kathryn, kau tahu? Aku sudah tidak sabar ingin memulai pertandingan ini” ucap Tamika.

Kathryn tersenyum senang, “Bersabarlah sebentar lagi”

“Maaf telah membuat kalian semua menunggu. Pertandingan antara klub SHARKS dan VIKINGS akan segera dimulai!” kata seorang reporter yang berada di dekat lapangan Copper Box.



“Apa semuanya akan berjalan dengan lancar diantara mereka berdua?” tanya Wenas dengan meneguk sebotol soda. Kini mereka berlima—Daniel, Angelo, Wenas, Bryan, dan James sedang berada di rumah Daniel dan melihat pertandingan bola basket yang Kathryn ikuti di layar televisi.

“Sudah lama aku tidak melihat pertandingan bola basket” kata Angelo.

“Benar juga. Kebanyakan, kita yang malah bermain dan di tonton banyak orang” sahut Wenas manggut manggut.

“Tapi jika kita bertanding dan tidak ada penontonnya, sama aja bohong dong”
“Benar juga”
“Kau dari tadi benar benar saja” celetuk Bryan.

“Kan memang benar”
Bryan manggut manggut, “Benar juga”
“Tuh kan”

Mereka bertiga—Angelo, Wenas, dan Bryan akhirnya tertawa.

James yang melihat Daniel sedang serius, seketika muncul ide jahil di otaknya yang membuat ia ingin sekali mengganggu Daniel.

“Jangan ganggu aku James” kata Daniel, padahal James baru saja niat di dalam hati.

James memasang wajah datarnya, “Belum juga mulai. Kau ini tahu saja”

Daniel tak menggubris ucapan James dan kembali fokus melihat ke layar televisi. Disitu tersorot wajah Kathryn yang tersenyum dan melambaikan tangannya untuk menyapa para penonton. Entah kenapa melihat Kathryn tersenyum, rasanya itu membuat hatinya merasa sangat bahagia. Mungkin benar, ia mulai mencintai gadis cantik yang ia juluki cewek kasar itu.

Lakukanlah Kathryn, rebut bolanya, lalu shoot! Ucapnya dalam hati.

“Nah, itu Sandy! Sudah lama aku tidak melihatnya” James mendekatkan wajahnya ke layar televisi sehingga membuat teman temannya tak bisa melihat ke layar karena tertutupi kepala James.

“Tepi James. Kau menutupi layarnya!” kata Wenas dengan nada meninggi.
“Bodo amat”

“JAMES!!!” mereka berempat—Angelo, Daniel, Wenas, dan Bryan, berteriak secara bersamaan.
“Welcome to mobal legend”
“MOBILE JAMES!!!”

KathNielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang