Baru saja Adrian menutup pintu rumah, ia di kejutkan dengan kehadiran sang kakak yang sering ia panggil Mas Akbar dari arah belakang. Sepertinya sang kakak baru selesai mandi jika dilihat dari tampilannya.
" Baru pulang dari mana dek?"
" Dari rumah temen mas. Mas baru pulang juga?"
"Iya, duduk gih. Ngobrol bentar". Kata Akbar sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya. "Sekolah gimana? Sorry ya, Mas pulang malah muter – muter jarang ngobrol sama kamu"
Menurut Adrian kakaknya ini tipe pria yang kalem dan tegas seperti papanya. Dari cerita mamanya, Akbar sedari kecil tidak pernah minta yang aneh – aneh, selalu nurut dan patuh. Jika Adrian lebih dekat dengan sang mama, maka Akbar lebih dekat sang papa bahkan mereka memiliki hobi yang sama yaitu memancing. Tak heran jika keluarga mereka sedang berkumpul maka Akbar dan sang papa akan menghabiskan waktu untuk memancing seharian yang berakibat sang mama uring – uringan.
Akbar sekarang menetap di Jogja, menjalankan usaha homestay dan rumah makan kecil – kecilan yang ia dirikan sendiri. Di usia yang menginajak kepala tiga, Akbar sudah terbilang mapan dari segala hal. Mulai dari ekonomi dan usia. Pertayaan kapan nikah bagi Akbar sudah di anggap angin lalu.
"Sekolah mah dari dulu ya gini – gini aja mas. Kalo nggak di selingi dengan main ya mumet" jawab Adrian dengan cengiran polos. Tak ayal membuat Akbar gemas hingga handuk pun melanyang memukul Adrian.
"Main boleh dek tapi jangan sampai keterusan, kata mama kamu juga udah berhenti bimbel. Mas nggak larang – larang kamu, tapi mas harap kamu bisa berfikir dewasa apa yang kamu lakukan sekarang akan berdampak di masa depan kamu"
Adrian hanya menundukkan kepala dan mendengarkan dengan baik setiap wejangan dari kakaknya. Karena sedari kecil mereka didik untuk saling menghormati, menghargai dan menjaga satu sama lain.
"Pacar gimana dek? Nggak mungkin tampang kaya kamu ini nggak punya pacar". Sambung akbar dengan seringai nakal. Mendengar pertanyaan tentang pacar muka Adrian langsung memerah, ia jadi malu. "Ya gitu deh, mas Akbar sendiri gimana kapan dibawa pulang calonnya?"
Menderngar pertanyaan itu akbar langsung menghela nafas, ia menyandarkan kepalanya di sofa sambil menatap langit – langit rumah. "Nggak tahu dek, mas udah cari – cari dia tapi kayanya dia udah pindah. Mas denger keluarga nya pindah keluar kota mungkin dia ikut". Adrian menatap sang kakak lalu menepuk bahunya. "Nggak papa mas, kalo jodoh nggak bakal kemana. Kaya asam di gunung, garam di laut. Akhirnya mereka ketemu juga kan di panci". Akbar hanya bisa tertawa mendengarnya, ia selalu bersyukur memiliki keluarga yang saling mendukung satu sama lain.
"Nanti kalo kamu udah kuliah di Jogja, kamu tinggal sama mas aja. Tapi kalo kamu pingin cari tempat tinggal sendiri juga nggak papa mas nggak larang. Mas hanya jalanin perintah mama".
"Aku sih nurut aja mas. tinggal dirumah mas oke, tinggal sendiri juga nggak masalah".
"Jadi anak yang nurut orang tua ya dek, kasian mama sama papa udah mulai tua. Mas mau tidur dulu, makan gih mama tadi masakin makanan kesukaan kamu tuh". Akbar pergi meninggal Adrian sendiri.
Ia masih ragu untuk pindah ke Jogja demi melanjutkan pendidikannya. Adrian merasa berat sebelah meninggalkan Oca, apakah hubungan mereka akan baik – baik saja jika mereka menjalani hubungan jarak jauh. Karena tidak bisa bertemu setiap saat lagi. Entahlah.
***
Oca keluar ruang bimbingan dengan wajah sumringah, tidak sia – sia ia harus begadang ekstra beberapa hari ini demi sebuah coretan bertuliskan acc. Skripsinya sudah hampir rampung ia hanya perlu revisi sedikit di bagian bab empat. Kini ia paham dengan cara bu Tifa dalam membimbing mahasiswanya, ia juga merasa mudah untuk lanjut ke dospem satu. Selain itu Oca juga harus lebih memahami lagi skripsinya agar nanti waktu sidang ia bisa lancar. Fokus pada skripsinya membuat intensitas untuk bertemu dengan Adrian juga sedikit sulit. Apalagi kini Adrian sudah persiapan untuk masuk kuliah ke Jogja, kadang Oca merasa kesepian ia merasa mulai bergantung pada Adrian. Meski Adrian sibuk sekolah jika Oca minta di temani untuk mencari buku atau waktu dulu ia blusukan – blusukan mencari responden laki – laki itu siap menemaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweety Brownies
Roman d'amour"Lo putus dari pria tampan, mapan, mateng. Dan sekarang beralih ke anak SMA?" - Meta E. Wulandari "Yang mateng gak bisa bikin gua bahagia". Rossa Anandita Putri