03

3.5K 184 9
                                    

Tiga bulan sudah Oca menyandang status sebagai jomblo, bukannya ngenes ia justru merasa lebih happy. Kini sudah tidak ada orang yang melarangnya melakukan hal ini – itu. Oca tipe orang yang suka kebebasan, tidak suka diatur. Tapi ia masih memilki kontrol diri, Ibu-Meta adalah sosok orang yang selalu mengingatkannya untuk mejaga diri. Kadang ia merasa sedih, kenapa bukan Mama-nya yang mengingatkannya kenapa justru orang lain.

Hubungan Oca dengan Mama-nya tidak bisa dibilang baik – baik saja. Ia merasa asing dengan Mama-nya. Mama-nya menikah diusia muda, delapan belas tahun. Dulu saat ia masih tinggal dengan orang tuanya, Oca selalu dijadikan sasaran pelampiasan kemarahan sang Mama. Oca selalu dianggap sebagai batu sandungan untuk sang Mama meraih mimpinya. Oca kadang heran, ia anak kandung atau anak punggut sebenarnya.

Oca justru lebih dekat dengan Papa-nya. Walaupun tegas tapi beliau bisa memposisikan diri dengan baik dihadapan Oca. Orang bilang jika memiliki Ibu dengan jarak usia yang tidak terlalu jauh bisa dijadikan sosok seorang kakak atau teman, tapi nyatanya Oca tidak bisa. Mama-nya terlalu tertutup dengannya, komunikasi sangat jarang. Hal ini yang membuat Oca lebih sering menghubungi Papa-nya ketimbang sang Mama. Termasuk membahas kandasnya hubungan dengan Agus.

Hari ini sepertinya adalah sial milik Oca. Ia telat datang ke kampus dan tidak boleh masuk kelas, kini saat ia pulang motor-nya mogok pula. Benar – benar lengkap sudah kesialannya hari ini.

Mau tak mau ia harus menuntun motornya, ia sudah mencoba menghubungi kedua sahabatnya Meta dan Davi. Tapi sialnya Meta ada kelas pengganti dan si Davi ada kegiatan dengan organisasinya.

Saat ia sedang menuntun motor-nya dijalanan yang cukup sepi dan hari mulai gelap tiba – tiba ada seorang pengendara menggunakan motor jenis sport menghampirinya. Orang itu mengenakan helm full face, jaket kulit warna coklat tua. Tapi Oca yakin laki – laki yang kini tengah turun dari motor dan menghampirinya masih anak SMA, ia tahu karena laki – laki itu memakai celana abu – abu khas anak SMA.

"Motor-nya kenapa mbak?" tanya pria itu sambil membuka helmnya.

Sesaat Oca dibuat melongo.

Gilak ini cowok ganteng parah.

"Hah? Oh mogok nih". Jawab Oca masih tebengong.

Laki – laki itu hanya senyum sambil manggut – manggut.

Alamak.. itu senyumnya kok kayak gula jawa.

"Boleh saya lihat?" tawar laki – laki itu.

"Nggak usah mas, nggak pa-pa kok depan sana kayaknya ada bengkel deh". Walapun tampan Oca harus tetap waspada. Sekarang penjahat banyak yang tampan – tampankan?.

"Tenang aja mbak, saya nggak bakal ngapain – ngapain mbak kok".

Duh Gusti senyumnya. Di apa-apain saya juga nggak pa-pa kok

Oca nggak sanggup menjawab ia sudah meleleh dengan senyumnya, ia hanya melihat laki – laki itu memeriksa motor Oca sambil menghubungi seseorang.

"Temen saya bentar lagi datang, maaf ya mbak saya nggak bisa nolongin apa – apa. Soalnya ada urusan penting"

"Eh, nggak pa – pa. Nggak usah minta maaf segala". Oca tidak enak hati.

Tak berselang lama seorang dengan motor Vixion warna putih menghampiri mereka.

"Nah ini temen saya, mbak ama dia aja ya. Tenang aja dia ngak macem – macem kok anaknya" pamit pria tersebut.

Oca merasa tidak asing dengan laki – laki yang baru datang ini. ia mencoba mengingat – ingat di mana ia pernah ketemu.

My Sweety BrowniesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang