Tautan Kalbu

26 5 5
                                    


Aku mengenalmu dalam kesederhanaan. Dalam lipatan kecil lembar-lembar buku puisiku yang kusam, aku menemu parasmu. Engkau adalah sepasang tangan yang memapah penaku yang patah. Menyusupkan bara semangat baru untuk kata-kataku tetap mengudara diantara pualam langit jiwa. 

Pertemuan kita teramat sederhana, berawal dari dua pasang sajak yang saling mencumbu denyar kekaguman. Hatiku tertaut pada segala kesederhanaan yang menyelimuti tubuhmu. Awalnya kufikir Tuhan tak pernah adil kepadaku, namun dari segala ucapmu aku belajar bahwa Tuhan telah melahirkan umatnya beserta jalan yang paling membahagiakan.

Perjalanan kita kembali berjalan sangat sederhana. Cukup kita saling bercakap tentang langit-langit aksara, menuai bulir-bulir sajak, dan menemu potongan bait-bait puisi. Segalanya berjalan amat sederhana, cukup senyum yang kita bagi dalam porsi sama rata. Terkadang tangispun tak sanggup kita sembunyikan, dan akhirnya tanpa sengaja kita membaginya berdua.

Mungkin kita telah berbagi segalanya, bahkan segala kisah paling muram pada lembar terdahulu. Namun, ada satu hal yang belum mampu kubagi denganmu. Sepiring candu rindu berbungkus renjana yang masih kusimpan dalam tudung saji do'aku. Aku belum mampu menanggung hal paling berat, aku belum sanggup menerima hal paling menyakitkan jika aku menyajikannya kepadamu.

Wujud ketakutan itu menjelma secara tiba-tiba. Aku takut senyummu pudar dan akhirnya menghilang. Aku takut engkau berhenti memapahku, dan aku belum sanggup jika harus pergi darimu. Maka biarkan kisah ini masih berjalan secara sederhana. 

Jika saat itu tiba , engkau akan tahu. Siapakah sosok pecundang yang dengan sangat berani mencuri namamu. Siapakah si penakut yang bersembunyi dibalik tawa renyahnya. Siapakah si pemilik do'a yang menyelimuti malam-malammu. 
Itu aku...

Dalam sepi pengharapan
Angsa Kertasmu
04 Januari 2020

AFRODITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang