Jika rindu, ungkapkanlah. Sebab rindu tak pernah punya iba.
***
Sudah berulang kali aku mengirim SMS, bahkan Line kepada Dirga, hanya saja dia tidak membalasnya sama sekali. Atau memang Dirga sangat sibuk hingga tak bisa membalas tiap pesan yang kukirimkan?
Bukan maksudku untuk menjadi seseorang yang pengatur atau apa. Namun tidak ada kabar tentang Dirga membuatku khawatir. Apa tempat kerjanya pindah ke pedalaman? Apa Dirga kecopetan? Oke, kemungkinan- kemungkinan yang kupikirkan rasanya terlalu absurd.
Untuk menjawab rasa penasaranku yang mulai menggunung, aku memberanikan diri berjalan ke koridor kelas anak IPS yang berada di seberang. Beberapa orang sempat menatapku, dan aku hanya menunduk, mencoba berpikir kalau mereka hanya merasa asing. Memang, aku jarang sekali keluar kelas dan bergaul. Lagi pula, memangnya ada yang mau berteman denganku?
Oh, ya. Selepas Dirga berseru kepada teman-temanku tempo hari, banyak teman sekelasku yang melontarkan banyak pertanyaan yang tentu saja tak bisa kujawab dengan lancar. Selain terkejut, aku juga tak biasa karena mereka mengelilingi mejaku, seolah aku sedang membagikan makanan enak secara gratis.
Kembali ke soal aku yang berjalan menuju kelas Dita. Sepupu Dirga itu jelas orang yang ramah dan pandai bergaul. Sekarang saja dia sedang duduk-duduk di selasar kelas bersama teman-temannya, membicarakan sesuatu yang tampaknya asyik. Sejenak aku ragu apakah harus kembali lagi atau tidak. Aku terlalu malu menghampiri mereka.
Untungnya Dita sempat melihat ke arahku dan melambaikan tangan. Dia berbicara sejenak ke orang-orang di sekitarnya dan berdiri, menghampiriku yang masih mematung. "Hai, Lara. Tumben nyariin gue, ada apa?"
Aku menunjukkan tulisan di notes yang telah kusiapkan sejak tadi. Dita melihatnya, keningnya mengerut dan aku tidak tahu kenapa dia seperti itu.
Lo tau Dirga ke mana?
"Gue... tau, sih...."
Aku menulis lagi. Ke mana?
Dita diam, membuatku bingung. Kalau dia tahu, mengapa malah diam?
"Mmm... gue nggak akan ngasih tau sekarang. Mending nanti pulang sekolah lo ikut gue aja ke Bang Dirga. Gue bawa motor kok."
Oke, sepertinya Dirga memang sedang benar-benar sibuk. Aku mengiakan ucapan Dita dan kembali ke kelas.
Sisa pelajaran hari itu tidak kuperhatikan dengan baik. Penjelasan panjang lebar yang diterangkan di depan kelas juga tidak masuk ke kepalaku. Pada jam pelajaran terakhir yakni pendidikan kewarganegaraan, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dan kelompokku melakukan presentasi di depan kelas. Karena keterbatasanku, seperti biasa aku selalu mendapat bagian menjadi notulis dan yang menulis materi pokok di papan tulis. Bagiku, ini sangat menyelamatkan hariku yang memang sedang tidak menentu. Jadi aku tidak perlu melakukan tugas selain menulis dan menulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara (SELESAI)
Truyện Ngắn(SUDAH SELESAI DAN MASIH TERSEDIA SECARA LENGKAP) LARA DAN SEMESTANYA YANG KEHILANGAN RASA Kisah-kasih itu bukan soal indera yang sempurna, tetapi tentang rasa dan jiwa yang saling mencinta. Dirga siap untuk berbicara untuk Lara, mendengar untuknya...