Hati boleh patah, tetapi kehidupan harus tetap berlanjut. Suka atau tidak, kamu harus bangkit dari sakitnya patah hati.
***
Aku menatap pot bunga di pangkuanku, lalu beralih menatap ke depan, ke pusara yang terbilang baru di sini. Aku menghela napas, tidak memedulikan rokku yang kotor karena aku duduk di atas rerumputan yang masih basah akibat hujan tadi pagi.
Sekelebat memori melintas di kepalaku, membuat sesak yang tak bisa kutahan. Alhasil, dadaku remuk redam dibuatnya. Rasa sakit itu masih ada, seakan tak pernah ingin beranjak sedikit saja. Kepergiannya meninggalkan harapan yang tak pernah terwujud, sekaligus meninggalkan kisah yang telah berakhir. Kisah yang berakhir dengan kesedihan.
Aku masih belum percaya kamu pergi, Dirga. Aku masih merasa kamu ada di sisiku. Berbicara penuh keceriaan, memandangku penuh perasaan. Namun, nyatanya, ragamu tak ada, hanya diriku yang memaksa untuk menganggapmu masih berada di dunia ini.
Bahkan, melihatmu pun aku tak bisa. Kamu ada di sana, sendirian. Apa kamu kesepian, Dirga?
Jika jawabannya adalah iya, maka aku akan mengirimkan doa untukmu agar kamu tidak perlu merasa kesepian lagi. Namun, aku malah mengingat tentang ucapanmu dulu. Kamu mengatakan jika aku berdoa untukmu, kamu akan memelukku dalam keheningan.
Tetapi, tidak terjadi apa-apa, Dirga. Justru hanya tetes air mata yang jatuh, sebab rindu semakin menggebu dan kehadiranmu hanya harapan semu bagiku. Mengapa kamu harus pergi dan meninggalkanku di sini seperti ini?
Maaf jika aku tak membawakanmu apa-apa, karena itu sama saja aku rela membiarkanmu pergi. Jujur, aku belum mampu merelakan, aku belum mampu melepaskan.
Aku ingat, Tante Kamilia sempat marah padaku meski tak lama. Tapi itu membuatku semakin merasa bersalah. Kamu pergi kala bersamaku.
Langit kembali mendung, awan tebal yang hitam menutupi sinar sang surya untuk jatuh ke bumi. Di saat itu aku terisak kembali, mengingat tiap kenangan yang tak akan bisa kita jalani lagi. Saat di angkutan umum, saat di kafe ataupun tempat makan lainnya, saat kamu menyatakan perasaanmu, saat di mobil itu, hingga nyanyianmu yang menyadarkanku bahwa tak ada luka yang benar-benar musnah.
Pikiranku tumpang tindih. Aku memikirkan tentang reaksi Ayah saat aku menangisi kepergian Dirga. Dia menganggapku sangat berlebihan dan tidak ada gunanya berbuat demikian. Dia mengatakan bahwa perasaanku hanya perasaan sesaat saja, tak lebih. Bagaimana mungkin perasaan sesaat bisa membuatku begitu larut dalam duka?
Kemudian tentang harapan Dirga yang awalnya berada di dalam pot bunga ini. Aku telah membacanya, dan itu benar-benar membuat dinding pertahananku hancur.
Harapanku cuma satu, buat Lara bahagia, Tuhan.
Bagaimana bisa aku bahagia jika ketidakhadiranmu membuatku terus bersedih? Tolong kembali dan katakan semua hanya mimpi, Dirga... jangan seperti ini. Kala kamu menutup matamu, aku berusaha memanggilmu. Namun tidak ada suara yang terdengar selain isakan pilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara (SELESAI)
Kort verhaal(SUDAH SELESAI DAN MASIH TERSEDIA SECARA LENGKAP) LARA DAN SEMESTANYA YANG KEHILANGAN RASA Kisah-kasih itu bukan soal indera yang sempurna, tetapi tentang rasa dan jiwa yang saling mencinta. Dirga siap untuk berbicara untuk Lara, mendengar untuknya...