Akan ada saatnya kita tak lagi berjalan bersisian, merasa kehilangan dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Di saat itulah, hanya rindu yang kuagung-agungkan.
***
Sejak kejadian di mobil tadi, aku sedikit menjaga jarak dengan Dirga. Saat berangkat tadi, aku duduk di sebelahnya, tetapi sekarang aku duduk di sofa di bagian belakang mobil. Sengaja menjauhinya.
Dirga mengerti, walau reaksinya yang senyum-senyum sendiri itu begitu menyebalkan. "Kok duduknya di sana, Lara?"
Aku menutup telingaku dengan telapak tangan, tidak mau mendengar apa pun.
"Duduknya di sini dong, sebelahan sama aku."
Bodo amat, Dirga, bodo amat!
"Aku nggak akan macem-macem kok."
Sungguh dusta yang menarik, tetapi aku tidak terpikat. Aku masih merasa kesal dengan Dirga. Bagaimana dia bisa bertindak seperti tadi? Itu menyebalkan! Dia mencuri ciuman pertamaku.
"Lara, jangan ngambek dong. Aku kan, nggak sengaja."
Malas mendengar suara Dirga, aku mencabut alat bantu pendengaran yang senantiasa menempel di telinga kananku. Hening seketika, aku tidak bisa mendengar suara apa pun selain pikiran-pikiranku sendiri.
Jangan bilang kalau aku terlalu sensitif atau berlebihan. Ini pertama kalinya bagiku, dan semua perasaan sedang kurasakan sekarang ini.
Sekali lagi, aku menoleh ke arah Dirga yang masih fokus menyetir. Lalu, aku mengembuskan napas perlahan dan berharap sisa hariku akan baik-baik saja.
***
Kabar itu kudapat dari Dita kala aku sedang mengerjakan pekerjaan rumah. Aku ingin pergi, tetapi memangnya ayahku akan mengizinkanku pergi pukul sepuluh malam begini? Tidak, tidak mungkin. Pergi ke mini market dekat rumah saja dia larang jika sudah lewat dari pukul tujuh malam.
Dirga jatuh sakit lagi.
Alhasil, aku bolak-balik berjalan di dalam kamar sambil menggigit bibir bawahku. Ada sedikit sesal mengingat apa yang kutuliskan di notes tadi sore ketika Dirga mengantarku pulang.
Jangan hubungi aku malam ini.
Apa yang harus kulakukan sekarang? Menyelinap keluar pasti tidak mungkin. Aku tidak memiliki kunci cadangan. Atau... apa Kak Rita bisa membantuku?
Aku keluar dari kamar dan segera menghampiri pintu putih yang tertutup itu, mengetuknya sebanyak tiga kali. Sejurus kemudian, terdengar seruan yang memintaku untuk masuk ke dalam. Kak Rita sedang menelungkup di atas tempat tidur. Laptop miliknya menyala, sepertinya tengah mengerjakan tugas kuliah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara (SELESAI)
Short Story(SUDAH SELESAI DAN MASIH TERSEDIA SECARA LENGKAP) LARA DAN SEMESTANYA YANG KEHILANGAN RASA Kisah-kasih itu bukan soal indera yang sempurna, tetapi tentang rasa dan jiwa yang saling mencinta. Dirga siap untuk berbicara untuk Lara, mendengar untuknya...