[1] Keputusan

942 62 31
                                    

"Keputusan ini sudah fix?" Qanita berdiri di pintu kamar Zhavia dan menonton gadis itu menyusun satu persatu isi lemarinya ke dalam koper.

"Iya. Aku akan berangkat. At least satu minggu. Aku sudah ambil cuti 12 hari," ungkap Zhavia.

Qanita merasakan nafasnya sulit dihembuskan. Apakah dia benar-benar mendengar kalimat Zhavia dengan benar atau hanya halusinasinya saja. Pasalnya Zhavia tidak pernah bercerita apapun soal ini.

"Zha, kayaknya kamu perlu pikirkan lagi. You have very good career here. Kamu tahu itu." Qanita meras perlu mengingatkan dimana posisi Zhavia.

"Aku tahu, tapi aku harus move on." Zhavia menegaskan kata terakhir bersamaan dengan mencampak sehelai kerudung biru muda ke dalam koper. Kerudung baru dari brand hijab kenamaan yang dia beli di  toko online.

Kening Qanita mengerut. Tidak mengerti maksud Zhavia.

"Move on? Move what? Soal apa?" Qanita mendekat. Duduk di tepi ranjang yang dipenuhi barang-barang.

"Aku dan Rama... End!"

"What?!" Qanita tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Jangan cari alasan, Zha. Nggak lucu."

Siapa yang percaya, pasangan paling oke ini berakhir. Tidak ada yang akan percaya dan terima jika mereka berdua tidak bersama lagi. Maka perlu ia tegaskan bahwa Zhavia sedang bercanda. Ia berbohong. Mencari alasan untuk mencoba peruntungan dalam pertarungan satu kursi profesi sejuta ummat.

"Aku serius. Kami sudah jalan masing-masing. Tidak ada lagi Rama Zhavia. Hanya ada Rama Andhika dan  Xaviera Yolandra Zhavia. So, I hope you won't mention him longer." Zhavia melirik Qanita dengan ancaman.

Lirikan Zhavia dapat dibaca oleh Qanita dengan pasti. Sahabat dari orok ini tidak main-main. Dia serius. Kata-katanya benar.

"But, why?!" Qanita penasaran. Siapa yang tidak penasaran? Pasangan yang diprediksikan paling langgeng dan akan berakhir di pelaminan sampai maut memisahkan ini. Oh, tidak! Hanya orang yang baru mengenal mereka yang akan berkata mereka tidak akan bersama selamanya.

"Ada hal yang tidak perlu aku ceritakan. Kamu sebaiknya cari tahu sendiri." Mimik Zhavia mendadak berubah.

Qanita paham. Tentu sesuatu yang buruk tak termaafkan terjadi. Cepat ia mengalihkan pembicaraan, "Bawakan aku kopi Aceh. Kalau masih bertetangga dengan damai."

Zhavia terkekeh, "Sejak kapan kamu minum kopi?"

"Bukan untuk aku."

"So?"

Rona merah jambu muncul beberapa detik di wajah Qanita. Meskipun cepat lenyap Zhavia sempat melihatnya. Senyumnya melebar. Dia langsung tahu arah kalimat bukan untuk aku.

"Oh, jadi.... Akhirnya kamu mau juga jadi istri orang Aceh?!" Goda Zhavia. Selama ini Qanita selalu menolak dengan alasan tidak masuk akal.

"Belum mikir sejauh itu. Tapi aku bisa mencoba untuk berkomitmen, kok. Nggak ada slaahnya kita coba dulu, kan?!"

Zhavia tertawa. Kegundahan yang tadi terbaca di wajahnya lenyap seketika. Ya ampun, ternyata sahabatnya jatuh cinta.

"Doakan aku pulang kampung dengan keputusan paling baik. Jalan paling baik," harap Zhavia penuh permohonan diikuti anggukan kepala Qanita.

[^_^]

"Eh, ada peserta dari Jakarta, nih. Namanya aneh pula." Jae menunjuk sebuah nama di halaman daftar peserta CPNS yang akan mengikuti Seleksi Kemampuan Bidang beberapa hari ini.

Zayn ZhaviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang