[2] Rama dan Kiara

420 54 2
                                        

Pesawat Garuda Indonesia mendarat di bandara internasional Sultan Iskandar Muda. Tepat jam enam sore. Tidak ada yang menjemputnya. Dia sempat menghubungi Izzy sebelum pesawat lepas landas dari Jakarta. Sayangnya, desainer lulusan Paris itu sedang di Bangkok untuk urusan bisnis. Izzy berjanji akan mengirimkan seseorang untuk menjemputnya. Meskipun ragu takut merepotkan, Zhavia tidak berani menolak tawaran itu. Siapa yang bisa dia andalkan di Aceh? Zhavia belum mengenal siapa-siapa.

Usai mengambil koper, Zhavia menarik ke pintu di bagian kedatangan. Banyak orang di sana. Mereka menunggu sanak famili yang tiba dari Jakarta dan Medan. Zhavia sudah pasrah. Mungkin dia harus memesan taksi online atau naik taksi bandara ke Banda Aceh. Dia mungkin harus segera ke penginapan. Untunglah, dia sudah membooking sejak penguman jadwal SKB beredar.

"Kak Zhavia, kan?" Sebuah suara muncul dari arah kanan Zhavia. Mengagetkan karena di Aceh tidak ada yang dia kenal selain Izzy. Izzy tidak akan memanggilnya dengan sebutan kak.

Zhavia mengangguk. Dia memperhatikan gadis langsing dengan postur tubuh tinggi langsin di depannya. Senyumnya manis. Khas sekali gadis Aceh.

"Kak, aku Sita. Temannya kak Izzy. Tadi kak Izzy WA dari Bangkok. Katanya minta dijemputkan kak Zhavia ke bandara." Tanpa basa basi, gadis ini langsung memperkenalkan diri.

"Oh, hai! Aku Zhavia." Zhavia mengulurkan tangan. Canggung.

"Yuk, kak. Mobil aku di sebelah sana. Butuh usaha sedikit untuk jalan." Katanya semangat. Dia juga minta izin untuk menarik koper Zhavia.

Orang Aceh ramah-ramah. Ini kesan pertama Zhavia. Melintas pula di benaknya, apakah lelaki Aceh seramah dan setia?

"Kak Izzy ada acara di Bangkok. By the way, kak Izzy juga kasih kunci rumahnya, kak. Katanya kakak boleh nginap di sana." Ketika mereka masuk ke mobil, Sita menyanpaikan satu informasi penting lagi.

"Wah, makasih banget. Kalau soal nginap, aku udah booking penginapan. Kayaknya kamu bisa antar aku ke Dreaming Inn, Sit. Makasih banget buat tawarannya."

"Ngomong langsung ke kak Izzy, deh, kak. Aku cuma menuruti perintah saja." Sita tersenyum manis. Senyuman begini diyakini akan membuat para cowok klepek-klepek. "Ada satu hal yang kak Zhavia nggak boleh nolak. Ini tradisi kami orang Aceh."

"Apa?!"

"Kita makan dulu. Kak Zhavia pasti lapar dan capek. Kan kak Zhavia tamu. Bingung nyari makan ntar."

Zhavia tertawa pelan, "Kalau yang ini aku nggak bisa nolak."

"Mantap! Kita makan dimana?"

"Terserah tuan rumah, deh." Zhavia melirik ponselnya yang bergetar beberapa kali menunjukkan notifikasi di LINE dan Whatapps.

Sementara Sita menyetir, Zhavia terganggu oleh pesan masuk dari Rama. Ia memilih membaca pesan Izzy terlebih dulu.

Izzy Ayumi Rheyzia
10.01- Zha, gue tau lo udah booking penginapan. Gue juga nggak salah buat nyuruh cancel, kan?! Lo nginap di rumah gue, deh.

10.11- Kalau lo nggak enak cancel, malam ini lo nginap di penginapan. Mulai malam besok lo nginap di rumah gue, ya. Lo bisa pake mobil gue buat operasional.

10.13- Gue ngirim supir juga buat lo. Kalau saja lo merasa nggak nyaman nyetir di Banda Aceh sendirian.

10.14- Zha, jangan tolak kebaikan gue, ya. Sorry banget gue nggak di tempat. At least, gue bisa servis lo, ya.

Izzy tersenyum. Temannya ini memang paling tidak bisa menerima kebaikan orang sekalipun. Dia pasti akan berpikir untuk membalasnya. Sayangnya, kebaikannya selalu disalahartikan. Izzy terlalu polos untuk menghadapi orang-orang berniat ke kiri.

Zhavia membalas cepat dengan satu pesab untuk menanggapi semua pesan Izzy.

Dear Izzy,
Gue udah di Banda Aceh dengan teman lo. Sita namanya. Kita lagi cari tempat makan yang enak. Malam ini gue akan nginap di Dreaming Inn. Akan gue pikirkan tawaran lo malam ini. Anyway, thanks banget atas sambutannya. Gue akan tinggal seminggu di Aceh.

Kirim.

Jempolnya gatal untuk mengetuk pesan dari Rama. Dia tahan demi kestabilan suasana hati di negeri orang. Satu nama itu bisa mengacaukan semuanya.

Ya, semuanya. Segalanya.

"Kak, suka ayam dan pedas-pedasan nggak?" Tanya Sita mengganggu semua pikirannya tentang Rama.

"Eumm... Boleh. Kebetulan aku suka banget sama ayam." Zhavia tidak bohong. Meskipun melihat gerai makanan fastfood di depannya akan membuat selera makannya menurun.

"Nggak apa-apa, ya, kita makan di sini?!" Sita memastikan lagi.

"Oke. Dimana saja oke. Aku ikut kata tuan rumah, deh."

Keduanya turun dari Honda Jazz merah dengan plat BL. Langkah Zhavia terasa berat masuk ke Ayam Lepaas. Apalah daya, dia sedang dutraktir. Seringkali logika dan perut tidak bisa berkompromi melawan kenangan.

[^_^]

Kiara melongokkan kepala ke ruangan jurusan Syariah dan Ekonomi Islam. Senyumnya terkembang ketika melihat lelaki dengan uban yang mulai bertaburan itu duduk di balik meja kerja dengan posisi membelakangi. Lelaki itu pasti sedang tidur. Bebannya sebagai ketua prodi memang tidak bisa dipungkiri berat, namun Kiara tidak bisa berbuat apa-apa selain memperhatikan dari jauh.

Kasihan Safir, sejak memutuskan hidup sendiri jadi tidak terurus. Harusnya pikiran Safir bisa diubah. Kalau saja lelaki ini tidak keras kepala dengan keputusannya. Lelaki paling keras kepala yang pernah dia kenal sejak dan pernah masuk dalam hatinya.

"Hm, kamu masih memantau dia, kak?!" Sebuah suara mengejutkan Kiara. Kesal, ditepuknya pundak Gemina keras.

"Jangan keras bicara seperti itu. Gimana kalau didengar orang?" Tegurnya.

"Tapi memang benar, kan?" Tebak Gemina mendesak.

"Nggak. Kebetulan lewat saja."

"Ya, ampun, kak! Kamu tuh nggak bisa nyembunyiin apapun dari aku, kak."

"Kata siapa nggak bisa. Jangan sok tahu, ah!"

"Alahai, kak. Kamu tuh masih sama kayak dulu, ya. Nggak bisa kalau nggak kepo."

"Sudah! Atau aku nggak mau bicara lagi dengan kamu, Gem!"

Gemina mengangkat dua jari menandakan peace. "Baiklah, kak. Gemina Anastasia berjanji tidak akan mengganggu kak Kiara Halmahera dengan bapak itu."

Kiara memalingkan wajah cepat. Seolah dia sedang marah dan tidak menyukai sikap Gemina. Sebelum berlalu, ia melirik sekali lagi ke dalam ruangan. Lelaki itu masih terlelap dalam posisi duduk. Ingin rasanya dia masuk dan menyelimuti paha hingga kakinya. Suhu pendingin ruangan bisa menyebabkan Safir pilek di musim panas seperti ini. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain melewatinya.

[^_^]

Dear Olivers,
Pernahkah kalian ke Aceh? Jika pernah, apa yang paling berkesan dari Aceh?

Oh, ya. Nama kampus ini fiktif, ya. Jangan diambil hati karena saya tidak memilih setting dengan kampus besar di Banda Aceh seperti UIN Ar-Raniry atau Universitas Syiah Kuala.

Salam sayang,

Olivia Ailinna

Zayn ZhaviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang