Bab 2

898 133 15
                                    


Taehyung mesti menghabiskan empat hari menginap di rumah sakit. Ia merasa sangat tolol. Ini pertama kalinya ia harus dirawat di rumah sakit. Jungkook berkata bahwa Taehyung benar-benar beruntung tak ada satupun tulang di tubuhnya yang patah. Hanya saja punggungnya dipenuhi lebam parah.

"Kau ini terbuat dari apa sih, Hyung? Kau mirip kecoak, susah sekali untuk binasa." Jungkook berseloroh saat ia mengunjungi Taehyung di rumah sakit. Pemuda itu menghabiskan apel yang tadi dibelinya sebagai buah tangan untuk sang kakak angkat.

Taehyung tak berkata apa-apa. Ia sibuk mengingat-ingat kejadian di malam itu. Tak lama setelah si tukang pukul klub melemparkan kursi padanya, Taehyung jatuh pingsan. Bukan karena rasa sakit di punggungnya, melainkan karena luka menganga di belakang batok kepalanya menyebabkan Taehyung kehilangan banyak darah.

Jungkook bercerita kalau si tukang pukul hampir saja membunuh Taehyung, namun untungnya, salah satu anak buah Taehyung datang tepat waktu untuk menyelamatkan nyawanya.

"Lalu bagaimana dengan gadis yang bersamaku?" Taehyung menoleh.

Jungkook terlihat bingung. "Siapa?"

"Gadis yang bersembunyi di kolong meja klub." Taehyung mencoba sebisanya untuk menjelaskan siapa yang ia maksud.

"Ah," Jungkook mengangguk. Ia paham maksud Taehyung. "Temannya buru-buru menarik gadis itu pergi ketika kau pingsan. Mereka kabur. Kenapa?"

"Tak apa-apa." Jawab Taehyung. Ia menoleh ke luar jendela rumah sakit. Sudah berhari-hari ini wajah gadis itu tercetak jelas dalam ingatannya. Dia... Mungkinkah aku bisa bertemu dengannya lagi?


……………….............................................................


Semenjak para berandalan tak dikenal menyebabkan kekacauan di XX Club, Yoona belum lagi menginjakkan kaki di tempat itu. Ia masih sedikit trauma setiap kali teringat kejadian malam itu. Ia masih terbayang jelas wajah pemuda yang jatuh pingsan di hadapannya. Pemuda itu bukanlah seorang lelaki baik-baik. Yoona sempat melihatnya mengayunkan pemukul bisbolnya dan menghajar sana-sini. Dua orang tukang pukul klub yang bertubuh besarpun dipersennya tanpa ampun. Yoona bergidik ngeri. Siapakah lelaki itu? Dia dan teman-temannya telah menyebabkan kekacauan hebat di dalam klub. Orang itu seharusnya dimasukkan ke dalam penjara agar tak seenaknya membuat onar lagi. Tapi..... Yoona mendesah bingung, pemuda itu telah menyelamatkan nyawanya. Dia membiarkan punggungnya dihantam oleh sebuah kursi besi sehingga kursi itu tidak sampai mengenainya.

Yoona menghela nafas. Ia menggelengkan kepala cepat-cepat. "Tidak, lelaki itu tidak melindungimu, Yoona. Dia hanya... Hanya..." Tetap saja, Yoona tak mampu menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan apa yang telah dilakukan oleh lelaki tersebut untuknya.

Telepon Yoona berdering. Nama Taeyeon muncul di layar ponsel. "Ya?" Yoona berkata.

"Bisakah kau belikan sabun, sampo, karbol, roti, rumput laut, susu dan kue kering?"

"Jangan bilang kalau kau lupa membeli itu semua, Tae." Yoona cemberut.

"Maaf. Maaf. Aku lupa. Haha." Taeyeon tertawa dari ujung telepon.

"Huh. Apa boleh buat. Aku akan membeli semuanya. Ada yang lain?"

"Tidak sih," jawab Taeyeon, "tapi aku takkan menolak kalau kau mau mampir ke kedai donat dan membeli satu lusin untukku."

"Terus apa lagi?" Nada suara Yoona mulai meninggi.

"Sudah cukup." Taeyeon buru-buru mematikan teleponnya sebelum Yoona mulai menjadi marah.

Yoona mengambil mantelnya yang digantung di belakang pintu. Ia berjalan cepat menuju halte bis.

TEARS: Drawing Our Moments | Vyoon FanficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang