Pagi itu Yoona merasa enggan untuk keluar rumah. Ia bahkan tak memiliki keinginan untuk turun dari tempat tidurnya. Namun ia memiliki banyak hal yang harus dilakukan hari itu. Salah satunya adalah mengunjungi Seohyun di rumah sakit. Taeyeon sudah berangkat kerja sejak subuh karena hari itu gilirannya masuk pagi. Sudah sejak lama Taeyeon bekerja di tiga tempat sekaligus; toko roti, pabrik kertas, dan juga klub malam. Yoona merasa sedih karena saudari angkatnya itu mesti bekerja sangat keras.
"Aku berniat untuk melunasi hutang-hutang kita." Jawab Taeyeon ketika Yoona memintanya untuk tidak lagi bekerja di tiga tempat sekaligus.
"Tapi memiliki tiga pekerjaan sangat melelahkan. Tubuhmu bisa rusak. Kau hampir tak pernah beristirahat."
"Aku beristirahat ketika aku tidur."
"Kau hanya tidur 2-3 jam sehari."
"Itu sudah cukup. Dan jangan kau pelototi aku seperti seorang ibu begitu." Taeyeon melahap potongan besar cokelat sebagai sarapannya. "Aku masih setahun lebih tua darimu." Ia menjengek, "bagaimana dengan dirimu sendiri? Berapa lama si bajingan Jaehee itu memberimu libur sebelum dia kembali memeras darah, keringat, dan airmatamu lagi?"
Yoona menekuk bibirnya. Wajahnya sangat tertekan dan terlihat begitu muram seakan-akan tengah menunggu vonis mati.
"Kapan setan itu akan kembali dari Eropa?" Taeyeon meneguk segelas susu.
Yoona meringis pilu. "Minggu depan."
Taeyeon tak menyahut.
"Kenapa kau tanya-tanya tentang dia? Kau kangen padanya?" Yoona tersenyum menggoda sahabatnya.
Wajah Taeyeon terlihat seperti habis dicekik hantu. "Aku akan langsung gantung diri sendiri kalau aku sampai kangen pada iblis itu."
Yoona semakin cekikikan. Namun Taeyeon bisa melihat duka membayangi kedua mata Yoona yang indah.
"Yoona,"
"Eung?"
"Kita kabur, yuk."
Yoona berhenti tertawa. Ia menatap Taeyeon lama. Akhirnya gadis berwajah lugu itu tersenyum. Sebuah senyum yang terlahir dari rasa perih, putus asa, dan juga secuil harapan.
………………………………………………................................
Sebelum matahari pagi naik semakin tinggi, Yoona berangkat menuju rumah sakit. Hatinya diombang-ambing oleh berbagai kesedihan yang muncul silih berganti. Ia memikirkan Taeyeon, Seohyun, Taehyung.... Ah mengapa ia malah teringat pada Taehyung?
Yoona mengayunkan tas tangannya dan menendang beberapa kerikil kecil di jalanan.
"Yoona,"
Yoona mengangkat wajah. Taehyung berdiri di hadapannya. Lelaki tampan itu tampak seperti orang yang tengah dirundung kesusahan. Penampilannya seperti orang yang tidak tidur berhari-hari.
"Apa maumu?" Pasti sudah ribuan kali Yoona menanyakan pertanyaan yang sama pada Taehyung.
"Aku tak tahan ingin minta maaf atas kejadian malam kemarin."
Yoona menunduk. Wajahnya terlihat murung. "Mengapa kau bertingkah kekanak-kanakan? Apa aku ini cuma kau anggap mainan rusak?"
Taehyung mengacak-acak rambutnya sendiri. "Aku kehabisan ide, Yoona." Ia terlihat putus asa. "Aku sangat menginginkanmu, hatimu, cintamu. Dan aku takut takkan pernah bisa membuatmu jatuh cinta padaku...."
Yoona diam saja tak menyahut.
Taehyung memberanikan diri mendekati Yoona. "Aku sudah mencoba semua cara yang kutahu untuk bisa mendekatimu, tapi kau terus menolakku... Aku bukan sebuah komputer, Yoona. Aku juga tidak pintar. Bagaimana lagi caraku agar bisa memenangkan hatimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TEARS: Drawing Our Moments | Vyoon Fanfic
FanfictionCinta tidak pernah salah. Taehyung mengira cintanya akan membuat Yoona bahagia, tapi ia keliru. Cintanya malah menjungkir-balikkan dunia mereka. Apa jadinya kalau seorang suruhan mafia jatuh cinta pada seorang gadis yang tidak memiliki apa-apa? Itul...