Satu-Satunya

94 8 6
                                    

Sepertinya hidupku dan hidup Meg memang senasib. Aku sebatang kara dan dia buta. Makanya, ke mana-mana kami berdua saja. Kayak ban motor.

Selain buta, Meg juga tuli parsial. Dia sulit sekali mendengar suara rendah. Aku sampai harus berteriak-teriak untuk berkomunikasi dengannya. Kadang, aku harus menyentuh punggung tangannya. Menyampaikan kode-kode yang telah kami sepakati sebagai komunikasi alternatif selain berteriak-teriak. Memangnya nggak capek, apa, teriak-teriak melulu? Bisa-bisa aku disiram orang sekomplek karena berisik.

Meg, aku harus buang hajat. Bisakah kau menungguku di sini? Jangan ke mana-mana. Jalanan sedang sangat ramai. Nanti kau tertabrak bemo. Aku memberitahu Meg waktu kebelet buang air. Lalu aku pergi mengitari taman. Mencari tempat untuk melepaskan hajat yang sudah diujung tanduk.

Namun, baru juga merasa lega, aku terperanjat melihat kerumunan orang-orang di jalan. Ada yang memekik ngeri, ada yang sibuk berkata, "Telepon ambulans!"

Firasatku langsung tak enak. Aku berlari kencang menerjang kerumunan. Menyibak kaki-kaki yang menghalangi jalanku. Benar saja. Meg, si gadis bodoh itu, terkapar di jalan. Ia tertabrak mobil. Seluruh tubuhnya berdarah-darah. Ia merintih menggapai-gapai udara. Mengacungkan sekantong makanan favoritku. Sialan kau, Meg. Buat apa pergi beli makanan dan menyebrang jalan tanpaku?

Aku menghambur ke tubuh Meg. Menangisinya yang tengah meregang nyawa. Meg, ayo bangunlah. Jangan mati seperti ini. Nanti aku kesepian. Sialan, bangunlah! Ayo, bangun kataku! Aku sibuk menyentuhi tangan Meg. Memberinya isyarat-isyarat. Namun, Meg tak juga merespon.

"Pindahkan anjing itu, cepat!" Seseorang yang baru turun dari ambulans berteriak-teriak pada beberapa yang sedang berkerumun. Tahu-tahu tubuhku diangkat menjauh dari Meg. Aku menyalak marah tidak terima. Aku menggeram. Mendengking. Lalu menyalak-nyalak lagi.

Lengkingan yang lebih memilukan dari dengkinganku membuat semua wajah yang berkerumun tertunduk lesu. Aku tahu apa artinya. Meg, sahabatku satu-satunya, telah pergi.

Purwakarta, 23/01/2020
Rachiana Galih

#RabuFF 
#PerempuanMenulis

SENANDIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang