Marah Laut

49 2 1
                                    

Namanya Marah Laut. Konon, ia lahir dari ibu yang seganas ombak, tapi selembut buih lautan. Ayahnya, Sang Pelaut itu, tak pernah kembali pulang ketika kapalnya dihantam amarah badai pada suatu malam panjang yang menyisakan riak gelombang di permukaan.

Marah Laut kecil bersahabat dengan semesta. Pesisir pantai adalah rumahnya yang hangat terpanggang cahaya matahari musim kemarau. Di tempatnya itu hujan memang jarang turun. Surya bersinar sepanjangan tahun. Kalaulah hujan tiba-tiba saja turun, Marah Laut menyebutnya anomali. Ia akan berlari di sepanjang pesisir, membiarkan tubuhnya dibasuh air yang turun dari langit. Sesekali ia butuh air tawar untuk membersihkan garam-garam yang seperti meresap dibalik pori-pori kulitnya yang legam.

Menginjak dewasa, ketika otot-otot tubuhnya yang lencir dan liat itu terbentuk, Marah Laut jadi primadona di desa pesisir. Konon, gadis-gadis sana mengatakan bahwa Marah Laut adalah keajaiban semesta. Di mana seorang anak manusia yang memiliki warna mata secerah angkasa dan rambut selegam karang, sementara kulitnya cokelat hangus karena terus-terusan terpanggang matahari; mampu menaklukan badai di lautan. Ia membelai ombak-ombak yang mengamuk itu layaknya sahabat lama, mengarunginya seperti menunggangi ternak piaraan. Oh, tentu para gadis itu tergila-gila meski mereka tahu betul Marah Laut hanya mencintai ombak dan lautan.

Di suatu hari yang terik dan panjang, seorang gadis tetiba mampu memikat Marah Laut. Sebab gadis itu memiliki rambut yang riak bagai gelombang di samudra, matanya sedalam biru lautan, memancarkan rindu yang selama ini ia kenang seperti tatapan sang ibu. Oh, alangkah elok!

Marah Laut memintal kecintaannya yang menggebu. Ia persembahkan segalanya untuk si gadis yang misterius. Gadis yang konon tak terlihat mata. Hingga pada suatu malam itu, tatkala badai mengamuk di kejauhan dan angin berputar-putar menerbangkan atap rumbia, Marah Laut menghilang di lautan. Konon, ia mengikuti sang gadis berenang menuju keabadian.

Purwakarta, 11 Juni 2020.

SENANDIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang