Memoar

41 4 0
                                    

Aku ingat terakhir kali kau menangis karena laki-laki. Saat senja. Ponselku berdering. Kau bicara panjang, sayangnya aku lupa. Tapi dapat kutangkap kemarahanmu. Kesedihanmu. Perasaan terkhianati yang memerangkapmu dalam saput tak kasat mata.

Aku ingat, kau adalah perempuan yang ceria. Suka tertawa dan makan banyak. Lalu bicara berjam-jam hanya dengan ditemani udara kota yang mengembuskan rintik-rintik lembap musim hujan. Saat cangkir kopi kita sama-sama telah tandas. Berampas.

Hari ini aku menuliskan memoar yang mencelat dari dasar kepala. Tentang perjumpaan-perjumpaan kita di masa silam. Tentang kafe dan restoran, juga kedai pinggir jalan. Tentang sepatu yang lupa dilukis tapi masih diingat sepuluh tahun kemudian. Tentang gosip-gosip kecil yang kemudian jadi ruang pertemuan yang panjang. Tentang masa-masa yang telah berlalu semenjak putih abu hingga kita berpisah di jalan itu.

Orang bilang kita teman. Bagiku, kau selalu lebih dari itu. 

Purwakarta, 12/03/20
Untuk Nurul.

#RabuFF
#PerempuanMenulis

SENANDIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang