Balerina

30 2 0
                                    

Pada suatu hari yang panas dan lembap oleh udara musim kemarau, ibu pernah menghardikku di depan banyak orang.

Katanya, dengan suara parau yang bergetar karena menahan tangis, "Yang Ibu lihat justru bukan omongan orang-orang yang menghambatmu. Tapi dirimu sendiri!"

Lalu ibu pergi. Entah karena marah, atau karena muak. Yang pasti, karena aku begini.

Perlu lebih dari setahun bagiku untuk merenungi ucapan terakhir ibu. Menyadari bahwa setiap katanya mengandung kebenaran tentang kondisiku. Karirku. Lima belas tahun terakhirku yang mungkin akan menguap sia-sia kalau aku terus begini; berkubang dalam kemarahan dan menyalahkan orang lain.

Kini, aku kembali ke atas panggung. Pada sorot lampu gading yang tak lagi terasa menyilaukan. Memang sulit menari hanya dengan satu kaki. Namun, lebih sulit lagi kalau aku berhenti memperjuangkan mimpi, sekaligus memperjuangkan lima belas tahun terakhir yang kuhabiskan tanpa pernah sehari pun alpa berlatih menari.

Suara-suara sumbang, yang semula meragukan kembalinya si Angsa Putih yang hanya memiliki satu kaki, kemudian bungkam. Seiring dengan lompatan tinggiku menjangkau udara, mimpi besar itu semakin terlihat nyata. Persetan dengan ucapan orang.

Purwakarta, 27/02/20
Untukmu yang sedang berjuang meraih semesta mimpi.

#RabuFF
#PerempuanMenulis

SENANDIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang