Aku sudah paham arti tatapanmu itu. Kau tak suka kopi. Kau suka cokelat. Tapi, di lemari dapur tak ada cokelat. Hanya ada kopi bubuk yang getirnya terkalahkan oleh getir pandangan matamu.
Aku meraih mantel. Di Kopenhagen, yang sepanjang tahun selalu dingin, musim bersalju tak ubahnya seperti neraka. Kalau manusia masih percaya bahwa di neraka hanya ada api, maka kupersilakan merasakan titik siksa di minus 32 derajat celsius. Di sini.
Kau tak bicara apa-apa. Aku juga malas berkata-kata. Kubiarkan pandanganmu jadi satu-satunya pengantarku menuju gerbang neraka. Begitu angin dingin menerpa wajah, rasanya nyawaku seperti dicabut paksa. Dan aku masih harus menempuh ratusan meter menuju sebuah kedai kopi milik temanku. Memesan secangkir cokelat susu yang harus kupanaskan lagi dalam cerek sebelum kusajikan di depanmu.
"Lagi?" tanya Oscar begitu melihatku yang terbalut mantel dan gundukan syal mendatangi kedai kopinya menjelang tengah malam. Dia tahu sekali kebiasaanmu yang menggelikan itu.
Aku mengangguk sambil menyerahkan selembar lima puluh krona. "Beri aku diskon," tambahku.
Oscar menyerahkan cokelat susu panas dalam cangkir kertas berbarengan dengan recehan lima belas krona sebagai kembalian.
"Terima kasih. Sampai jumpa, Oscar."
Aku kembali menembus dinginnya neraka yang berhamburan salju. Mataku kering. Hidungku seperti ditempeli kerak es. Dingin bukan main sampai aku ingin sekali mengumpat pada Tuhan.
Mendekati apartemen, langkahku kian cepat. Kau pasti akan menyambutku dengan tatapanmu yang tak mengenakkan itu. Dan itu menyebalkan. Kau sendiri tahu bagaimana membekunya kota ini saat musim dingin. Namun, kau masih tega menatapku begitu bahkan saat tak tersisa lagi cokelat di apartemen kita.
Tergopoh-gopoh kupanaskan cokelat yang nyaris beku itu dalam cerek. Menuangkannya di gelas, lantas meletakkannya di atas altar persembahan.
"Kau sudah lama mati, Sayang. Kenapa masih terus menatapku seperti itu saat kita kehabisan cokelat di musim dingin?" tanyaku pada pigura berisi fotomu itu sambil menghela napas.
Purwakarta, 30 Januari 2020
#RabuFF
#PerempuanMenulis
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDIKA
Short StoryKumpulan kisah yang kurawi sejak engkau membuka mata, hingga gelap memeluk senja.