Ketika percik jingga berkejaran dengan rekahan awan kelabu, ketika angin mencumbu pucuk-pucuk ilalang, ketika itu pula ia kembali berziarah. Terbang ribuan mil menjemput sebuah jambangan keramik berisikan abu puteri semata wayangnya.
Ia ingat betul bagaimana bibir puterinya yang semerah buah ceri dan sesemarak bunyi kembang api di tahun baru menjulukinya sebagai 'ensiklopedi berjalan'. Sebab, ialah yang kerap menceritakan banyak sejarah ini dan itu, peristiwa ini dan itu, bagaimana perkembangan ekonomi atau hukum terkini. Ia ingat betul bagaimana suara itu renyah merapal mimpi sederhana, "Aku ingin seperti Ayah yang menguasai semua sejarah, juga berita dari ujung ke ujung bumi. Aku ingin sepintar Ayah."
Mimpi itu membawa puteri kecilnya berkelana jauh hingga ke negeri orang. Tekadnya yang setinggi gunung dan sekeras bongkahan batu, mampu menepis keraguan dan ketakutannya semula.
Lalu tahu-tahu, puteri kecilnya yang seperti bunga menguncup, telah merekahkan diri. Ia tumbuh dewasa, jatuh cinta, dan segenap mimpi-mimpi itu berantakan. Di negeri orang, jauh dari pengawasannya, jauh dari cerita-ceritanya yang memaksa puteri kecilnya itu waspada, ia luput mengenal pertanda. Puteri kecilnya jatuh cinta pada si Pengelana.
Si Pengelana datang dan pergi sesuka hati. Menghisap sari-sari paling murni dari keluguan seorang gadis. Memerangkapnya dalam penjara nestapa hingga tiba di titik mair.
Tangis itu jatuh pada gelap malam yang membeku kian jauh. Ia mendekap jambangan keramik di tangannya sebagaimana dulu ia mendekap tubuh mungil rapuh puteri kecilnya; dengan kasih sayang yang tercurah, meruah-ruah seperti air hujan luruh dari langit.
Segenap hatinya berbisik pelan, "Andai saja dulu aku tak membacakanmu banyak kisah dari banyak buku, tentulah engkau takkan tergoda pada petualangan di negeri orang; pun takkan tergoda pada wajah-wajah baru yang menghujanimu kasih sayang palsu."
Purwakarta, 13/02/20
Untuk Papa, 97 kilometer jauhnya dari sini.#RabuFF
#PerempuanMenulis
KAMU SEDANG MEMBACA
SENANDIKA
Short StoryKumpulan kisah yang kurawi sejak engkau membuka mata, hingga gelap memeluk senja.