Forensik

54 1 0
                                    

Bagi sebagian orang, Februari mungkin bulan penuh cinta. Bagiku, Februari adalah bulan bergelimpangan mayat.

Bisa dikatakan ini Februari terburuk bagi seluruh penghuni kamar jenazah. Satu ruangan mendadak mengeluh ketika melihat anak baru itu muncul dengan penampilan berbeda. Bukan soal baju atau sepatunya yang terlihat mengilap baru, tapi rambutnya yang kemarin telah menyentuh tengkuk kini terpotong rapi. Klimis. Macam model iklan pomade.

Aku membenamkan wajah ke lautan buku. Gil, anak PPDS tahun kedua, bangkit dan membanting pintu dengan kesal. Sisanya ramai-ramai bergunjing. Ada pula yang ribut kenapa tak satu pun senior memberitahukan aturan wajib ruangan ini pada si Anak Baru.

Si Anak Baru itu celingukan. Di ruangan, mendadak tak ada seorang pun yang sudi menyapanya. Seperti aku dan beberapa orang lainnya memilih untuk bungkam. Memandang jam demi jam yang terlewat sambil was-was melirik-lirik pintu.

Dua belas jam berlalu. Tak ada tanda-tanda kedatangan tamu tak diundang akibat ulah si Anak Baru. Aku bangkit dan meregangkan tubuh. Bersiap merapikan seluruh barang-barangku yang berada di loker ketika terdengar suara roda brankar menggeleser di luar koridor. Lalu pintu terbuka. Masuklah tamu yang sejak pagi satu ruangan amit-amiti itu. Tak main-main. Lima brankar sekaligus. Lima jenazah.

"Dok, ada jenazah kasus pembunuhan. Kepalanya--"

"Cukup, Pak. Saya tahu." Aku mendengkus. "Kalau nggak kepalanya putus, mayatnya bengkak karena sudah lama ada di air, atau yang bagian tubuhnya tercerai-berai."

Lelaki yang tampaknya dari kepolisian itu menatapku bingung bercampur curiga. "Kok, Dokter tahu?"

"Gimana saya nggak tahu, Pak. Tadi pagi ada anak PPDS baru, datang ke sini habis potong rambut."

Di makin mengerutkan kening. Aku memutar mata dengan jengah.

"Jadi gini, Pak. Di ruang jenazah ini ada aturan tak tertulis bahwa orang yang tugas nggak boleh potong rambut." Aku berkata sambil membanting pintu loker dan memasang sarung tangan. "Kalo dilanggar, yang muncul modelan begini ini," tudingku dengan ekor mata pada kantong jenazah yang menggembung. Mengabsennya satu per satu.

Lelaki itu masih menatap agak bingung.

"Yang jelas, anak baru itu besok bakal saya jadikan mayat," ujarku geram. "Gara-gara dia saya gagal kencan valentine malam ini."

Purwakarta, 06/02/20

#RabuFF
#PerempuanMenulis

SENANDIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang