17. awall'

8 3 0
                                    

Mungkin ketidak sengajaan adalah awal dari semua.....

÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷

Suasana SMA Permata sekarang sepi, karena semua siswa-siswi pergi ke SMA Gemilang untuk lomba dan mendukung tim basket SMA Permata vs Gemilang sebagai babak final. Semua pergi kecuali Masya dan Devan yang sedang duduk dikelas yang sepi dan hening.

Masya tengah sibuk bermain dengan ponselnya, sedangkan Devan dengan wajah sedunya menonton Drakor. Mereka memutuskan untuk tidak pergi karena malas. Masya sebenarnya mau pergi, karena tadi Ardi mengajaknya tapi dia menolak. Masya bilang akan datang ke sana sendiri.

Sedangkan Devan, dia juga sama malasnya seperti Masya. Dia malas karena akan bertemu dengan Revan yang super duper nyebelin.

"Sya, pulang aja yuk" ajak Devan yang tiba-tiba merasa bosan, Sambil menutup laptopnya karena drakornya sudah selesai. Mereka didalam kelas yang sepi ini sudah hampir 3 jam. Dan dipastikan lomba antar sekolahan di SMA Gemilang juga sudah selesai.

Masya menatap Devan lalu beralih lagi ke ponselnya, membuat Devan berdecak kesal. "nungguin apa sih?" tanya Devan.

"Mager gue," balas singkat Masya, seraya memakai handset di telinganya.

"Sya kita udah lama lo disini, lombanya pun pasti udah selesai. Pasti yang nonton lomba juga udah pada pulang"

"Ya udah, deh ayo!" Masya berdiri, diikuti Devan menuju parkiran sekolah.

Ketika Masya dan Devan sampai diparkiran, ponsel Masya berbunyi. Diapun mengangkat ponselnya, dan tertera nama Mila.

Mila adalah orang yang pendiam, tidak pernah berbuat ulah. Dia selalu merendah, itu juga karena kehidupannya yang miskin. Dia sekolah mengunakan beasiswa, ayahnya sudah meninggal, dan ibunya sedang sakit-sakitan. Jadi dia juga bekerja sambilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dia tidak punya teman, hanya satu Masya. Dia adalah teman satu-satunya Mila yang bisa diajak curhat, dan yang bisa mengertinya. Seluruh siswa-siswi di sini hampir tidak mau berteman dengannya.

"Siapa?" tanya Devan

"Mila, bentar gue kesana dulu" pamit Masya, menuju belakang mobil, Devan hanya mengangguk malas.

"Cepetan, gue tunggu di mobil" jawab Devan, seraya masuk kedalam mobilnya Masya. Masya hanya diam dan berjalan, tidak merespon kata Devan.

"Halo mil, ada apa?" tanya Masya pada lawan bicaranya di ponsel.

"em... Aku..aku" kata Mila gugup.

"Apa? Gak usah kayak sok takut gitu dong suaranya" Balas Masya, sambil sedikit membuat candaan.

"Aku, bantuin aku sya" kata Mila dengan suara tercekat dan menahan tangis.

"kenapa, bantuin apa? Gue enggak ngerti" Masya merasa khawatir dengan kondisi Mila.

"Ibu, ibu... ibu aku meninggal Sya.. Hiks" kata mila dengan suara bergetar dan menangis.

Seketika Masya mematung, dia sudah menganggap ibunya Mila adalah ibunya. Masya membiyayai rumah sakit untuk ibunya Mila. Ibunya Mila sudah menganggap Masya seperti anaknya sendiri. Terbukti dengan kasih sayang yang diberinya kepada Masya. Tanpa sadar air matanya lolos dikelopak mata.

Masya berlari menuju mobil, membuat Devan yang menunggu kebingungan. Masya menyalakan mesin mobilnya, lalu mengegas dengan kecepatan maksimal kerumah Mila.

My Perfect BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang