Iyo mengernyit bingung. Hari ini Chakra kelihatan begitu uring-uringan. Laptop yang ia paksa tutup dan lembaran buku yang begitu jelas sengaja ia biarkan berserakan. Seingatnya, enggak ada tugas yang harus diselesaikan mendesak. Dan kali ini, Iyo seperti melihat orang yang frustasi karena skripsinya. Seberantakan itu seorang Junho Chakrakasya saat ini.
"Kenapa sih, Chak?" tanya Iyo penasaran. "Kayak mahasiswa abadi lagi ngerjain skripsi lo,"
Chakra menghela napas pelan, duduk di pinggir kasur dan dengan santainya memainkan stik PS milik Iyo. Iyo yang sedang menikmati burger rendang kesukaannya semakin dibuat kebingungan. Sore-sore begini kenapa suasananya jadi menegangkan, ya.
"Kamu inget Deera, Yo?" tanya Chakra pelan. Matanya fokus pada benda persegi panjang di hadapannya. Dia cuma memainkan stik tanpa menyalakan PS-nya sama sekali. Bakat Chakra memang bukan gaming.
"Deeva maksud lo?"
"Deera. Adeera Leony,"
"Deeva juga namanya Adeeva Leony," balas Iyo singkat membuat Chakra gemas sendiri.
"Deera, Yo. Yang dulu pernah saya kenalin ke kamu waktu masih kecil. Dulu kita sering main teroris-terorisan bareng,"
Iyo memiringkan kepalanya, berusaha mengingat kembali kejadian beberapa tahun lalu. "Bentar, bentar," ia sedikit kesusahan. Pasalnya, sudah terhitung empat tahun dia tinggal di Bandung, meninggalkan Jakarta dan sejuta kenangannya.
"Yang manggil lo Junho, bukan? Yang cengeng dulu tuh suka nangis di belakang pohon?" tebak Iyo heboh. Chakra mengangguk cepat, membenarkan tebakan Iyo.
"Terus kenapa emangnya? Mati dia?" tanya Iyo lagi yang langsung mendapat decakan sebal dari Chakra.
"Yang kemarin ngirim surat, itu dia," ucap Chakra pelan. "Dia nitip salam ke kamu,"
"Waalaikumussalam, sistur gue," balas Iyo dengan semangatnya membuat Chakra geleng-geleng kepala. "Sampein aja, Chak, salam balik dari Inan ganteng," kekehnya memutar kembali ingatan masa kecilnya.
Tepatnya, 11 tahun yang lalu, Chakra bertemu Deera di belakang pohon taman bermain. Sayang sekali, padahal saat itu ia sedang bermain petak umpet dengan Iyo. Dan di balik pohon adalah persembunyian favoritnya. Tapi karena Deera yang menangis di sana, ia jadi bingung sendiri. Di satu sisi, ia takut sekali Iyo berhasil menemukannya dan ia akan kalah dalam permainan. Tapi di satu sisi, gadis kecil yang seumuran dengannya itu membuatnya iba. Ia bingung, karena saat itu, ia bisu. Chakra enggak tahu bagaimana menenangkannya.
Junho. Berkali-kali ia terkejut karena pertama kali dalam hidupnya, ia dipanggil seperti itu. Di saat bersamaan, Iyo datang menemukannya, sekaligus bertemu Deera. Entah dari mana asalnya Deera bisa berada di sana, di taman bermain di samping sekolah Iyo dan Chakra. Karena seingat keduanya, Deera bukan bagian dari mereka. Kerennya waktu itu, papan nama mereka menjadi kejutan luar biasa. Di umur 7 tahun, Chakra pertama kali dipanggil Junho oleh Adeera. Untuk Iyo, ia sendiri yang memperkenalkan dirinya sebagai Inan. Hangginan Julio, yang senang sekali dipanggil Inan oleh Deera. Mau tebar pesona karena cewek itu memang sebegitu menggemaskannya kala itu.
Sejak itu, mereka bertiga berteman dekat. Deera, Junho, dan Inan. Masa kecil mereka benar-benar sempurna. Tiga tahun berikutnya, Chakra memutuskan pindah rumah berdekatan dengan Deera. Sementara Iyo pindah ke sekolah lain, membuat Chakra dan Deera menghabiskan sisa 11 tahun itu berdua saja. Dan kemudian, Iyo harus kembali menjauhkan diri dan memilih bersekolah di Bandung. Sederhananya seperti itu.
"Gimana kabar Deera, Chak?" tanya Iyo, kali ini sedikit lebih serius.
"Baik banget, kayaknya," Chakra menyunggingkan senyum. "Udah ketemu Gara, jadi enggak butuh saya lagi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagian Dua: C-side
Random"I'm on the way to lose myself cause loving him who fall for another." Part of 'Geosenthru' series. © lulsjournal, 2019