✨
Chakra berjalan cepat, dengan wajah kesalnya yang tentu setiap orang tahu siapa penyebabnya. Abel. Satu nama itu sekarang mendadak menguras emosinya. Tentu saja, kejadian di kantin menjadi puncaknya.
Berapa kali lagi dia harus berusaha menghindar dari masalah-masalah yang ditimbulkan Abel. Sedangkan takdir seakan sengaja menyeretnya mendekat. Ini baru hari pertama Abel sekolah di sini, gimana mungkin dia enggak berpikir sebelum bertindak. Benar kata Iyo, Abel memang ladang masalah.
"CHAKRA!" tentu, suara panggilan itu berasal dari si sumber masalah.
Chakra enggak menoleh, tetap melanjutkan langkahnya. Dia butuh sendirian, dan halaman belakang sekolah selalu jadi pilihan utamanya..
Dia meremas kasar rambutnya. Sejak ada Abel, kehiduoan rumitnya seakan makin enggak punya ujung. Terkadang, Abel bisa jadi orang yang menarik perhatiannya. Dia unik, juga baik. Meskipun berisik, Chakra enggak menyangka kalau Abel akan melakukan hal semacam itu kepada Deeva.
"Chakra!" panggil Abel lagi saat langkahnya berhasil menyusul Chakra.
Chakra menghela napas kesal. Pertama kali dalam hidupnya, dia merasa sesial ini bertemu seseorang. "Ngapain kamu ngikutin saya?" tanyanya ketus.
Abel meremas tangannya, takut juga kalau Chakra sudah seperti ini. "Bukan Abel yang salah, Chak. Dia duluan yang bilang Abel–"
"Udah?"
Abel menahan napasnya. Menatap mata Chakra dengan perasaan takutnya.
"Udah cukup? Sesulit itu ya buat minta maaf?"
"Chakra, itu bukan salah Abel!"
"Ya terus salah siapa? Salah saya? Iyo? Zizi? Jani? Nino? Siapa?"
Air matanya menetes. Bukan. Bukannya dia enggak terbiasa dibentak. Bukannya dia enggak terbiasa menerima hujatan. Tapi karena itu adalah Chakra. Dan rasanya, hujaman itu terasa lebih menyakitkan dari biasanya.
"Maaf..." ucap Abel lemah sembari menunduk, menyembunyikan air matanya. "Maaf kalo Abel juga bikin Chakra kecewa, sama kayak yang lainnya. Maaf karena kalo sampe Deeva ngelanjutin omongannya, Abel enggak akan bisa maafin diri sendiri."
Chakra terdiam. Memalingkan wajahnya pelan. Mengegoiskan dirinya untuk enggak merasa kasihan pada Abel.
"Minta maaf sama Deeva. Saya bukan orang yang kamu siram."
Abel mengangguk, masih menunduk tanpa berani menatap Chakra. "Iya, pasti. Maaf juga, Chakra."
Chakra terdiam, menahan napasnya sejenak setelah langkah Abel berbalik pergi meninggalkannya. Seakan ada dorongan untuk menahannya lebih lama di sini. Hanya berdua, memberi kekuatan untuknya. Tapi enggak bisa. Karena itu benar-benar bukan Chakra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagian Dua: C-side
Acak"I'm on the way to lose myself cause loving him who fall for another." Part of 'Geosenthru' series. © lulsjournal, 2019