Bab 12: Antara

144 27 58
                                    

Orang-orang berbicara semau mereka, atau memang kita yang suka memasukkan ke kepala tanpa menyaring terlebih dahulu? Bagi Abel, keduanya sama saja tak memberikan ujung jawaban untuknya. Baginya, sama saja semuanya. Semua orang berbicara semau mereka, dan ia yang kelimpungan harus berbuat apa untuk dirinya.

Abel berjalan dengan cepat, melewati begitu banyak cibiran yang mungkin akan didapatkannya selama ia hidup di dunia ini. Masa bodoh, dia Cuma harus menyingkirkan pengumuman aneh di mading tentang dirinya.



Pembohong nomor 1!

Sheilan Nuspati Revangelline, mengaku sebagai Natallie Abelandra.



Abel terdiam, matanya tanpa berkedip menatap kertas di hadapannya. Matanya memanas, pantas saja dunia seakan menginjaknya bertubi-tubi.

"Gimana? Puas sama reaksi seisi sekolah –Sheilan?" senyum ramah Deeva yang biasanya ia tunjukkan pada setiap orang berubah menjadi senyum licik paling mematikan di hadapan Abel. Sejak bertemu lagi di UKS waktu itu, Abel mengerti enggak akan ada yang baik-baik saja setelah itu. Entah itu tentang Chakra, Iyo, maupun dirinya.

"Mau lo apa, sih, Dee?" tanya Abel kesal. Demi apapun, kalau bukan di sekolah, ia mungkin sudah menerjang gadis di hadapannya ini dengan tendangan mautnya. Terlebih lagi dia ingat kalau Deeva merupakan cewek yang disukai Iyo. Deeva terlalu beruntung.

"Mau gue?" Deeva menaikkan sebelah alisnya, membentuk senyum selicik mungkin. "Pertama, jauhin Chakra. Lo cuma jadi benalu buat gue sama Chakra,"

Abel mengepalkan tangannya kuat-kuat, benar-benar enggak sabar untuk menghantam segera wajah Deeva.

"Kedua," lanjutnya. Kali ini berjalan beberapa langkah mendekat. "Berhenti pura-pura di hadapan semua orang. Gue muak liat anak haram kayak lo!"


Plak!



Tamparan keras berhasil mendarat di wajah Deeva, membuat semua orang memandang ke arah mereka seketika. Abel sudah menahannya sedari tadi, tapi kali ini dia enggak bisa. Air matanya pun sudah menetes. Dalam hidupnya, ia tahu akan sering menemui jenis manusia seperti Deeva. Tapi bukan, bukan itu masalahnya. Deeva terlalu baik untuk jadi rendahan seperti ini. Abel benci mengatakannya tapi—

"Kalo gue anak haram kenapa? Lo iri karena sampe sekarang gak bisa hidup layak?"

"Jaga ya mulut lo!"

Tangan Deeva sudah terangkat ke atas, bersiap menyelesaikan amarahnya. Pasalnya, sekarang mereka tengah jadi tontonan semua murid. Dan Deeva benci ketika dia terlihat kalah.

"Abel!"

Suara lantang dari Iyo menggagalkan Deeva. Ia berjalan mendekat, memeluk Abel erat, benar-benar erat. Semua orang terkejut. Setelah kejadian di kantin kemarin, sikap Iyo terhadap Abel seakan jadi teka-teki besar. Iyo memang enggak sepopuler itu, tapi enggak satupun di sekolah ini yang gak kenal Iyo. Sejak aksinya tahun lalu yang menyelamatkan tim basket sekolah dari kekalahan, nama Iyo memang seringkali dielu-elukan. Apalagi saat berita Iyo menyukai Deeva dan bersaing dengan Dito tersebar, semua gosip seakan berpusat pada Iyo. Dan anehnya, meskipun semua mengatakan Iyo menyukai Deeva, tindakannya pada Abel malah mengungkap fakta sebaliknya.

"Lo enggak papa?" tanya Iyo lembut sembari mengusap air mata Abel. Abel hanya terdiam, enggak menyangka Iyo akan melakukan hal ini.

"Iyo! Lo kok—"

Iyo menatap Deeva dingin, "Udah cukup kemarin gue belain lo. Sekarang udah gak lagi. Enggak akan!"

"Iyo!"

Bagian Dua: C-sideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang