Bab 16: Ini Sheilan

173 24 55
                                    



Hari jumat yang sedikit sendu bagi Chakra. Harus bangun pukul 5 pagi saat ia baru bisa terlelap setengah jam sebelumnya. Memikirkan banyak hal yang semakin hari membuat kepalanya terasa ingin meledak, seperti pertanyaan Deera semalam. Deera atau Bandung. Ia tersenyum miring, dua pilihan yang sama sekali tak logis menurutnya menjadi tanda tanya yang besar menurut Deera. Sedih juga, karena cewek itu datang hanya karena merasa bersalah atas kepahitan hidup Chakra.

Pagi sekali, ia harus memaksa dirinya untuk bangun lebih dulu. Membangunkan Deera, menyiapkan semuanya, dimulai dari air hangat untuk mandi sampai sarapan. Semuanya biasa bagi Chakra, menemani malam Deera, bermain scrabble hingga larut malam, membantunya mengerjakan tugas prakarya, sampai membangunkannya saat fajar tiba bersama Gichan yang suka mengamuk kalau Mamanya meminta diantarkan ke pasar saat harusnya ia masih bisa tidur barang 15 menit lagi. Hidup bersama keluarga Deera, tinggal lebih sering di rumah mereka dibanding rumahnya yang hanya berjarak 2 meter, membuatnya harus terbiasa. Dan kembali melakukannya lagi, tak ada yang berubah dari perasaannya. Sama saja, sama seperti yang lalu, ia selalu merasa bertanggung jawab lebih atas manjanya Deera.

Hanya saja, pusing di kepalanya disambut lagi dengan sesak di dadanya. Puluhan pertanyaan harusnya sudah terlontar sebelum ia melambaikan tangan melepas cewek itu kembali ke camp-nya. Padahal, Iyo sudah dengan sengaja sedikit memberi celah untuk mereka. Hanya saja, Chakra adalah Chakra. Bagaimana kebodohannya dalam mengutarakan perasaan akan selalu mendapat decakan sebal dari Iyo. Ia bingung sendiri, begitu banyak hal yang sudah ia dan Deera lalui selama ini. Sudah terlalu banyak yang ia korbankan selama ini, dan ia yakin kalau Deera pasti tahu itu.

Tentu saja Chakra enggak bisa berdiri sendiri, saat ucapan kakunya malah dibungkam oleh cerita mengenai Gara. Semuanya, yang Deera ucapkan saat bangun tidur hingga berangkat bersama Iyo selalu tentang satu nama. Gara. Dan setelahnya, Chakra hanya bisa tersenyum menanggapi. Pertanyaannya seakan berubah menjadi lebih egois dari sebelumnya. Tentang bagaimana Gara bisa datang semudah itu dalam hidup Deera, mengambil hatinya hanya lewat pandangan selama kurang dari 1 menit. Atau begini saja, ia ingin diberitahu rahasianya—

Apa yang membuat orang-orang begitu mudah memberikan hatinya untuk Deera?

Apa yang membuat orang-orang begitu senang ketika berada di dekat Deera, dan sedih ketika ia jauh?

Apa yang membuat Chakra dan Deera begitu dekat sejauh ini; tatapan matanya, tawa yang mereka ciptakan, ruang berbagi, dan semua tentang Deera. Gadis itu seperti mimpi untuknya, bahwa setiap kali mata mereka bertemu, ia kembali jatuh sedalam-dalamnya.

Kalau saja Chakra tahu alasan orang-orang mencintai Deera sama seperti yang ia lakukan, ia mungkin bisa bernapas lega sekarang. Seandainya Deera memberinya jawaban atas alasan itu, Chakra yakin ia pasti bisa melupakan secepatnya.

Sayang, Deera membuatnya jatuh cinta tanpa alasan. Dan bagian sedihnya, ia butuh berjuta alasan hanya untuk melupakan.

Chakra mengukir senyumnya, melangkah naik ke dalam bis yang pagi ini terlihat ramai seperti biasanya. Beberapa bangkunya yang kosong menyisakan orang-orang yang duduk tanpa pasangan. Bangku kedua dari belakang menarik netranya. Itu memang tempat duduk favoritnya, ditemani dengan earphone dan pandangan menghadap jendela. Tapi kali ini berbeda, ia bukan jadi orang pertama yang duduk di sana.

"Abel." gumamnya pelan. Pantas saja pagi ini terasa sedikit mengganjal, seperti ada yang terlupa. Dan ternyata itu dia —tak ada gadis itu yang tiba-tiba mengejutkannya dari balik pintu kamar, mengikutinya hingga ke dalam bus, mengoceh sepanjang perjalanan, lalu menggandengnya hingga ke dalam kelas.

Pagi ini, gadis itu begitu tenang. Bahkan sama sekali tak terganggu saat Chakra sudah siap duduk di sampingnya. Pandangannya ke arah luar sana terlihat tak biasa. Dia enggak seperti Abel yang biasanya cerewet. Helaan napasnya yang panjang dan juga mata sembabnya. Chakra enggak bisa membohongi dirinya sendiri kalau saat ini dia sedikit bingung dan... khawatir.

Bagian Dua: C-sideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang