Chapter Three.
Tujuh tahun bukanlah waktu yang lama bagi Jaemin dan Siyeon berteman. Keduanya kenal dengan sangat baik saat bertemu pertama kali di bangku kelas enam. Mereka berteman layaknya anak kecil biasa, selalu pergi membeli jajanan bersama atau bahkan menghabiskan waktu bersama. Namun mereka berdua berubah kala menginjak kelas dua sekolah menengah pertama. Watak keduanya menjadi keras.
Perkelahian pertama mereka disebabkan oleh mobil maserati Jaemin yang lecet karena Siyeon dengan sengaja menggoreskan sebuah kawat ke mobil itu. Siyeon hanya iseng, kejadian itu terjadi saat mereka memasuki sekolah menengah pertama. Jaemin benci tapi bagaimanapun, Siyeon adalah sahabat baiknya. Mereka berdua berubah menjadi pribadi yang lebih keras, licik dan juga ambisius di waktu yang bersamaan.
Jaemin tidak suka digubris, tapi Siyeon selalu mengganggunya. Seperti saat ini, ia sudah berkata pada gadis itu akan membunuh Huang Renjun diakhir permainan, namun gadis itu tuli. Ia tidak mendengar teguran halus Jaemin di awal dan berakhir dengan dirinya yang diantar ke neraka bersama malaikat maut. Jaemin berlutut, melihat jasad sahabatnya lalu mengelus rambut merah muda itu lembut.
"Siyeon, aku lebih suka melukainya dengan tanganku sendiri. Sayangnya kau ikut campur." Jaemin mendesis pelan sebelum bangkit, netranya terarah kepada lelaki berambut abu-abu di belakangnya yang bergetar ketakutan. "Huang Renjun, kau tidak lupa 'kan kesepakatan kita?"
Renjun hanya diam, tidak berniat ataupun berani menjawab pertanyaan Jaemin dengan pandangan menusuk itu. Ketika Renjun menunduk, lelaki itu membentaknya, mengarahkan pistol tepat ke depan wajahnya. Jangan ditanya bagaimana perasaan lelaki mungil itu, ia takut bukan main. Tangannya sudah berkeringat, pelan tapi pasti ia mendorong pistol itu menjauh dari wajahnya.
"Jangan gegabah, kau masih membutuhkanku." Lelaki mungil itu takut, namun ia tetap berusaha untuk menyeringai, mengalungkan kedua tangannya di leher yang lebih muda.
Jaemin terkekeh pelan. Ia menarik pinggang ramping itu lalu mendekatkan wajahnya ke wajah milik si mungil. "Kau benar-benar berhutang padaku, Huang. " Kemudian ia mendaratkan bibirnya pada benda kenyal itu.
Dalam ciuman itu manik keduanya menatap satu sama lain, memberikan tatapan yang sulit diartikan. Ketika yang lebih muda menghisap bibir yang lebih tua dengan agak kasar, Renjun sadar, ia terlena. Keduanya memejamkan mata secara bersamaan. Kemudian Renjun mulai mengeluarkan beberapa desahan kecil guna memancing sang dominan. Tentu saja, siapa yang tidak terlena dengan ciuman cuma-cuma ini?
Jaemin menggigit bibir yang lebih tua, saat itu pula ciuman mereka berakhir. Renjun lebih dulu menjauhkan bibir mungilnya dari Jaemin lalu menjilatnya dengan lidah secara sensual.
"Lumayan juga." Jaemin menyeringai lebar, tangannya masih bertengger bebas di pinggang Renjun.
Renjun mendelik, bahkan sedari tadi ia sudah merasa lututnya seakan melunak seperti jelly. Kalau saja Jaemin tidak menahan pinggangnya, mungkin ia sudah jatuh tak berdaya. Ciuman Jaemin itu. . benar-benar membuatnya mabuk kepayang. Awalnya menakutkan tapi rasanya ingin lagi dan lagi.
Sadar kala ia berpikir kotor, Renjun menggeleng pelan. "Bukankah kita harus pergi sekarang?"
"Tidak, para orang gila itu sedang berkeliling."
Renjun menatap Jaemin heran. Orang gila mana yang lelaki tinggi itu maksud? Bukankah Siyeon sudah tiada? Lalu siapa lagi orang gila itu? Satu saja kepalanya sudah pening.
Jaemin terkekeh kala menatap wajah bingung di hadapannya, "nanti kau juga tahu, lebih baik kita kembali mencari tempat bersembunyi. Kau ada ide?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA ⋆ JaemRen。
Fanfiction❝ Hold your breath or we will die. ❞ tw // cw ; mention of death, blood, abuse, fight, scars, mention of sexual activity and kissing. ✧༚ 𝐉𝐀𝐄𝐌𝐑𝐄𝐍 ✧༚ 𝐁𝐱𝐁 ✧༚ 𝐁𝐚𝐡𝐚𝐬𝐚; 𝐅𝐚𝐧𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 ✧༚ 𝐌𝐚𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 C O M P L E T E