Chapter Eight.
Pagi-pagi sekali Renjun sudah sampai di Neo International School. Ia memiliki janji dengan Jaemin pagi ini. Setelah permainan bodoh itu berlalu, ia malah terlihat sangat bergantung kepada Jaemin. Jaemin seakan-akan menjadi pangeran berkuda putih yang siap sedia menyelamatkannya.
Renjun sebenarnya sedikit takut untuk datang ke sekolah. Ia takut para orang gila itu akan mengincar Jaemin karena lelaki bermarga Na itu akan selalu menjaganya setelah ini. Renjun juga sudah cerita tentang kejadian Lee Jeno hari itu pada Jaemin. Lagi-lagi emosi anak itu tidak terbendung, berakhirlah dengan Renjun yang harus mengusap lengannya serta menggumamkan kata-kata menenangkan untuk Jaemin. Jisung yang ada di sana hanya bisa pasrah, ia bagaikan seekor nyamuk.
Kini Renjun berdiri di depan ruang kepala sekolah, Jaemin menghampirinya lalu memberikannya jus jeruk kemasan. "Aku habis membeli sandwich lalu ingat akan bertemu denganmu. Jadi kubelikan jus."
Yang lebih tua terkekeh. Ia memasukkan jus kemasan itu kedalam saku hoodienya sebelum mengapit lengan Jaemin, berjalan menjauhi ruang kepala sekolah.
Mereka beda kelas, tentu saja, walaupun berada dijenjang yang sama. Ruangan yang paling dekat dengan kelas Jaemin adalah ruang kepala sekolah. Renjun juga sedikit khawatir jika orang-orang merisaknya selama perjalanan menuju kelas Jaemin. Akhirnya ia berlari cukup kencang dan pas sekali melihat Jaemin datang menghampirinya.
"Dimana kita harus membicarakan ini?" Renjun bertanya pelan.
Jaemin melirik Renjun sebentar lalu membawa lelaki mungil itu ke taman sekolah. Neo cukup luas, ah— bukan cukup, tapi sangat luas. Mereka memiliki satu kolam renang indoor dan satu outdoor begitupun dengan lapangan dan gymnasium. Untuk ukuran chaebol sekolah ini bagaikan hotel bintang sepuluh. Namun kisah di dalamnya amat sangat mengerikan.
Mereka mendudukan diri di bangku paling belakang. Renjun merapihkan hoodienya lalu mengambil jus pemberian Jaemin, meminumnya perlahan. Jaemin tersenyum simpul, ia mengusak lembut surai mullet Renjun.
Menurut Jaemin, Renjun itu manis. Badannya mungil dan ia memiliki dimple di kedua pipi gembilnya. Kalau melihat Renjun tersenyum Jaemin rasanya ingin ikut tersenyum plus malu sendiri. Ia bisa salah tingkah hanya karena Renjun.
"Siyeon memberitahu sesuatu sebelum kau membunuhnya?" Tanya Renjun hati-hati.
Yang lebih muda menghela nafas. Ia mengangguk pelan sembari mengeluarkan ponsel, membuka aplikasi perekam suara. Lalu menekan salah satunya.
Awalnya Renjun tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Kemudian ia mendengar suara Donghyuck yang bergetar. Suara seorang wanita dalam rekaman itu membentak Donghyuck. Mengatakan bahwa Renjun lah yang membunuh Yangyang, otomatis Renjun membulatkan matanya. Ia menatap Jaemin terkejut. Lalu ia mendengar suara Donghyuck yang berteriak bahwa ia akan membunuh Renjun jika bertemu, tentu saja suaranya sedikit bergetar. Kemudian rekaman suara itu berakhir.
Renjun terdiam menatap Jaemin. Kepalanya pusing tiba-tiba. Bisa-bisanya wanita itu menuduh dirinya membunuh Yangyang, padahal ia tidak tahu apa yang terjadi kepada sahabatnya yang satu itu.
"Donghyuck mengarahkan crossbow ke arah kepalamu bukan?"
Yang ditanya mengangguk ragu. Ia masih ingat betul bola mata Donghyuck bergetar saat itu. Lelaki gembil itu juga mengarahkan bidikkan ke kepalanya, tapi malah berakhir di bahunya.
"Tapi malah terkena bahumu." Jaemin menghela nafas sekali lagi. "Ia tahu kalau ia dipermainkan, ia ragu dan takut. Orang itu berkata bahwa kau membunuh Yangyang, tapi dia ragu karena kau sahabatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA ⋆ JaemRen。
Fanfiction❝ Hold your breath or we will die. ❞ tw // cw ; mention of death, blood, abuse, fight, scars, mention of sexual activity and kissing. ✧༚ 𝐉𝐀𝐄𝐌𝐑𝐄𝐍 ✧༚ 𝐁𝐱𝐁 ✧༚ 𝐁𝐚𝐡𝐚𝐬𝐚; 𝐅𝐚𝐧𝐟𝐢𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧 ✧༚ 𝐌𝐚𝐭𝐮𝐫𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 C O M P L E T E