Déjà Vu.

11.4K 1.7K 133
                                    

Chapter Five.

     Malam itu Renjun bermimpi seorang lelaki berambut cokelat menangis di hadapannya. Kedua kakinya tertekuk, serta wajahnya yang tertutup oleh tangan. Lelaki itu menangis cukup kencang sebelum menghilang dari pandangan Renjun. Ketika ia terbangun dahinya mengernyit heran karena lupa dengan jalan mimpinya dan hanya ingat bagian itu.

     Menoleh ke samping, ia mendapati seorang lelaki berambut abu-abu sedang duduk mengamatinya sembari bersedekap. Lelaki itu tersenyum tampan sebelum mendekat ke arah Renjun yang kini membuang wajahnya malas.

     "Selamat siang, tuan muda Huang." Sapa lelaki bermarga Na itu. Ia mendudukan dirinya di bibir kasur sebelum mengelus lembut surai yang lebih tua.

     Renjun menghela nafas pelan. "Semuanya sudah selesai 'kan?"

     Jaemin mengangkat bahunya acuh tak acuh, ia meronggoh saku mantelnya untuk mengambil sebuah benda. Lalu mendekatkannya ke kepala si mungil. "Siyeon memberiku benda mahal ini dan karena benda mahal ini juga ia mati."

Renjun tidak mengerti apa yang ada di dalam jalan pikiran Jaemin. Semalam mereka baru saja bercumbu dengan gila, pakaian mereka hampir tanggal sepenuhnya. Untung saja Renjun segera sadar lalu beralibi bahwa bahunya amat sangat sakit karena Jaemin berusaha memegangnya. Akhirnya sesi panas mereka berakhir begitu saja setelah Jaemin pergi meninggalkan lelaki bermarga Huang itu. Kini lelaki itu malah menodongkan pistol ke kepalanya.

Yang lebih muda menyeringai, menarik pelatuk pistol berwarna silver itu sebelum menoyornya kasar ke kepala Renjun. "Permainannya sudah berakhir."

Iya semua permainan gila itu telah berakhir, tapi Renjun tidak benar-benar yakin permainan Jaemin sudah berakhir. Dadanya berdegub sangat kencang ketika mendengar suara nyaring dari pistol yang Jaemin pegang. Hanya dalam satu gerakan ia bisa mati siang ini di tangan Jaemin. Toh Jaemin juga sudah merencanakan ini sebelumnya. Tapi untuk apa ia menyelamatkan Renjun semalam kalau ujung-ujungnya akan dibunuh juga. Renjun tidak paham dengan pikiran orang aneh itu.

     "Tembak saja, tapi aku masih berhutang tidur denganmu kalau kau lupa." Ujar Renjun setenang mungkin.

     Rahang Jaemin mengeras, ia kembali menoyor kepala Renjun dengan pistol lalu mengarahkan benda tersebut ke langit-langit kamar, tepatnya ke arah sebuah lampu kristal yang cukup mahal.

     "Jaemin!"

     Renjun terlonjak kala lelaki bermarga Na itu malah menembak lampu kristal yang ada di kamarnya, menyebabkan lampu itu pecah lalu jatuh ke lantai.

     "Aku tidak pernah mengingkari janjiku." Tegas Jaemin.

"Kau mengubah rencanamu hanya agar bisa tidur denganku?" Renjun berdecih ia bangkit dari kasur lalu mengulurkan tangannya ke arah Jaemin. "Aku pinjam Lincoln's mu untuk pulang, kalau perlu aku akan menggantinya dengan yang baru nanti."

Jaemin mengepalkan kedua tangannya hingga memerah, ia terlalu kesal. Bukan hanya karena harus tidur dengan Renjun, lelaki kecil itu tidak mengerti bahaya apa yang akan terjadi selanjutnya kalau ia menjauh dari Jaemin.

"Huang Renjun ku peringatkan. Permainan ini memang sudah berakhir, tapi bukan berarti kau bisa bebas dari permainan ini."

Masih menunjukkan pukul tiga sore. Ini adalah waktu yang tepat untuk bersantai lalu membuka Netflix. Seharusnya begitu. Tapi kali ini berbeda, Renjun sampai di rumah dengan selamat menggunakan Lincoln's hitam kebanggaan Jaemin. Lelaki kecil itu kini terduduk dia di kasur, berpikir apa yang akan terjadi dengannya setelah ini.

MAFIA ⋆ JaemRen。Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang