Behind.

8.2K 1.1K 52
                                    

Chapter Fifteen.

Renjun ingat sekali ketika ia menginjak umur 14 tahun, Jisung masih lebih pendek darinya. Mereka berdua sering sekali bermain bersama, entah itu bermain sepak bola atau berkeliling rumah dengan sepeda. Bagi Renjun, Jisung sudah seperti saudara kandungnya sendiri. Hari itu ia bahagia sekali ketika melihat senyuman Jisung merekah. Serasa seperti ia orang paling bahagia sedunia karena telah melihat senyuman manis itu.

Untuk kesekian kalinya mereka bertemu. Jisung melambaikan tangannya senang kemudian menghampiri Renjun yang yang hanya diam di tempat. Pemuda bermarga Park itu terkekeh, menepuk pelan pundak Renjun kemudian menariknya ke halaman rumah tempat mereka bermain bersama dulu.

"Gege! Ayah membelikanku tongkat bisbol lho!" Pamer Jisung sembari menunjukkan sebuah tongkat bisbol putih kepada Renjun.

"Kalau begitu, ayo main!"

Anak lelaki itu tampak terdiam kemudian mengkerucutkan bibirnya. "Tapi gege tidak punya tongkat bisbol. ."

      Renjun mengatupkan bibirnya kemudian berpikir sejenak. "Haruskan gege beli sekarang?"

      Jisung kecil tampak merajuk, ia memajukan bibirnya kemudian melihat seorang lelaki dengan seragam sekolah sama seperti Renjun menghampiri mereka.

     "Jaemin Hyung merindukanmu."

Ketika lelaki dengan rambut abu-abu itu mendekat, latar tempat yang ia lihat kini berubah menjadi serba putih. Renjun menunduk, melihat tubuhnya mungilnya mengenakan setelan jas berwarna putih begitu pun dengan Jaemin yang kini berdiri di hadapannya.

"Baiklah, Huang Renjun" Suara berat itu membuat Renjun dengan refleks mendongak, kini lelaki di hadapannya itu mengangkat salah satu tangannya seperti akan bersaksi.

"Huang Renjun, Saya mengambil engkau menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita." Jaemin menoleh ke arah lelaki mungil di hadapannya kemudian tersenyum.

     Seketika lidah Renjun menjadi kelu. Tangannya hendak terangkat seperti Jaemin tapi lelaki bermarga Na itu malah mencium bibirnya. Kemudian latar kembali berubah menjadi serba gelap. Saat itu Renjun sedikit tersenyum kala sebuah cahaya menyilaukan mata indahnya. Jari kecilnya juga menari dengan kaku sebelum ia menyadari kalau seorang lelaki berambut biru muda menangis di hadapannya.

Renjun menghela nafas lega melihat lelaki tinggi itu ada di sisinya ketika ia membuka kedua matanya. Rasanya seperti terlahir kembali.

     Semenjak Renjun siuman lelaki bermarga Na itu terus saja tersenyum lebar seperti orang gila. Renjun yang melihatnya sampai heran, apa lelaki itu tidak pegal terus dengan ekspresi yang sama selama hampir tiga jam lebih?

     Namun dilain sisi ia juga merasa sedikit canggung. Bagaimanapun Jaemin lah yang telah membuatnya seperti ini. Tanpa Renjun tahu juga sudah berkali-kali ibunya mengusir Jaemin dari rumah sakit, meminta agar pemuda Na itu berhenti menemui anak satu-satunya. Tapi akhirnya wanita itu menyerah ketika Jaemin kembali berlutut di hadapannya, lalu mengatakan suatu hal yang tidak pernah ia duga.

     Itu adalah hari kelima Jaemin datang. Ia awalnya hanya meminta maaf sembari menangis. Tapi ketika nyonya Huang bertanya apa motif dari kelakuannya selama ini, Jaemin pun menjelaskan dengan jujur tanpa ada bagian yang hilang dari ceritanya. Nyonya Huang tercengang, ia sedih dan juga marah. Ia sadar, ini sepenuhnya bukan salah Jaemin walaupun ia juga tidak membenarkan kelakuan anak itu.

MAFIA ⋆ JaemRen。Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang