Pity.

12.3K 2K 153
                                    

Chapter Four.

Seperti yang sudah disebutkan, Renjun amat sangat pandai bergaul. Ia memiliki kenalan di mana-mana. Namun ia memiliki dua orang teman yang sangat dekat dengannya, Donghyuck dan satu lelaki berdarah Taiwan bernama Liu Yangyang. Bagai surat dan perangko, mereka selalu menempel kala di sekolah.

Tahun lalu, bertepatan dengan musim gugur, Yangyang menghilang begitu saja. Terakhir kali ia memberi tahu Renjun akan pergi ke Filipina lusa. Sebelum keberangkatan Yangyang hari itu, Renjun sempat menelepon lelaki itu namun tidak ada balasan dari ujung. Akhirnya lekaki mungil itu berinisiatif pergi kerumah Yangyang setelah membeli dua kopi dan memberikan salah satunya untuk lelaki bermarga Liu itu.

     Ketika Renjun tiba di tempat sahabatnya itu tak ada satupun orang disana yang menggubrisnya. Pun nyonya Liu bungkam dan beralibi seakan-akan tidak menganggap keberadaan Yangyang.

     Sejak itu Renjun heran. Sesekali juga ia berbincang-bincang dengan Donghyuck tentang Yangyang maupun keanehan yang terdapat pada kedua orang tua sahabatnya itu. Waktu itu Donghyuck hanya menunduk, menghela nafas dan mulai terisak pelan. Renjun dibuat semakin bingung, ia tidak tahu apapun.

     Kini ia dihadapkan dengan satu lagi sahabatnya yang malah menodongkan senjata ke arahnya. Renjun melemas, ini bukan Donghyuck yang ia kenal. Ini bukan Donghyuck yang selalu peduli padanya dan mengasihinya.

"Lee Donghyuck ini aku!" Tegas Renjun.

"Persetan dengan kau mengenalku atau tidak." Detik berikutnya satu panah dari crossbow itu melayang, bergerak kemudian hinggap di bahu si mungil.

Jaemin terkejut, tanpa ragu ia mengarahkan pistol ke arah Donghyuck. Ia menembak lelaki gembil itu tepat di kepala.

Miris. Itu satu dari ribuan kata yang dapat mendeskripsikan pikiran Jaemin untuk saat ini. Renjun telah terjatuh, ia menangis terisak sembari memegang bahunya yang tertusuk anak panah. Entah dia menangisi Donghyuck, menahan sakit, atau kecewa dengan semua kejadian yang baru saja berlalu.

Jaemin berlutut, memegang bahu Renjun memastikan bahwa anak panah itu tidak menembus badan mungilnya. Kemudian lelaki bermarga Na itu dengan cepat menarik anak panah tersebut diiringi teriakan pilu yang lebih tua.

"Maaf. Seharusnya aku lebih sigap tadi."

Renjun menunduk, "tidak masalah."

"Ayo pergi dari sini." Renjun mengangguk lemah kemudian Jaemin membantunya untuk bangun.

     Semasa hidup, Renjun tidak pernah mengalami hal semengerikan ini. Walaupun ayahnya seakan ingin membuangnya, ia tidak pernah merasa sekecewa ini karena masih ada orang-orang yang mau peduli dengannya. Namun hari ini hal mengerikan itu datang, sahabat yang ia percayai malah melukai dirinya, juga ia melihat sahabatnya itu sudah terkapar di lantai dengan darah yang telah mengalir dengan abstrak.

     Renjun tertawa dalam hati sembari menaiki lincoln's hitam milik Jaemin. Hidupnya sungguh sebercanda itu. Ia bisa mendapatkan semua yang ia mau hanya dengan satu kedipan atau satu gesekan kartu, tapi ia jarang sekali merasa bahagia kecuali jika bersama dengan Donghyuck, Yangyang, dan juga ibunya. Namun Donghyuck telah pergi dan Yangyang menghilang. Sakit di bahunya pun tidak terasa sama sekali.

     Jaemin yang berada di kemudi menoleh, menatap lelaki mungil itu dengan tatapan kasihan lalu mengusap lembut kepala lelaki itu. "Jangan merasa sendiri. Ada aku."

     Yang paling tua terkekeh sinis, "ya, setidaknya sampai akhir permainan lalu kau akan membunuhku. Betul?"

     Tangan yang sedang bergerak mengelus itu tiba-tiba terdiam lalu mengepal. Air wajah Jaemin berubah mengeras menahan sesuatu.

MAFIA ⋆ JaemRen。Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang