Bab 18. Awal Baru

765 65 6
                                    

Adira menatap foto nya bersama Aditya. Tidak terasa kali waktu berlalu begitu cepat berlalu, hari ini tepat dua tahun mereka berpisah.

Adira sekarang sudah menjadi mahasiswi di salah satu Universitas ternama di Bandung. Terkadang dia merindukan sosok Aditya dalam hidup nya.

"Lari dari masalah. Engga ngebuat gue bahagia, dit." Ucap Adira tersirat kesedihan dari nada bicara nya.

Terkadang Adira bingung rasa rindu yang selama ini dia tahan. Bagaimana bisa dia ungkap kan.

Kabar Aditya saja sekarang dia tidak tahu.

Setelah kejadian itu Aditya memilih untuk pindah sekolah. Tanpa berpamitan kepada nya, tapi Adira sadar.

Untuk apa pamit pada orang yang menyakiti perasaan dan tidak tahu malu seperti diri nya.

Adira menyadarkan punggungnya dan menebar pandangan ke luar jendela. Mengagumi suasana kota Bandung di malem hari. Kalau cuaca hujan begini, ia jadi teringat moment konyol bersama Aditya.

"Woy! Ngelamun aja lu, kangen mantan ye." Celetuk seorang cowok sambil meletakan secangkir kopi.

Adira mengangguk sambil tersenyum tipis. "Makasih, Fachri."

Fachri adalah sahabat Aditya. Dia juga tinggal satu kota bersama Adira dan membuka cafe yang selalu ia datangi ketika sedang kangen Aditya.

"Lo masih belum dapat kabar dari dia?"

"Belum, mungkin dia udah lupa sama gue."

Fachri terkadang kasihan dengan Adira. Bukan nya dia tidak ingin memberikan kontak nya Aditya yang sekarang. Tapi dia menghargai sahabat nya yang ingin sendirian dulu.

"Ya udah lu move on aja! Disini masih ada gue kok." Ucap Fachri terkekeh pelan.

Adira melemparkan sedotan yang ada di meja ke arah Fachri. Meski ia tau Fachri hanya bercanda.

"Ga minat. Nanti waktu buat gue terbagi dengan ikan cupang kesayangan lu."

"Heh inget, dulu aja waktu lu pacaran sama Adit terbagi sama ikan cupang ya."

Hening. Fachri menepuk jidatnya, bisa-bisa nya dia membahas itu pada Adira.

"Sorry, Dira." Sesal Fachri.

"Gapapa."

"Ya udah gue ke pelanggan lain dulu ya." Pamit Fachri dan dibalas anggukan saja oleh Adira.

Adira mengeluarkan earphone dari dalam tas nya dan memilih untuk mendengarkan musik. Tentu saja Adira sudah mempunyai list lagu mellow yang pas dengan suasana hati nya saat ini.

"Kalau emang melupakan itu gampang seiring berjalan nya waktu. Kenapa engga berlaku di gue?!" Adira sedikit kesal. "Lo licik, Dit. Cuma gue yang masih menunggu tanpa tau kabar lo." Lanjutnya dengan suara bergetar sambil menundukkan kepalanya diatas meja dengan kedua tangannya sebagai tumpuan.

Tanpa Adira sadari dibelakang nya ada cowok yang memperhatikan Adira, lalu bangkit dari duduknya dan menghampiri tempat Adira.

"Adira." Panggil cowok itu.

Suara ini sangat tidak asing di telinga Adira. Suara yang sangat ia rindu kan, Adira langsung mendongakkan kepalanya dan berhasil menangkap sosok Aditya.

Adira mengerjapkan mata nya beberapa kali, memastikan bahwa ia tidak sedang berhalusinasi. Ia benar-benar melihat sosok Aditya berdiri di depan nya. Raut wajah cowok itu terlihat lebih dewasa dibanding dulu. Adira melepaskan earphone nya dan sontak tersenyum ke arah Aditya.

"Bodoh. Ngapain nunggu orang yang udah nyakitin lo?" Tanya Aditya sambil menjitak kepala Adira.

Adira tersenyum miris. "Karena gue emang bodoh."

"Ga heran gue dulu suka sama lo. Kita kan sama-sama bodoh." Balas Aditya tertawa kecil.

"Btw sejak kapan lo disini, dit?" Tanya nya.

Aditya berdehem canggung. "Sejam sebelum lu datang. Tapi lebih tepatnya gue di chat sama Fachri. Dia nyuruh gue kesini, katanya ada masa lalu yang tertinggal. Kasian katanya lu kek anak ilang disini." Ucapnya setengah bercanda.

Adira terkejut, ia tidak tahu Fachri sampai membantu dia untuk bertemu dengan Aditya. Seneng bercampur sedih rasanya yang sekarang ia rasakan.

"Lo datang sendirian kan?" Tanya Adira sekali lagi.

"Iya, sekalian gue mau kasih undangan." Aditya menaruh tas nya di meja, lalu mengambil selembar kertas dan memberikan pada Adira. "Datang ya."

Dada Adira terasa sesak. Seketika harapan yang ia impikan dari dulu hancur mendengar ucapan Aditya barusan.

"Undangan apaan?"

"Tunangan." Jawab Aditya singkat.

Mata Adira berkaca-kaca, apa Tuhan sedang mempermainkan perasaan nya kali ini dengan pertemuan dengan Aditya.

"Secepat itu lu lupain tentang kita, dit." Ucap Adira tak menyangka.

Aditya menatap ke arah Adira bingung. "Lu kenapa? Kesambet setan mana?"

"Bajingan." Umpat Adira kesal dan meneteskan air mata.

Aditya seketika panik melihat Adira menangis dan beberapa pengunjung melihat ke arah meja mereka.

"Adira, jangan nangis dong. Nanti gue kasih balon hello kitty deh." Bujuk Aditya sambil menghapus air mata yang ada di pipi Adira.

"Lu, jahat dit. Kenapa lu datang kalau cuma buat kabarin tunangan ke gue."

Aditya menghela nafas berat. Ternyata Adira salah paham, tapi bukan salah Aditya juga karena Adira tidak membaca nama yang ada di surat undangan.

"Gue baru tau sekarang lu jadi bego ya." Ejek Aditya.

Adira menatap sinis. "Ga ada yang lucu."

Aditay mengacak-acak rambut Adira. "Maka nya baca dulu. Sia-sia belajar membaca  12 tahun engga lu terapin."

Adira langsung membaca surat undangan dan terdapat nama Revo & Rinjani. Ia menunduk malu, sementara Aditya malah tertawa keras.

"Ya maaf, btw gue udah bisa baca dari SD. Engga nyampe 12 tahun ya." Ucap Adira memanyunkan bibirnya.

"Duh liat mantan bego, jadi pengen ajak balikan." Ucap Aditya tersenyum manis.

Aditya & Adira [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang