So Lonely, So Sad

1.1K 50 3
                                    

"Tidak pernah kubayangkan, berpisah darimu setelah kita saling memiliki. Aku sendiri sayang, betapa pedihnya menanggung kesendirian ini"

Aku menatap wajah bayi-bayiku satu persatu. Mereka kelihatan begitu comel. Aku pasti, saat dewasa kelak mereka pasti mewarisi ketampanan Daniel.

Aku mengatur dudukku. Bekas jahitan pada alat kelaminku sering membuat aku rasa tidak selesa. Tetapi kerana aku cuma tinggal sendiri, maka aku harus melakukan semuanya sendiri. Mencuci pakaian, memasak serta memandikan bayi-bayiku semuanya kulakukan sendiri.

Mujur anak kembarku menyusu badan, jadi aku tidak perlu bangun malam untuk membuatkan mereka susu.

Sering aku teringat pada Daniel. Sejak menginggalkanku dua minggu yang lalu, tiada sebarang khabar darinya. Mungkinkah dia langsung tidak pernah memikirkan aku dan anak-anaknya?

Pedih rasanya mengingat dia tidak akan kembali lagi. Namun aku tahu, ibunya pasti telah memilih kebahagiaan untuknya. Apa yang boleh kulakukan hanya pasrah. Aku merelakan apapun yang terjadi antara kami jika itu dapat membuatnya bahagia.

"Selamat malam, sayang,"aku tersenyum manis menatap kedua permata hatiku sebelum berbaring di tengah-tengah mereka. Namun, saat kepalaku baru akan berlabuh di atas bantal, telefon bimbitku bergetar menandakan ada pesanan masuk.

Hatiku berbunga riang kerana ternyata pesanan itu dari Daniel. Bingkas aku bangun dan membuka pesanan tersebut.

"Hei, perempuan murahan. Daniel sudah menceraikanmu. Dan dia sudah menikah dengan Liana," begitu singkat pesanan itu tetapi isinya mampu memusnahkan kebahagiaan yang masih tersisi di hatiku.

Sukar untuk aku percaya. Semuanya hanya fitnah, begitu kesimpulan yang kubuat. Namun selang beberapa minit, beberapa foto pernikahan Daniel dan Liana masuk ke telefon bimbitku.

Peliknya, aku tidak menangis meski  aku merasa begitu terluka. Mungkin kerana air mataku sudah kering. Atau mungkin juga kerana lukanya terlalu dalam, hingga membunuh jiwaku, hingga aku tidak lagu dapat menitiskan air mata kerana menahan sakitnya.

"Berbahagialah, sayang," sambil jemariku mengusap fotonya.

Begitulah takdir. Tiada siapa yang dapat membantahnya. Takdirku, bertemu dengan Daniel. Kami jatuh cinta, terlanjur berbuat dosa hingga aku mengandung. Kami sempat berpisah, namun takdir mempertemukan kami kembali hingga kami menikah di hadapan altar.

Mungkin, jodoh Daniel denganku tamat di sini. Dia meninggalkanku, menceraikanku dan akhirnya menikahi gadis pilihan ibunya.

"Kasihan kalian, nak. Kalian tidak akan mengenali ayah kalian. Tapi jangan risau. Mummy akan memastikan kalian mendapat cukup kasih sayang," bisikku perlahan kerana tidak mahu mengganggu tidur mereka.

Aku nekad, aku akan bertahan seminggu lagi di rumah Daniel. Jika dalam masa seminggu lagi Daniel tetap tidak kembali, aku akan membawa bayi-bayiku meninggalkan rumah ini.

Buat apa bertahan di sini jika memang benar dia sudah menceraikanku. Jika Daniel memilih untuk tidak kembali, aku juga akan memilih untuk pergi.

💕💕💕

Tiga minggu sudah berlalu. Pagi itu, aku dikunjungi Alex bersama seorang lelaki. Lelaki itu tanpa basa-basi menyerahkan surat yang mengatakan aku dan Daniel rasmi bercerai.

"Tandatangan di sini, puan sebagai bukti puan setuju dengan penceraian ini," lelaki itu menunjuk pada satu ruang dengan jarinya. Mataku sempat menangkap tandatangan Daniel sudah terpatri pada satu ruang bersebelahan dengan ruang yang perlu aku tandatangani.

Aku menarik satu nafas panjang sebelum mencapai pen yang dihulurkan oleh lelaki itu. Daniel sudah menurunkan tandatangannya, jadi apa hakku untuk menolak kehendak mereka.

"Lihatlah kuasa wang dan kekayaan. Tanpa persetujuanku pun semuanya beres begitu mudah," kataku sengaja menyindir Alex. Dia tidak menyahut sindiranku.

" Nanti, jangan lupa sampaikan salamku pada Daniel. Katakan padanya aku berterima kasih untuk semuanya. "

" Dan jangan lupa juga salamku buat Milly. Aku sudah melepaskan anaknya dan aku akan segera menikah dengan pengganti anaknya," kulihat Alex menjeling tidak suka dengan ucapanku.

" Kau dulu yang mendesak agar aku dan Daniel menikah. Dan sekarang, kau yang membuat kami berpisah. Tapi aku bersyukur, Alex. Aku bersyukur bebas dari keluarga kalian, " tanpa sedar aku menunjuk ke wajahnya.

"Maafkan aku, Tatiana," hanya itu kata-kata Alex sebelum mereka meninggalkan rumahku.

Petang itu, Matthew datang seperti hari-hari sebelumnya. Agak lama dia terpaku di hadapanku, seakan dapat membaca kesedihan pada wajahku. Dia menatapku dalam sebelum mengalihkan perhatiannya pada bayiku membulatkan mata melihat kehadirannya.

"Waw.. Anak-anak uncle sudah semakin montel dan comel," Matthew mengelus pipi si kembar. Si kembar tersenyum kecil. Matthew juga ikut tersenyum, sungguh pemandangan yang indah. Andai saja tempat Matthew saat ini tergantikan oleh Daniel.

"Kenapa, Tatiana? Kamu sakit?" akhirnya Matthew memberanikan dirinya meletakkan telapak tangannya di atas dahiku.

"Aku tidak demam," bantahku.

"Sedari tadi aku melihat kamu gelisah, Tatiana."

Bagaimana aku dapat membohonginya, jika selama tiga minggu ini hanya dia yang peduli kesakitan dan kesulitan yang kuhadapi. Hanya dia yang setiap hari menyempatkan diri berkunjung ke rumahku, sekadar untuk memastikan aku dan anak-anakku sihat.

"Daniel sudah menceraikan aku, Matt. Dia sudah menikahi gadis pilihan ibunya," akhirnya aku mengatakannya. Matthew kelihatan terkejut mendengarnya. Matanya tidak berkerdip menatapku.

"Sabar, Tatiana. Fikirkan anak-anakmu," katanya.

"Carikan aku kerja, Matt. Kalau boleh, cari yang ada menyediakan tempat tinggal kerana aku ingin pergi dari rumah ini," aku sudah memutuskan untuk menjauh dari jangkauan Daniel dan keluarganya.

Ibunya sudah memutuskan aku harus pergi dari kehidupan Daniel. Demi kebahagiaannya, aku akan mengundur diri. Tidak guna masih bertahan di sini kerana itu hanya akan membuat luka semakin dalam dan parah.

Vote dan komen.
Happy reading.

Tbc....

Just Three Words ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang