ᴅᴜᴇ

293 56 22
                                    

"𝓔𝓿𝓮𝓷 𝓲𝓯 𝓘 𝓯𝓮𝓮𝓵 𝓽𝓱𝓲𝓼 𝔀𝓪𝔂, 𝓘 𝓭𝓸𝓷'𝓽 𝔀𝓪𝓷𝓷𝓪 𝓯𝓮𝓮𝓵 𝓽𝓱𝓲𝓼 𝔀𝓪𝔂,"


H A R R Y

Apakah kau pernah merasa dirimu yang dulu sangat bodoh sehingga kau ingin memutar waktu dan mengulang semuanya lagi? Well, itulah yang aku rasakan sekarang.

Setelah perselisihanku dengan ibuku dua jam lalu, aku memutuskan untuk menenangkan diri sedikit. Pekerjaan di kantor sangat banyak dan aku belum benar-benar siap untuk segera duduk di ruanganku yang besar dan membosankan.

Aku tahu pembicaraan ini akan berlanjut saat makan malam nanti. Jadi, sebelum aku kembali ke kehidupanku yang melelahkan, aku menyempatkan diri untuk mengunjungi Palazzo Massimo alle Terme.

Tempat ini adalah tempat favoritku setelah Air Mancur Trevi. Aku ingat sekali aku pernah menghabiskan waktu seharian di hari ulang tahunku hanya untuk menatap patung Dionysus. Aku bahkan melewatkan pestaku sendiri.

Bagiku, museum dan galeri seni adalah pelarian yang baik. Setidaknya, itulah yang aku pikirkan selama sebelas tahun belakangan ini.

Tahun-tahun pertama tinggal di Roma, aku masih sering pergi ke club. Aku minum sampai mabuk dan kemudian menyewa seorang hustler untuk kubawa ke rumah. I used to have a horrible coping mechanism.

Semua itu berlanjut sampai Matilde, asisten rumah tanggaku, berkata kalau ada banyak tempat di Roma yang bisa aku nikmati tanpa harus menjadi kacau saat pulang. Aku hanya pria berusia 26 tahun yang linglung saat itu. Aku masih harus menyesuaikan diriku. Bahkan, aku belum terlalu lancar berbahasa Italia.

Jadi, atas saran Matilde, aku memulai pencarianku terhadap tourist attractions di Roma. Ia juga membantuku berbicara dalam bahasa Italia. Walaupun aku mempunyai tutor khusus, tetapi lebih menyenangkan belajar bersama Matilde.

Ia sudah kuanggap sebagai nenekku sendiri. Ya, walau aku tahu ia hanya berjarak lima tahun dari umur ayahku. Ia seorang perempuan yang sabar dan aku sangat beruntung bisa kenal dengannya. Kalau saja bukan karena Matilde, aku pasti sudah berbaring di rumah sakit sekarang karena terlalu banyak mengonsumsi alkohol.

Aku memutari lantai satu. Entah mengapa, semua karya seni ini bisa membuatku rileks. Beruntung sekarang masih pukul sepuluh pagi. Belum banyak orang yang berdatangan karena museum baru dibuka satu jam yang lalu.

Aku melihat semuanya satu persatu, menyimpan semua detailnya dengan baik di kepalaku. Saking seringnya aku datang ke sini, aku sampai tahu jam berapa saja para petugas akan berganti shift. Sedikit mengerikan memang karena sekarang aku jadi terdengar seperti seorang art thief yang mengamati museum yang ingin dirampoknya.

Percayalah, jika aku ini seorang pencuri karya seni, aku lebih memilih memajang semua ini di rumahku daripada melelangnya. Maksudku, coba bayangkan. Kau mengalami stres berat akibat kehidupanmu yang tidak kunjung membaik dan saat kau pulang ke rumah, Aprodhite menyambutmu di ruang tamu. Benar-benar indah.

Aku baru ingin naik ke lantai dua saat ponselku berdering. Astaga, tidak bisakah aku menikmati semua ini sebentar lagi? Aku melihat nama Luca terpampang di layar ponselku.

Dengan malas aku mengangkatnya. "Aku sedang dalam perjalanan, Luca. Ada apa?", aku berbohong sedikit karena jujur aku ingin tahu mengapa ia harus menyuruhku kembali secepat ini. Aku harap CEO muda sialan dari perusahaan kemarin tidak muncul lagi di kantorku. Bocah ingusan itu lebih pantas menjadi badut pengelola kasino daripada pemegang sebuah perusahaan besar.

Love Interlude ➳ Harry Styles [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang