"𝓞𝓾𝓻 𝓼𝓸𝓷𝓰 𝓸𝓷 𝓽𝓱𝓮 𝓻𝓪𝓭𝓲𝓸 𝓫𝓾𝓽 𝓲𝓽 𝓭𝓸𝓷'𝓽 𝓼𝓸𝓾𝓷𝓭 𝓽𝓱𝓮 𝓼𝓪𝓶𝓮,"
Harry menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang sedang. Ia dan kakaknya asik mengobrol untuk menghilangkan rasa bosan. Mereka membicarakan banyak hal. Mulai dari saat keluarga mereka baru pertama kali sampai di Roma hingga saat Diane tidak sengaja menyenggol lampu jalan saat sedang memarkir mobilnya.
"Itu benar-benar memalukan. Beruntung Blake tidak sedang bersamaku dan juga tidak ada pengunjung yang berdiri di depan toko roti itu. Otherwise, I would be so humiliated by my poor parking skill,"
Diane menyelesaikan kalimatnya sembari menahan tawa. Setelah Harry menjemputnya, mereka langsung pergi ke La Pergola. Rupanya, Adrianna dan Raymond sudah sampai di sana. Adrianna menelpon Diane tadi untuk memberitahunya. Tentu saja kakak beradik itu segera bergegas ke restoran tersebut. Mereka tidak ingin Adrianna kehilangan kesabaran karena mereka yang terlambat datang.
"Kau yang mengajariku cara memarkir mobil. Bagaimana kau tiba-tiba jadi tidak bisa melakukannya? Aku rasa saat itu kau belum meminum kopimu. Jadi, kau mengantuk dan tidak bisa fokus. Atau mungkin, kau sedang mengalami datang bulan dan-,"
belum sempat Harry menyelesaikan kalimatnya, Diane terlebih dulu mencubit lengannya. Harry meringis sementara ia berusaha menghindari kakaknya.
"Berhentilah menggunakan alasan itu, Harry. It's not cool. I didn't teach you to be this way,"
Diane melipat tangannya. Apa aku keterlaluan? pikir Harry. Setelah tanggapan Diane, tidak ada dari mereka yang berbicara. Saat itulah Harry sadar kalau komentarnya memang sedikit offensive.
"Aku minta maaf. I didn't mean that. Itu komen yang sangat bodoh dan aku seharusnya tidak mengatakan hal itu,"
Harry mengucapkan permintaan maafnya sambil mencuri pandangan kepada Diane. Diane tidak bergeming dan tetap menatap ke arah jalan di depan mereka. Harry tidak akan menyerah. Ia harus memastikan kalau Diane benar-benar memaafkannya.
"Diane,"
Harry berusaha mendapatkan perhatian Diane lagi saat mereka melewati lampu merah pertama. Diane tetap terdiam di tempatnya. Namun, kali ini ia tidak lagi menatap ke jalanan. Ia sibuk dengan ponselnya. Harry menghela napas. Salah satu sifat Diane yang menurun dari ibunya adalah susah dibujuk saat ia sudah merajuk.
"Dee,"
kali ini Harry berharap ia bisa mendapatkan perhatiannya dengan menggunakan nama panggilan Diane saat mereka masih kecil. Harry kembali mencuri pandangan ke arah Diane dan ia bersumpah ia bisa melihat senyuman tipis di sana.
Harry memberanikan diri untuk mencolek lengan Diane. Diane tentu saja merasa terganggu dan berusaha menepis tangannya. Harry tidak menyerah dan terus menusuk lengan Diane dengan jemarinya.
"Stop it, Harry,"
Diane menangkap tangannya dan memberikan tamparan final. Harry mengaduh dan memutuskan untuk menarik tangannya. Mereka berhenti di lampu merah kedua saat Diane akhirnya berbicara.
"Jangan pernah lontarkan ucapan semacam itu lagi. Women went through a lot of things and if you invalidated their feelings by using that assumption, you're nothing but a hypocrite and also a misogynist too. Apa kau mengerti maksudku sekarang, Harry?"
Diane mengucapkan setiap kata dengan jelas agar Harry sepenuhnya paham dengan penjelasannya barusan. Harry mengangguk sambil menggumamkan ya aku mengerti dengan pelan.
Diane menepuk pundak Harry perlahan. Ia pun membetulkan posisi duduknya dan menyalakan AUX. Ia mengambil kabel penghubung dari tasnya dan mencoloknya langsung ke ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Interlude ➳ Harry Styles [ON HOLD]
Fanfiction𝘍𝘰𝘳𝘨𝘪𝘷𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘰𝘦𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘦𝘳𝘢𝘴𝘦 𝘵𝘩𝘦 𝘣𝘪𝘵𝘵𝘦𝘳 𝘱𝘢𝘴𝘵. 𝘈 𝘩𝘦𝘢𝘭𝘦𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘰𝘳𝘺 𝘪𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘢 𝘥𝘦𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘰𝘳𝘺. 𝘐𝘯𝘴𝘵𝘦𝘢𝘥, 𝘧𝘰𝘳𝘨𝘪𝘷𝘪𝘯𝘨 𝘸𝘩𝘢𝘵 𝘸𝘦 𝘤𝘢𝘯𝘯𝘰𝘵 𝘧𝘰𝘳𝘨𝘦𝘵 𝘤𝘳𝘦𝘢𝘵𝘦𝘴 𝘢 𝘯𝘦𝘸...