"𝓘 𝓼𝓽𝓲𝓵𝓵 𝓽𝓱𝓲𝓷𝓴 𝓸𝓯 𝔂𝓸𝓾 𝓽𝓸𝓸, 𝓲𝓯 𝓸𝓷𝓵𝔂 𝔂𝓸𝓾 𝓴𝓷𝓮𝔀,"
L A R A
Aku melihat sekeliling. Tempat ini sepertinya familiar. Tidak, aku memang mengenal tempat ini. Ini adalah kabin tempat aku dan Harry menghabiskan waktu kami selama dua minggu saat kami baru lima bulan berkencan. Aku mengitari ruang tamu. Foto-foto kami masih tertata rapi di sana.
Aku meraih salah satu bingkai foto. Di sana terdapat foto yang kami berdua ambil di salah satu festival yang ada di Coney Island. Perjalanan itu merupakan satu dari beberapa perjalanan dadakan kami. Aku tersenyum. Saat itu, Harry berkata ia ingin sekali pergi ke sana hanya untuk membeli gulali. Aku tidak terlalu menyukai festival semacam itu. Tetapi, aku pikir tidak ada salahnya untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan bersama kekasihku sendiri.
Aku menaruh foto itu kembali. Mataku kembali mengarah ke foto-foto lain. Ada foto yang kami ambil saat kami pergi ke Times Square, Santa Monica dan Apollo Theater . Aku dan Harry memiliki satu persamaan yang signifikan. We love travelling.
Walaupun hanya perjalanan singkat, nyatanya hal itu dapat membuat kami bahagia. Perbedaannya hanya terdapat pada tempat wisata yang kami pilih saat pergi ke sebuah negara bagian. Aku lebih suka menikmati tempat-tempat bersejarah. Sedangkan Harry lebih suka dengan tempat-tempat ramai seperti festival, bar dan semacamnya.
“Apa yang kau lakukan di sini?”, aku dikejutkan dengan suara seseorang dari belakangku. Aku sontak menoleh dan menemukan Harry berdiri di ambang pintu dengan jaket kulit hitam dan helm di tangannya. Aku gelagapan seraya menyelipkan rambutku ke belakang telinga. Ia terlihat tidak senang dengan keberadaanku di sini. Apa aku telah berbuat kesalahan?
“A-aku hanya mampir,” aku menjawab sekenanya karena jujur aku juga tidak tahu kenapa aku bisa berada di sini. Harry menaruh helmnya di meja dan melempar jaketnya sembarang ke arah sofa. Ia menghampiriku. Aku mulai takut dengan tatapannya.
“Untuk keperluan apa? Kita sudah berpisah, Lara. You made it crystal clear last night that you don’t want to see my face again,” Harry menyisir rambutnya kasar dengan jemarinya. Apa yang sebenarnya ia bicarakan?
Aku berusaha meraih tangannya. Namun, ia terlebih dulu mundur. “Aku serius, Lara. Apa yang kau lakukan di sini?”, mata hijaunya menatapku tajam. Aku benar-benar frustasi sekarang.
“Apa yang kau bicarakan, Harry?”, aku maju selangkah untuk berdiri dekat dengannya. Suaraku sedikit bergetar karena mengatakan hal itu.
Harry tertawa, “You broke up with me, Lara. Kau menamparku di frat party-ku sendiri tadi malam dan menyelesaikan hubungan kita setelah aku membantu Lindsay yang nyaris mengalami keracunan alkohol. Kau bahkan tidak memberikanku kesempatan untuk menjelaskan semuanya.
Dan kalau semuanya belum terlintas di kepalamu, aku akan membantumu mengingat semuanya. Selepas kau memutuskanku, kau kembali ke asramamu dengan si brengsek McCann. Apa itu sudah cukup?”. Harry berubah menjadi kesal. Napasnya menggebu saat ia selesai dengan kalimatnya.
Aku seratus persen bingung dan heran sekarang. Frat party? Tyler McCann? Sejak kapan aku pergi ke frat party dan bergaul dengan Tyler?
“Demi Tuhan aku benar-benar tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Harry,” aku kali ini memberanikan diri untuk menyentuh lengan Harry. Ia menepis tanganku. Hal itu membuat aku terkejut. Ia tidak pernah berbuat seperti ini. He’s never been this angry.
“Aku sudah jelaskan semuanya, bukan? Kau tidak ingin melihat wajahku lagi jadi sekarang aku juga tidak ingin melihatmu lagi. Keluar dari kabinku, Lara. I hate you,” aku terkejut dengan perkataannya. Aku menatap matanya untuk mencari kebohongan di sana. Namun ternyata Harry serius dengan perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Interlude ➳ Harry Styles [ON HOLD]
Fanfiction𝘍𝘰𝘳𝘨𝘪𝘷𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘰𝘦𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘦𝘳𝘢𝘴𝘦 𝘵𝘩𝘦 𝘣𝘪𝘵𝘵𝘦𝘳 𝘱𝘢𝘴𝘵. 𝘈 𝘩𝘦𝘢𝘭𝘦𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘰𝘳𝘺 𝘪𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘢 𝘥𝘦𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘰𝘳𝘺. 𝘐𝘯𝘴𝘵𝘦𝘢𝘥, 𝘧𝘰𝘳𝘨𝘪𝘷𝘪𝘯𝘨 𝘸𝘩𝘢𝘵 𝘸𝘦 𝘤𝘢𝘯𝘯𝘰𝘵 𝘧𝘰𝘳𝘨𝘦𝘵 𝘤𝘳𝘦𝘢𝘵𝘦𝘴 𝘢 𝘯𝘦𝘸...