"𝓘 𝓷𝓮𝓮𝓭 𝓽𝓸 𝓰𝓮𝓽 𝔂𝓸𝓾 𝓸𝓯𝓯 𝓸𝓯 𝓶𝔂 𝓶𝓲𝓷𝓭,"
L A R A
Hari ini berlangsung sangat cepat. Setelah insiden kecil tadi pagi, aku memutuskan untuk kembali tidur. Namun, pikiranku sepertinya tidak sependapat denganku. Semua peristiwa yang terjadi hari itu terngiang-ngiang di kepalaku. Dan parahnya, aku seperti merasakan hal itu sekali lagi.
Setelah beberapa percobaan yang gagal, aku pun menyerah. Aku bangkit dari tempatku dan berusaha menyibukkan diri. Aku membersihkan rumah, melipat pakaian bersih dan membuat secangkir kopi. Kegiatanku tentu saja membuat Finn terbangun dari tidurnya. Aku merutuk. I really need to stop doing this 'mourning over my past' thing.
Finn memiliki tatapan yang sama setiap kali ia melihatku terjaga pukul tiga atau empat pagi. The same worried look. Ia terus menerus menanyakan keadaanku dan sekilas, aku mendapatkan gambaran yang sama tentang seseorang yang aku lihat padanya. Him.
Ya Tuhan, aku lagi-lagi memikirkannya. Lebih baik aku menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat agar aku bisa pergi ke grocery store untuk membeli bahan-bahan makanan. Sudah saatnya aku merubah sesuatu. Yang pertama, merubah pola hidupku. Dan yang kedua, melepaskan ikatan dari masa lalu yang terus menerus mengikatku.
Mungkin sudah saatnya aku menjadi ibu sepenuhnya bagi Finn. Kau tahu, seperti memasakkan makan malam untuknya, membantunya mengerjakan tugas sekolah, atau sekedar ada untuk menjadi pendengar bagi Finn. Aku sadar selama ini aku sangat sibuk.
Aku cuma sempat menjadi teman Finn untuk mengobrol. Itupun hanya berlangsung selama beberapa jam mengingat jam kerjaku yang padat dan kegiatan sekolah Finn. Belum lagi kalau Finn harus berjam-jam mengerjakan projek sekolah di kamarnya atau di rumah temannya.
Kami bisa jadi hanya bertemu saat sarapan atau makan malam. Oleh karena itu, aku ingin membuat jam-jam singkat itu menjadi lebih berharga dengan Finn. He's going to be a 17 years old soon and I don't want to miss seeing him grew up.
Aku memastikan sekali lagi tidak ada yang terlewat. Hanya untuk berjaga-jaga. Aku kembali mengecek ruang tamu, ruang makan, kamar mandi, teras belakang, kantor Nyonya Jones dan kolam renang. Saat tiba di ruang makan, aku berpapasan dengan Evelyn, seorang au pair asal Plovdiv yang dikontrak oleh Nyonya Jones sebagai chef pribadinya. Sangat tidak wajar karena biasanya au pair disewa sebagai pengasuh anak. Tetapi, Nyonya Jones sepertinya bisa mengatasi hal itu.
"Halo, Nyonya Kovàcs. Anda sedang bersiap-siap untuk pulang?", Evelyn yang sedang merapikan meja makan menyapaku dari tempatnya. Aku tersenyum kepada gadis berumur 20 tahun itu dan mengangguk. Aku melihat Evelyn yang dengan hati-hati menaruh piring-piring dan beberapa gelas wine. Aku merasa sedikit bingung karena jumlahnya lebih banyak dari biasanya.
"Apa Nyonya Jones kedatangan tamu?", aku ikut membantu Evelyn dengan menaruh serbet-serbet di meja makan. Evelyn menggeleng. Ia mengelap meja dengan cepat dan kembali ke tugas awalnya.
"Aku kurang tahu soal itu, Nyonya K. Yang jelas Nyonya Jones hanya menyuruhku menyiapkan piring dan gelas lebih," Evelyn sekarang beralih ke depan oven untuk mengecek masakan yang sedang ia masak. Tidak lupa ia melihat timer dan mengecek masakan lainnya.
Aku menggedikan bahu dan berpamitan kepada Evelyn. Shiftku sudah selesai dan aku masih harus pergi ke Trader Joe's setelah ini. Lebih baik aku bergegas karena aku tidak ingin kehabisan barang yang akan kubeli. "Baiklah kalau begitu. Aku akan pergi sekarang. Aku ingin memberitahu Nyonya Jones tapi sepertinya ia sedang berada di kamarnya. Selamat malam, Evelyn," aku memakai cardigan hitamku lalu meraih tasku yang sebelumnya sudah kusiapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Interlude ➳ Harry Styles [ON HOLD]
Fanfiction𝘍𝘰𝘳𝘨𝘪𝘷𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘰𝘦𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘦𝘳𝘢𝘴𝘦 𝘵𝘩𝘦 𝘣𝘪𝘵𝘵𝘦𝘳 𝘱𝘢𝘴𝘵. 𝘈 𝘩𝘦𝘢𝘭𝘦𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘰𝘳𝘺 𝘪𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘢 𝘥𝘦𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘰𝘳𝘺. 𝘐𝘯𝘴𝘵𝘦𝘢𝘥, 𝘧𝘰𝘳𝘨𝘪𝘷𝘪𝘯𝘨 𝘸𝘩𝘢𝘵 𝘸𝘦 𝘤𝘢𝘯𝘯𝘰𝘵 𝘧𝘰𝘳𝘨𝘦𝘵 𝘤𝘳𝘦𝘢𝘵𝘦𝘴 𝘢 𝘯𝘦𝘸...