"𝓘𝓯 𝓘 𝓬𝓸𝓾𝓵𝓭 𝓯𝓵𝔂, 𝓘'𝓭 𝓫𝓮 𝓬𝓸𝓶𝓲𝓷𝓰 𝓻𝓲𝓰𝓱𝓽 𝓫𝓪𝓬𝓴 𝓱𝓸𝓶𝓮 𝓽𝓸 𝔂𝓸𝓾,"
Langit Roma sudah berubah menjadi gelap. Bintang-bintang terlihat dengan jelas dari tempat Harry berdiri. Asap rokok mengepul di sekitarnya. Entah sudah berapa batang yang ia habiskan hanya untuk menghabiskan jam tunggunya.
Gala dinner di hari Jumat dan jadwal penerbangan ke New York keesokan harinya adalah kombinasi yang sangat buruk bagi Harry. Untuk ukuran seseorang yang sering bepergian ke luar negeri, ia harusnya sudah terbiasa dengan jetlag dan timezone yang berbeda. Namun, nyatanya setelah bertahun-tahun, ia masih membenci kedua hal itu.
"Signore Styles, la sua tuta è pronta,"
Mr. Styles, your suit is ready.
lamunan Harry dibuyarkan oleh suara Gusteau yang terdengar dari dalam. Ia mematikan rokoknya dengan cepat dan mengibaskan sedikit kemeja putihnya. Ia hanya berharap ibunya tidak dapat mencium aroma Newport dari tubuhnya.
Ia membuka pintu yang menghubungkan balkon dan walk-in-closet milik ibunya. Ia mendapati Diane dan ibunya yang sudah selesai dengan persiapan mereka. Namun, ia tidak melihat keberadaan Raymond.
Harry berjalan ke arah Gusteau dan asistennya yang sedang menyiapkan setelannya. Ia mengambil parfum miliknya dari atas meja dan menyemprotkannya asal. Setidaknya ia sudah berusaha untuk terlihat pantas di gala dinner ini.
"Dimana Ayah?",
Harry bertanya sementara Gusteau memakaikan setelannya. Ia ingin malam ini cepat berakhir agar ia bisa kembali ke rumahnya tanpa harus melihat Sierra Jones terlalu lama.
Ia perlu memberitahu kedua orang tuanya mengenai hal ini. Persetan dengan file milik Jones yang sudah dihapus dari U.S. data base. Orang tuanya harus tahu kalau perempuan ini sangat berbahaya untuk dibiarkan berada di tengah-tengah mereka. Apalagi kalau sampai harus menikah dengan Harry.
"Ayah sudah lebih dulu pergi. Ia bilang ada sesuatu yang harus ia urus sebentar,"
Adrianna menjawab pertanyaan Harry. Ia mendengus dan merapikan setelannya. Kemudian, ia duduk di salah satu kursi yang ada di dekat jendela sembari menunggu ibu dan kakaknya selesai.
Ia memainkan ponselnya untuk mengalihkan perhatiannya. Harry benar-benar tidak tahu sebuah rumor kecil dapat memberikan dampak seburuk ini kepada hidupnya. Mungkin seharusnya ia mengambil tawaran ayahnya untuk dipindah tugaskan ke Bucharest dua tahun lalu.
Jika sudah seperti itu, ia akan lebih bebas dari bayang-bayang ibunya. Namun, di satu sisi, ia juga merasa lega karena dengan hal ini, ia memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Lara. Lara Kovács, the love of his life. Atau setidaknya itu judul yang ia berikan kepada wanita cantik itu. Harry tidak tahu apakah Lara masih melihatnya dengan title yang sama atau sudah berubah menjadi Laki-laki Paling Brengsek yang Pernah Ada di Muka Bumi.
"Harry, tolong ambilkan wine yang ada di atas nightstand,"
Harry mendongak dari layar ponselnya. Ia mendengar Adrianna memanggilnya dari depan meja rias. Ia berdiri dan berjalan ke arah nightstand. Ia melihat sebotol Moscato di samping sebuah gelas kaca tinggi.
Ia hendak membuka wine tersebut dan sadar kalau keadaannya sudah terbuka. Ia membawa gelas dan Moscato itu kepada ibunya.
Adrianna dan Diane masih sibuk dengan make up mereka. Giselle dan Gianna, penata make up pribadi mereka sedang menaruh berbagai produk yang tidak Harry pahami ke rambut dan wajah mereka. Ia menaruh wine dan gelas tersebut ke hadapan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Interlude ➳ Harry Styles [ON HOLD]
Fanfiction𝘍𝘰𝘳𝘨𝘪𝘷𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘰𝘦𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘦𝘳𝘢𝘴𝘦 𝘵𝘩𝘦 𝘣𝘪𝘵𝘵𝘦𝘳 𝘱𝘢𝘴𝘵. 𝘈 𝘩𝘦𝘢𝘭𝘦𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘰𝘳𝘺 𝘪𝘴 𝘯𝘰𝘵 𝘢 𝘥𝘦𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥 𝘮𝘦𝘮𝘰𝘳𝘺. 𝘐𝘯𝘴𝘵𝘦𝘢𝘥, 𝘧𝘰𝘳𝘨𝘪𝘷𝘪𝘯𝘨 𝘸𝘩𝘢𝘵 𝘸𝘦 𝘤𝘢𝘯𝘯𝘰𝘵 𝘧𝘰𝘳𝘨𝘦𝘵 𝘤𝘳𝘦𝘢𝘵𝘦𝘴 𝘢 𝘯𝘦𝘸...