Bagian 1

4.2K 172 20
                                    

Dingin dan tak banyak bicara tidak pernah lepas dari ciri khasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dingin dan tak banyak bicara tidak pernah lepas dari ciri khasnya.

Sehingga wajar jika semua karyawan akan menunduk secara instan padanya jika kebetulan berpapsan.

Auranya yang mencekam sebagai penegas bahwa siapapun yang menentangnya harus siap berhadapan dengan kesialan.

Lelaki ini tak akan pernah mau berbuat manis sedikitpun, pada siapapun.

Tanpa terkecuali.

Dengan langkah-langkah tegasnya Oh Sehun berjalan dengan angkuh untuk sekedar menuju dimana ruang kerja di kantornya berada.

Dia bersifat absolut dan teguh pendirian. Tidak mengijinkan siapapun mengusiknya.

Oh Sehun sekaya itu untuk membuat semua orang tunduk padanya. Mempunyai perusahaan besar yang berfasilitas bintang lima menjadi poin plus dirinya.

Lift khusus hanya untuk menuju ruangannya menjadi pengantar dia menuju berkas yang tak pernah ada habisnya.

"T-tuan nyonya menunggu diruangan"

Sekertaris yang berdiri didepan ruangannya menyambutnya walau tidak pernah ia hiraukan, selain memberi tatapan datar.

Akibatnya setelah satu langkah memasuki ruangan, amarahnya memuncak.

"Aku rasa tidak memperbolehkan siapapun masuk tanpa seijinku keruangan ini." sarkasnya, tapi tetap berjalan menuju mejanya tanpa mau menatap lawan bicaranya yang ada di sofa.

"Sampai kapan kau seperti ini Sehun?." wanita disana membalas dengan tegas

Hening yang menjadi saksi. Oh Sehun tidak mau membuang tenaga untuk membahas hal yang sudah pasti.

Dia membenci wanita di depannya.

"Aku sengaja ke kantor untuk memberimu bekal sarapan setelah kau tak pulang ke rumah kemarin malam." Ucap wanita itu dengan sedikit lembut.

Setelah menyajikan makanannya siap santap, wanita itu berjalan ke arah Sehun yang sibuk dengan berkasnya.

Wanita itu memutar kursi Sehun sehingga menghadap kearahnya. Kemudian agak membungkuk dan membenarkan pakaian dibagian dada termasuk dasi lelaki itu.

Serupa patung Sehun hanya diam merasa muak. Setelah lima detik kesabarannya pria Oh itu menepis kasar tangan yang berani menyentuhnya.

"Jangan melewati batas, Xi Luhan." tatapannya berubah nyalang.

"Oh Luhan jika kau lupa." Sahut santai dari wanita itu yang merupakan istrinya.

"Keluarlah!" memalingkan wajah dengan kemarahan memuncak.

"Tapi aku bahkan belum sarapan. Mari sarapan bersama." Paksa wanita itu dengan menggebu

Sehun tanpa kata memanggil penjaga lewat telefon untuk menyeret Luhan.

AMARAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang