Kepercayaan itu bagaikan sebuah kertas, jika sudah terlanjur dilipat maka ia tidak akan pernah bisa kembali seperti semula.Azra Angela
***
"Ara" Arel melihat gadis itu turun dari sebuah mobil bersama orang yang sangat dikenalnya, sahabat lamanya.
Ara tidak sengaja melihat keberadaan Arel di seberang jalan yang sedang menatap dirinya dan Alvaro.
Perasaan itu kini telah berubah menjadi kebencian yang mendalam, tatapan hangat dari mata itu yang menjadi candu untuknya kini tak lagi dia inginkan.
Ia sedikit gelisah sekarang, setelah kejadian kemarin bahkan ia berharap tidak akan menemui orang itu lagi. Tapi nyatanya Arel adalah orang kedua yang ia lihat setelah Alvaro.
Ara mengalihkan pandangan berjalan lurus menghiraukan manusia di seberang sana yang dipenuhi tatapan penuh pertanyaan.
Ternyata sedari tadi Alvaro mengikutinya dari belakang dan setelah sampai di depan kelasnya.
"Gue duluan" Alvaro berbicara tepat di depan telinganya sambil menepuk sebelah pundaknya. Lalu dia tersenyum hangat dan menjauh.
Entah mengapa Ara sedikit tenang dengan tepukan tadi, seperti ada sesuatu yang melindungi dirinya.
"Ra.." merasa dipanggil Ara mencari keberadaan suara yang memanggilnya.
"Gue minta maaf Lo gak apa-apa kan?" Tanya Edsel khawatir
"Seperti yang Lo lihat" singkat Ara kemudian melanjutkan langkahnya.
"Ehh Ra tunggu dulu, Lo yakin gak ada apa-apa?" Edsel kembali menghadang Ara
"Woi Sel Lo kenapa sih? Orang Ara juga gak kenapa-kenapa kan?" Sela Adney dan yang lain kebingungan dengan tingkah Edsel yang tidak biasa.
"Ra tapi.." Edsel melanjutkan pertanyaannya tetapi Ara dengan cepat memotong pertanyaan yang belum dia selesaikan.
"Gak apa-apa sel udah deh" Ara menuju tempat duduknya yang tepat berseberangan dengan Arel, hanya jeda jalan.
Ara membuat seolah-olah tidak sedang terjadi apa-apa, semua nampak seperti biasa.
Tidak ada yang tahu perasaannya, ia berhasil menipu semua orang dengan senyuman lugunya.
Namun satu hal yang tidak bisa ia sembunyikan, kebencian itu.
Kedatangan seseorang yang secara tiba-tiba membuat segerombolan siswa di dalam kelas itu termasuk Ara refleks menoleh.
Namun setelah Ara mengetahui siapa dia, Ara sesegera mungkin membuang muka. Ia tidak ingin menatap mata itu lagi.
Mulai saat itu dan beberapa hari berikutnya Ara tidak pernah sekalipun berbicara dengan Arel.
Mereka tidak pernah juga berbicara lewat chatting.
Jangankan bersapa, ketika kedua pasang mata itu bertemu pun Ara enggan melihatnya, dirinya selalu menghindar dari tatapan itu.
Menyakitkan, tatapan yang awalnya menjadi candu sekarang berubah menjadi sebuah kebencian yang mendalam dan Ara tidak ingin merasakan sakit itu lagi hanya karena melihat sepasang mata itu tengah memandangnya.
***
Dear diary,
Ya Tuhan, sebelumnya aku tidak pernah mempunyai rasa yang aneh kepada seseorang. Aku juga tidak mengerti karena perasaan itu tiba-tiba muncul begitu saja tanpa aku minta. Sikap dan tatapannya kepadaku membuat perasaan itu semakin hari semakin bertambah, entah mengapa aku sangat menyukai matanya. Dan lama-lama perasaan itu berubah menjadi sebuah harapan, maafkan aku yang telah berharap kepada selain-Mu. Aku mencintainya tuhan, dia cinta pertamaku namun mengapa semua ini justru terjadi, mengapa pernyataan pahit itu harus ada. Sekarang setiap kali aku melihatnya, rasa sakit itu kembali hadir. Perlahan perasaan yang awalnya mengagumi sekarang menjadi sebuah rasa benci yang amat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The strong girls (slow up)
Teen FictionJika kamu percaya akan ada pelangi setelah hujan maka yakinlah akan ada kebahagiaan setelah perjuangan Percayalah tuhan selalu punya keajaiban disetiap rencananya yang kita lakukan hanya perlu mengikuti alurnya kehidupan yang telah direncanakan tuha...