(14).

18 3 0
                                    

Dikediaman Evan kini masih tidak terlalu ramai,remang - remang lampu dan lalu lalang seperti mengantarkan para pelayat yang hadir ditengah malam ini.

"Padahal tadi baru aja gue ngeliat dia njir".
Ucap adinda masih tak percaya,memang kematian tidak bisa ditolak oleh siapapun,sama seperti cinta,datang sendiri.

"Ah -m.. udah kabarin Rangga belum?"
Tanya Raissa yang langsung dihadiri tatapan micing teman-teman yang ada didekatnya,maklum.

"Gue telpon"
Ujar adinda langsung menghadang ponsel yang tertidur didepannya.

"Tumben ngomongin Rangga , lagi kangen yaaaa"
Goda arletta terkekeh.

"Najis"
Gumam Raissa yang langsung diberi jitakan kecil milik gadis kecil didekatnya.

"Lu kira gue tai kuda"
Ucap arletta,Raissa hanya tersenyum pelan.

***

Rangga menatap kearah depan kaca mobilnya,terlihat lalu lalang kota new York yang ramai,ia sedang menyetir.
Rangga berniat ingin pergi ke salah satu pusat pembelajaan disini,ia disuruh ayahnya untuk membeli bahan makanan dirumah karena persediaan mereka sudah habis.

Ditengah-tengah suasana fokus Rangga, hp nya berkicau keras mengeluarkan nada dering khas.
Peraturan mengemudi yang jelas,ia harus menepi,berkemudi sembari memainkan ponsel tidak baikkan?,ia tidak ingin new York menjadi kota terakhirnya bernapas.
I

a mengambil benda pipih itu lalu menempelkannya ditelinga.

"Good morning,who are you?"
Tanya rangga dengan hati hati setelah selesai menginjak rem.

"R-rarangga?"
Ucap seorang gadis diseberang sana,riuh menyelimuti suaranya.

"Do you know my name?"
Tanya Rangga lagi,suara diseberang telepon samar seperti radio rusak,bahkan nomornya pun tidak tertera dibuku kontak hp Rangga.

"I-ini gue adinda"

Rangga mendongak terkejut,adinda temannya Raissa kan?.

"A–h .. oh"
Ucap Rangga sedikit berdehem,penting apa adinda menelponnya saat ini?pasti tentang Raissa.
"Mau apa?"
Lanjut Rangga sinis dan dingin.

"Soal Evan"
Ucapan adinda terlihat sendu,Rangga membenarkan posisi duduk nya dan menarik napas kasar.

Rangga tidak berpikiran bahwa Evan akan membuka rencana nya lebar-lebar lalu memberitahu semua orang,Evan sudah berjanji.
"Evan kenapa?"
Ucap Rangga pelan.

Hening seketika menyelimuti sambungan telepon,sambungan belum terputus,bahkan ia masih bisa mendengar suara riuh dari adinda.
Terdengar adinda membatukkan tenggorokannya berat.

"Evan meninggal"

Jantung Rangga mengalami gempa,ia mendongak dan mengepal tangannya mencoba untuk tidak berteriak.

Ia menekan tombol merah di hp nya dengan kasar,lalu menyimpan benda pipih tersebut,atau lebih tepatnya di lempar.
Rangga tidak akan frustrasi sekarang ataupun kehilangan harapan,tapi bagaimana dengan balas dendam yang selama ini ia dambakan?

Vaghas goblok!

.

.

Okta melemparkan dirinya ke sofa didepan tv ,ia benar-benar pusing sekarang,sudah 2 hari Rangga pergi,bahkan pihak sekolah tidak tahu kemana anak semata wayangnya tersebut.

Tidak ada harapan dan keinginan Okta sekarang,ia hanya ingin Rangga ada,berada di pelukannya.

Cukup Albian yang pergi,Rangga jangan.

Air dipelupuk mata Okta kini terjatuh,pipinya basah seperti terjunan.

Rangggaa .. mas Albian .. kalian dimana ..

[.]

REMEMBER ME (Rangga X Raissa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang