Bagian 3

546 146 89
                                    

Yoga menjatuhkan bokongnya di kursi lalu menenggelamkan kepalanya dalam lipatan tangan kekarnya, perlahan dia menutup matanya, sungguh dia masih mengantuk, tapi mau bagaimana lagi kalau bundanya itu sudah membangunkannya sudah pasti Yoga akan bergegas mandi.

"Ck ... ck ... ck lo enggak bosen apa tidur mulu?" ujar Tomi melihat temannya ini selalu tidur saat sesampainya di sekolah.

"Au lo bo..."belum sempat Radit melanjutkan ucapannya mulutnya terkunci rapat saat semua murid yang ada di kelasnya menatapnya.

Tomi dan Adit menatapnya tajam, sedangkan Yoga langsung menegakkan kepalanya, merasa tau akan kesalahannya Radit langsung meralat ucapannya.

"Au lo bobo mulu deh Ga." ujarnya sambil memberikan seringai khasnya, Adit dan Tomi hanya mengaggukkan kepalanya, sedangkan Yoga kembali merosotkan kepalanya ke dalam tumpukan lenganya.

Gandi beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Radit. "Awas lo keceplosan lagi, lo enggak boleh manggil Yoga bos selain di luar sekolah, ingat disini kita cuma saling kenal dan kita berteman sama Yoga semata-mata cuma mau cari contekkan," bisik Gandi lalu pergi kekelasnya. Gandi memang tidak sekelas dengan ketiga temannya, bahkan dia kelas dua belas, dan dia juga yang paling waras dan kecerdasaanya bisa di bilang diatas rata-rata.

Bertepatan dengan bel masuk berbunyi bu Puri sebagai guru metematika pun masuk, semua murid yang ada di kelas tersebut menghembuskan nafas jenggah lalu duduk di kursinya masing-masing.

"SELAMAT PAGI ANAK-ANAK!"sapaan bu puri menggema di seluruh penjuru kelas, namun tidak membuat murid laki-laki yang ada di bangku paling ujung itu membuka matanya.

"Pagi Bu... "

Bu Puri pun menjelaskan di depan dan menulis dua soal di papan tulis, dia sedang mencari mangsa empuknya untuk menjawab soal di papan tulis, sungguh melihat angkanya saja membuat kepala semua murid ingin pecah apalagi harus mengisi semua pertanyaan ini.

Bu Puri tersenyum miring sambil melihat bangku yang berada di belakang, dia menghampiri meja itu, suara sepatunya semakin dekat, namun cowok itu masih setia menenggelamkan kepalanya pada tumpukkan lenganya dan di alassi tas.

Bu Puri kembali tersenyum bahkan senyumnya semakin melebar saat dia sudah sampai di depan meja cowok itu, semua murid bergeridik ngeri melihat ekspresi bu Puri yang seperti ingin menelan orang hidup-hidup.

"YOGA KENAPA KAMU TIDUR SAAT JAM PELAJARAN SAYA?!" teriak bu Puri tepat di depan telinga Yoga.

Yoga mengeram kesal lalu membuka matanya, dia menaikkan satu alisnya melihat guru kiler ini ada di hadapanya.

"kerjakan soal di papan tulis! kalau kamu tidak bisa! siap-siap ibu hukum bersiin toilet laki-laki!" ujarnya sambil menahan emosi.

Yoga menatap ibu itu sejenak lalu berjalan santai menuju papan tulis, diambilnya spidol yang masih di genggaman bu Puri lalu kembali berjalan, dia melihat sekilas soal itu lalu mulai mengerjakannya dengan teliti.

Merasa semua soal sudah di selesaikannya, dia berjalan ke bangkunya lalu berhenti tepat di depan bu Puri, dia menyodorkan spidol itu dan langsung diambil oleh bu Puri.

"Menutup mata belum tentu tidur, tidak menghargai bukan berarti enggak peduli," ujarnya ketus dan penuh penekananan tepat di kuping bu Puri, dia kembali berjalan sambil memasukkan salah satu tangannya ke saku celananya, sedangkan bu Puri masih terpaku di tempatnya, Kenapa dia bisa lupa bahwa Yoga anak yang cerdas apalagi di bidang matematika, fisika dan kimia, tapi dia selalu menolak saat pihak guru menyuruhnya untuk mengikuti olimpiade.

🌦Jessica's🌧️

"hufft..." Jess masih mengatur napasnya saat berada di depan kelas. Lalu masuk ke kelasnya dan meletakkan tasnya di atas meja, dia melihat Ara dengan senyum yang mengembang sambil mengedip kedipkan matanya.

"Ke napa lo?" tanya Ara yang merasa jijik dengan kelakuan temannya ini.

"Palingan juga cacingan ni orang," timpal Viona yang ada di depan mejanya.

Jess mendegus kesal, lalu menatap Ara. "Ra liat pr fisika dongs, gue cuma nyalin kok, enggak nyontek,"ujarnya memberi senyum andalannya lalu duduk di kursinya.

"Itu ma Sama aja kunyuk! "ucap Viona kesal.

Ara mendegus membuka tasnya lalu mengambil buku fisika dan memberikannya kehadapan Jess, dia tidak mau perdebatan ini berlasung lama. Dengan cepat Jess mengambil buku dari tangan Ara dan langsung menyalinya, Jess baru menyalin satu soal tapi bel sudah berbunyi, dia kelabakan sendiri, bagaimana mungkin dia baru mengerjakan satu dari sepuluh soal.

"Woyy ... bu maya enggak masuk!" teriak Jordan sang ketua kelas.

"beneran?! kita free dong?!" tanya salah satu murid perempuan yang berteriak histeris.

Jordan hanya menganggukan kepalanya, semua isi kelas langsung bising, Jess tersenyum senang, allah sudah memberi keselamatan dari guru menyeramkan itu.

🌦Jessica's🌧️

"Ga kantin yuk? "ajak Tomi dengan muka memelas, sekarang tinggal mereka berlima di kelasnya.

"Kuy lah ga, udah lama kita enggak ngantin bareng,"timpal Radit

"Mau sampai kapan ga lo kayak gini, lo tau enggak lo tu udah berubah, bahkan lo enggak pernah cerita ke kita-kita, lo yang dulu suka dengan ketenaran dan sekarang lo malah menghindar dari keramaian," ujar Gandi yang sudah muak dengan sikap Yoga yang menurutnya ke kanak-kanakan.

"Yuk, " ucap Yoga lalu melewati kelima temennya dan berjalan santai.

Mereka berlima saling tatap lalu mengikuti Yoga dari belakang, apakah Yoga ingin kekantin bersamanya seperti sedia kala?

🌦️Jessica's🌧️

"Jess ayo cepetan!" ujar Viona sambil menarik pergelangan tangan Jess melewati koridor, mereka ingin kekantin, viona terus mendumel tidak jelas karena menurutnya Jess terlalu lambat berjalan dia takut kantin sudah penuh dan tidak ada kursi lagi untuk mereka.

Jess terus meringis di balik punggung kedua temannya. "awww.. Sakit Vi," Jess melihat pergelangan tangannya dengan nanar.

Ara dan Viona sontak memutar badannya kearah Jess, saking sibuknya mendumel tidak jelas, mereka tidak mendengar Jess yng sedari tadi menahan sakit.

"Le-lepasin Vi ... sakit." kalau tidak dia tahan mungkin air matanya sudah mengalir bebas dari kelopak mata coklatnya.

Viona melirik kearah pergelangan tangan Jess yang sudah ia lepaskan, terdapat bercik darah yang berasal dari goresan yang belum sembuh total.

"Ma-maaf."Viona merasa bersalah akan kelakuanya yang ceroboh.

"Tangan lo kenapa Jess? masa cuma di tarik aja sampe kayak gitu? " Ara memicingkan matanya.

"Entar gue ceritain di katin,"ujarnya lalu berjalan santai ke arah kantin.

Jangan lupa vote dan komen ya

JESSICA'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang