Bagian 5

423 132 49
                                    

"Aku butuh orang yang menerima aku apa adanya, bukan ada apanya aku. Aku butuh orang yang menerima kekuranganku, bukan malah menganggapku tidak berguna dan membuatku putus asa."

-Jessica-

Yoga memasuki rumahnya dengan santai, dia melempar tasnya di atas sofa lalu menjatuhkan bokongnya di meja makan, dia tersenyum tipis melihat bunda yang sedang memasak.

"Kamu udah pulang?" tanya Raini saat melihat anak laki-lakinya. Yoga hanya membalasnya dengan anggukkan kepala.

"Kamu ada hutang loh sama bunda," ujar Raini lalu menghampiri Yoga dan duduk di sampingnya. Yoga menaikkan satu alisnya dan keningnya sudah berlipat-lipat tanda dia sedang berfikir. Hutang?

Raini mendugus kesal. "Cepet cerita muka kamu kenapa bonyok semua kayak gini," ujar Raini kesal melihat anaknya.

"Yoga enggak papa bun.." Yoga menghembuskan napas kasar, mamanya selalu saja seperti ini.

"Enggak papa gimana.." Raini sungguh kesal, kayak gini masih dibilang enggak papa. Mungkin menurut kalian ini terlalu lebay tapi Raini sangat khawatir.

"Kemarin yoga cuma nolongin orang yang lagi kecopetan kok bun. "Yoga memilih menjelaskan dari pada harus berdebat dengan bundanya ini.

"Siapa? Temen? "

"Orang asing."

"Bunda tau nak kamu ingin berbuat baik, tapi enggak harus bahayain keselamatan kamu sendiri, apalagi itu pencopet pasti suka bawak senjata tajam." Apakah bisa bundanya ini tidak cerewet sehari saja, lagian Yoga bukan anak kecil lagi.

"Iya enggak akan di ulang." ya itulah jalan satu-satunya agar bundanya berhenti bicara, ya mengalah.

"Oh..ya adik kamu mana?" tanya Raini sambil mengedarkan pandangannya, saking sibuknya mengomeli Yoga, Raini sampai lupa kalau anak perempuannya tidak ada.

"Pulang bareng temen." Yoga beranjak dari tempat duduknya sebelum bundanya kembali bersuara dan menyerangnya dengan bertubi-tubi pertanyaan.

"Yoga! bunda belum selesai ngomong!" teriak Raini. Yoga mesih berjalan santai menaiki tangga, dan bersikap seolah dia tidak mendengar ucapan bundanya.

🌧Jessica's🌦️

Jess memasuki rumahnya dengan senyum yang mengembang, tapi senyum itu menghilang saat dia mendengar ketukan sepatu yang lama-kelamaan mendekat dari belakang tubuhnya, dia terpaku di tempatnya.

Braakkk

Ember berisi pakaian kotor itu mendearat mulus di kedua kakinya. nyeri, itulah yang dirasakan Jess, dia mengangkat wajahnya dan langsung bertemu mata tajam milik Sarah mamanya.

Sarah tersenyum puas dengan hasil kerjanya. "Cuci sampai bersih! Kalau sudah selesai kamu cuci piring! mengepel! dan membersihkan kamar stela!"

"Ma tapi Jess ada Urus.."belum sempat Jess melanjutkan ucapannya, suara Sarah sudah melengking di telinganya.

"Enggak ada alasan, kerjakan sekarang!" muka Sarah memerah, sepertinya dia sedang marah." Dan satu lagi jangan panggil saya mama! mengerti?! "ujarnya sambil mendekatkan mukanya ke hadapan Jess, bahkan matanya sudah ingin keluar.

"Tapi kenapa ma? akukan anak mama." ujar Jess lirih, memang apa salahnya jika dia memanggil Sarah mama?

"Karena anak saya cuma Stela, saya enggak mau punya anak enggak berguna kayak kamu, dan satu lagi selama papamu pergi, kamu yang akan mengerjakan semua pekerjaan rumah!"

Jess tersenyum, bahkan menertawakan dirinya sendiri, dia butuh dukungan bukan seperti ini, bahkan mamanya membuat dia lebih putus asa.

"Jess enggak mau!" kini Jess sudah sangat marah, dia merasa tidak adil, cuma gara-gara Jess anak yang bodoh, mamanya bisa melakukan apa yang dia inginkan.

"Melawan kamu, hah!" bantahan Jess malah membuat Sarah semakin marah, dia menarik kencang rambut Jess sampai si empunya meringis bahkan air matanya sudah tidak terbendung lagi.

"Sa-sakit ma..hiks..hiks..lepasin ma, aku mohon..hiks." Jess terus memohon agar Sarah melepaskan cengkraman di rambutnya.

Sarah tidak peduli atas tiriakan Jess, bahkan dia semakin gencar menarik rambut Jess yang terurai.

"STELA PULANG!"suara mengema di seluruh ruangan, Setla berhenti sejenak melihat kejadian di depannya, dia tersenyum miring lalu berjalan angkuh menghampiri mama dan kakaknya.

"Wah..wah..ada yang lagi bikin masalah nih." Stela mengeleng-gelengkan kepalanya dramatis. "Buat ulah apa lagi dia ma? tanya Stela sambil tersenyum miring. "Udah lah ma lepasin entar gagar otak lagi, tambah oon aja nanti dia.. Hahaa" Stela tertawa terbahak-bahak, dan mencengkal tangan mamanya agar tidak melanjutkan kegiatannya.

"Cukup!" teriak Jess yang membuat Stela bungkam dan berhenti tertawa. "Gue ini kakak lo stel! apa pantas lo ngetawain kakak sendiri!" bentaknya saat tangan Sarah sudah tidak ada lagi di kepalanya.

Plakk

Satu tamparan mendarat mulus di pipinya hingga meninggalkan jejak tangan dan bercik darah di sudut bibirnya."Berani kamu membentak anak saya!"amarah Sarah yang mulai surut, dan kini naik kembali saat melihat anak kesayangannya di betak.

"Lalu aku bukan anak mama?" tanya Jess sambil tersenyum meski pipinya berdenyut, belum lagi kepalanya masih pusing.

"Berani kamu ya?!" ujar Sarah sambil menarik tangan Jess ke kamar mandi. Dia mendorong Jess hingga kepalanya terbentur dinding lalu Sarah menyiram Jess dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Jess tidak bisa membantah dia hanya bisa memejamkan matanya saat air menyucur dari atas kepanya, semua bagian tubuhnya serasa nyeri bahkan dia belum mengganti pakaiannya. Jess merasakan pusing dan penglihatannya mulai kabur,lalu dia sudah tidak sadarkan diri lagi.

Sarah keluar dari kamar mandi dengan senyum yang mengembang, dia merasa puas akan kelakuanya. Seorang perempuan menatap kejadian tadi dengan sorot mata kasihan, dia mengedarkan pandangannya lalu menghampiri Jess.

🌧Jessica's🌦️

Jess mengerejabkan matanya berulang kali untuk menyesuaikan dengan cahaya, dia memegangi kepalanya yang berdenyut, Jess mengedarkan pandangannya dan dia melihat seorang perempuan paru baya yang sedang tersenyum hangat.

"Non udah bangun?" tanya Bi Inah selaku pembantu rumah tangga di rumahnya, Jess membalasnya dengan anggukkan kecil dan jangan lupa senyum manisnya, ternyata masih ada yang peduli dengannya?

"Yang mana yang sakit non?" tanya Bi Inah duduk di bibir kasur Jess, Jess tersenyum hangat dan menggelengkan kepalanya.

Jess mendudukkan tubuhnya dan beranjak dari tempat duduknya.

"Non mau kemana?" tanya Bi Inah saat melihat Jess yang sedang mengambil tas selempangnya. "Non istirahat dulu aja," ujar Bi Inah lagi.

"Jess udah enggak papa kok bi." Jess tersenyum hingga membuat robek di bibirnya terasa perih dan memasang masker, dia tidak perlu mengganti pakaiannya karena bi Inah sudah menggantinya.

"Ya udah.. Makasih bik ya udah nolongin Jess." ucap Jess lalu berlalu lalu pergi, dia butuh ketenangan sekarang.

"Tap.."bi Inah menghela napas kasar saat Jess hilang dari pandangannya.

Jangan lupa vote dan komen

JESSICA'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang