"Aku mulai mengenalmu, tapi bukan dari sudut pandangku, tapi orang lain. Aku mulai mengetahui latar belakangmu, tapi bukan dari mu langsung, melainkan dari mulut ke mulut."-Jessica-
"Ohh..jadi kemarin lo hampir di copet, terus tangan lo berdarah karena tergores pisau yang di bawa pencopet itu," ujar Viona mencoba mengerti jalan cerita yang Jess jelaskan.
Mereka sedang di kantin sekarang, sesuai janji Jess harus menjelaskan kejadian kemarin.
"Tapi siapa yang nolongin lo kemarin?" tanya Ara, sambil mengaduk mie ayamnya.
"Iya, siapa namanya? anak kelas berapa? terus sesekolah enggak sama kita? ganteng enggak?" bertubi-tubi pertanyaan keluar dari mulut Viona yang penuh dengan siomay.
"Di telen dulu." Jess terkekeh melihat tingkah sahabatnya ini. "Entahlah gue nggak ngerti, lagian kemarin belum sempat kenalan, tapi yang gue liat sih dia semuran sama kita, kalo masalah ganteng itu pakek banget, tapi gue merasa pernah liat dia gitu di sekolah ini. "Jess menjelaskan panjang lebar. Ara dan Viona hanya menyimak lalu menggukkan kepalanya.
"Terus lo enggak ngobatin memar dia? atau dia yang ngobatin luka lo gitu? kan lumayan bisa modus..hehe."Viona terkekeh di ujung kalimatnya.
"Maunya sih kek gitu ... " ujar Jess sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Jadi penasaran ama tu co-" belum sempat Viona menyelesaikan ucapannya, suara bising sudah memenuhi isi katin. Jess tidak mengalihkan pandangannya dari mangkok baksonya yang tinggal sedikit, dia sudah tau kenapa kantin bisa seribut ini, tapi kenapa ini beda.
Lah kenapa tu cowok gabung sih?
Tau enggak sadar diri kali ya?
Cuman di jadiin bahan contekkan aja bangga?
Ternyata cuman di jadiin bahan contekkan, padahal dulu gue kira dia ketuanya!
Kurang lebih seperti itulah celotehan isi kantin, tapi yang membuat kening Jess berlipat-lipat adalah siapa yang mereka bicarakan? Jess yang penasaran pun ikut menoleh. Jess melototkan matanya saat milihat cowok yang duduk diantara Gandi, Tomi, dan Radit. Mata mereka sempat bertemu namun cowok itu langsung memutuskanya.
"Biasa aja kali liat Raditnya? biasanya aja lo kesel kalau dia suka ngegombalin lo." ujar Viona sambil terkekeh.
"Itu yang di deket Radit bukanya yoga?" tanya Ara sambil memicingkan matanya.
"Yoga?" ulang Jess.
"Iya.., dulu waktu smp Yoga itu most wented, bahkan dia mempunyai geng motor yang beranggota temen-temennya, yaa.. Salah satunya Radit dan kawan-kawan, tapi entah kenapa setelah sma dia menjadi sosok yang dingin dan irit bicara," ujar Viona panjang lebar. Jess mendengarkan ucapan Viona sambil mengguk-anggukkan kepalanya. Dia memang tidak satu smp dengan kedua sahabatnya, jadi wajar dia tidak mengenal Yoga.
"Tapi kok banyak yang bilang kalo dia cuman di manfaatin sih?"tanya Jess yang masih sepenuhnya belum mengerti.
"Dulu kak Gandi, Radit, sama Tomi mengumumkan kalau Yoga bukan bagian dari mereka, mereka mau temenan sama Yoga karena cuman mau uangnya aja, dan sekarang melihat kepintaran Yoga yang di atas rata-rata mereka mendekati Yoga lagi untuk cari contekkan, " ujar Viona sesekali dia menghembuskan nafas kasar.
"Tapi kok gue enggak pernah denger kalo dia itu pinter?"
"Ya karena dia selalu nolak di suruh ikut olimpiade atau perlombaan lain." ucap Viona, Jess sudah banyak mendengar siapa itu Yoga? tapi kenapa dia masih penasaran?
"Lo keknya kepo bener dah Jes sama tu orang?" Ara yang sesdari tadi menyimak pun mulai membuka mulutnya.
"Ya jelas gue kepo, tu orang yang nolongin gue kemarin," ujar Jess santai ,lalu ingin beranjak dari tempat duduknya berniat menghampiri Yoga, namun saat Jess menoleh kearah meja di pojokkan, Yoga sudah tidak ada di sana dan yang tersisah Radit, Tomi dan Gandi. Jess mengurungkan niatnya dan desahan pelan keluar dari bibir tipisnya.
"Beneran Yoga yang ban-"belum sempat Viona melanjutkan kalimatnya bel masuk berbunyi nyaring dan sontak semua murid berhemburan memasuki kelas mereka tidak terkecuali Jess dkk.
🌦️Jessica's🌧️
"Enggak usah di dengerin, " bisik Gandi tepat di depan telinga Yoga, dia tidak mau membuat temannya mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantin bersama lagi seperti dulu. Yoga hanya menggukkan kepalanya, lagian dia sudah biasa sejak smp, tapi yang berbeda adalah dulu dia di puji tapi sekarang duhujati.
Mereka mengambil bangku paling pojok dimana Radit, Gandi, dan Tomi sering duduki setiap ke kantin, dan tidak ada yang berani mendudukinya selain mereka.
Yoga mengedarkan pandangannya, sungguh dia jarang sekali ke sini bahkan bisa di hitung dengan jari, dia lebih sering menghabiskan waktunya di perpustakaan, atau di reftop, kalau masalah lapar dia sudah dapat jalan keluarnya yaitu merepotkan adik satu-satunya itu. Yoga memicingkan matanya melihat seorang perempuan yang sedang memakan baksonya, ya benar dugaannya dia perempuan cerewet yang ia temui kemarin, Yoga langsung memalingkan wajahnya saat dia tertangkap basah oleh Jess sedangkan memperhatikannya.
"Liatin Siapa sih?" Radit mengikuti arah pandang Yoga, belum sempat dia menemukan siapa yang di perhatikan oleh Yoga, suara decitan kursi membuat Radit mengalihkan pandangannya.
Tomi yang melihat Yoga ingin pergi pun mencekal tangannya. "lo mau kemana sih ga? kita baru nyampe, bahkan lo belum makan sedikit pun"
"Kelas." jawabnya datar lalu melepaskan cengkalan dari Tomi dan berjalan santai."Mau sampai kapan sih ga?" guman Tomi sambil melihat nanar kepergian Yoga.
"Dia butuh waktu," ujar Gandi, dia yang paling dewasa di sini, dan dia jugalah yang bisa menenangkan suasana dan membuka pemikiran sahabatnya agar tidak berfikiran buruk.
"Gue punya ide!" ujar Radit memecahkan keheningan, Gandi dan Tomi sontak melihat Radit dan menunggu apa yang akan Radit ucapkan. "Gimana kalo kita cariin Yoga pacar, gue yakin setelah punya pacar dia bakal balik kayak dulu." Tomi menggukkan kepalanya sedangkan Gandi masih mencoba mencernah ucapan Radit.
"Yang jadi masalahnya siapa yang bisa menyairkan es kayak Yoga dan siapa yang betah punya pacar sedingin dan sejudes dia?" Gandi menstujui ucapan Radit.
Jangan lupa vote dan komen
KAMU SEDANG MEMBACA
JESSICA'S
Teen FictionKau itu sulit aku dapatkan apalagi aku genggam. Kau itu sulit di takklukkan dan aku dapatkan. Dan kamu bisa menyakiti jika ku tak memilih pergi. Namun kau akan memberi ku kebahagiaan jika ku bisa sabar. Hanya dua pilihan pergi atau bertahan. Ent...