Gadis Jeruk

137 17 2
                                    

Jeruk. Asam. Manis juga.

Banyak orang yang menyukainya, tapi tak dipungkiri juga ada yang tak suka padanya. Tak enak katanya.

Saat orang-orang ditanya apa yang membuat mereka tak menyukainya? Jawabannya hanya, "Entah. Aku tak suka seratnya. Aku juga tak suka rasa asamnya yang terlalu kuat."

Semua itu adalah penjelasan mengenai seseorang yang tak suka buah jeruk.

Beda halnya yang akan dijabarkan di sini.

Gadis jeruk, itu panggilannya.

Berwajah asam, tapi tutur katanya manis juga. Setara dengan jeruk.

Aku pernah dengar opini seseorang. Bahwa gadis jeruk itu baik. Bahkan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya penuh dengan kebenaran. Tapi, sayang ia memiliki wajah tak bersahabat.

Kamu tahu? Aku pikir ia sosok yang menyukai buah jeruk, sampai-sampai orang menyebutnya 'Si gadis jeruk'. Ternyata bukan.

Aku mengenalnya dengan baik, bukan ke arah akrab—itu masih proses. Kami duduk disatu bangku taman yang sama. Obrolan orang normal pada umumnya, tapi bedanya wajahnya terlipat kusut.

Ia membuka suaranya dengan intonasi nada yang berbeda seperti biasanya. "Kenapa manusia suka menggunakan sebutan yang mereka sukai, padahal pihak yang diberi sebutan sungguh tak suka." Aku memandangnya, ia pun sama. Kami saling bertatap mata.

"Kenapa tak suka? Itu sangat manis menurutku." Pendapat bodohku pun keluar.

"Manis dari mana?" tanyanya sambil memanyunkan bibir.

"Jeruk?" Aku meyakinkan dia. "Buah kan? Buah rasanya pasti manis!" jawabku asal.

Ia semakin cemberut. Jadi, apa ada yang salah dengan pendapatku itu? Aku rasa tak ada. Ianya saja yang terlalu perasa.

Kami bangkit dan langkah meninggalkan bangku itu. Aku menghentakkan setiap langkahku dengan mantap. Lalu berhenti dan menghadap padanya.

"Belum tahu kenapa kamu disebut seperti itu?" Ia menggeleng. Aku menghela nafas miris.

"Ingin tahu?" tanyaku lagi.

"Ujung-ujungnya juga negatif." Cerocosnya sebal.

"Ingin tahu tidak?" tanyaku mengulang.

"Iya."

"Kamu tahu? Semua pendapat orang belum tentu ke negatif. Sama halnya dengan sebutanmu."

"—Ah yang benar saja." Ia memotong perkataanku.

"Bisaku lanjutkan dulu?"

"Iya."

"Kamu hanya melihatnya disudut yang buruk. Orang memanggilmu gadis jeruk karena wajahmu yang jarang tersenyum. Tapi, setiap langkah sikap dan tutur katamu manis. Itu semua layaknya jeruk, jadi itu pantas denganmu. Yang salah bukan manusia yang lain, tapi kamunya. Belajar tersenyum, ingatkan? Senyum adalah ibadah dan baik adalah kewajiban."

Ia diam lama sambil menunduk. Sepertinya ia sedang berpikir atau mungkin saja ia memang enggan mendengarkan? Aku tak tahu.

"Boleh aku jadi gadis bunga matahari?" Ia membuka suara.

"Heh? Kenapa?"

"Agar aku tak dianggap gadis asam, kan ada jeruk yang rasanya asam." Aku tertawa keras.

"Jadi dirimu saja. Dirimu sendiri itu pribadi yang langka."

"Apapun itu. Aku tetap menyukaimu." Aku mengusap puncak kepalanya dan pergi meninggalkannya sendiri.

Untuk kali ini biarkan sebutan gadis jeruk itu melekat untukmu. Aku suka. Benar-benar suka. Itu unik. Keunikan itulah yang akhirnya membuatku menyukaimu.

Tertanda
Dari Tukang Sambat
Untuk Kamu Yang Tersesat

22 February 2020

Jangan lupa vote+komen+share❤
Ditunggu bab berikutnya❤

Delusi Abstraksi (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang